Pages - Menu

Sunday, March 25, 2018

Belajar EKG PREMATURE JUNCTIONAL COMPLEX (PJC), JUNCTIONAL RHYTM, ACCELERATED JUNCTIONAL, JUNCTIONAL TACHICARDIA


Belajar EKG PREMATURE JUNCTIONAL COMPLEX (PJC),  JUNCTIONAL RHYTM, ACCELERATED  JUNCTIONAL, JUNCTIONAL TACHICARDIA

NSR WITH PJC

A Premature junctional Complex (PJC) arises an irritable focus within the AV junction. Characteristic of a PJC include: 1) an absent or inverted P wave in lead II; 2) a shortened PR interval - less than 0,12 second; and 3) the complex comes early or premature.


JUNCTIONAL RHYTM

Junctional Rhytm - also called junctional escape rhytm- originates from the AV Junction (AV node and Bundle of HIS). The expected pacemaker rate of the AV junction 40-60/minute. in lead II, a junctional rhytm presents with inverted or absent P waves. Note: an Absent P wave in junctional rhytm is also associated with loss of atrial kick.

ACCELERATED JUNCTIONAL

Accelerated Junctional rhytm results from enhanced automaticity, increased symphatetic nervous system activity (catecholamines) or ischemia. key features of this rhytm include a rate between 60-100/minute, inverted or absent P waves (in lead II), shortened PR interval, And QRS complexes that are usually narrow.

JUNCTIONAL TACHICARDIA

Junctional Tachicardia results from enhanced automaticity, increased sympathetic activity (cathecolamines) and ischemia. Key features of this rhytm include a rate over 100/minute, inverted or absent P wave buried in each QRS complex displayed here in this ECG.

Referensi @SkillStatLearning.inc.2005.


KUNJUNGI & SUBSCRIBE channel YouTube DUNIA KEPERAWATAN Dibawah Ini..!!!

Wednesday, March 21, 2018

Learning ECG NSR WITH FIRST DEGREE AV BLOCK, SECOND DEGREE AV BLOCK TYPE I & II, THIRD DEGREE AV BLOCK

LEARNING ECG



SUBSCRIBE & SHARE this vidio


NSR WITH FIRST DEGREE AV BLOCK
First degree AV Block result from a prolonged transmission of the electricals impulse through the AV junction (AV Node and the Bundle of His). The significant finding of this rhytm is a prolonged PR interval of more than 0.20 second. The underlying rhytm should be identified and named prior to claiming a first degree AV block. For example, this rhytm is a normal sinus rhytm with a first degree AV block.

 
SECOND DEGREE AV BLOCK TYPE I
Second degree AV Block Type I (Wenckebach or Mobitz Type I) results from a cylcical progressive conduction delay through the AV junction. The ECG presents with a cyclical lengthening of the PR interval followed by a dropped QRS-a P wave not partnered with a QRS . the QRS complexes yield and irreguler rhytm. Second degree AV block type I may be caused by enchanced vagal tone, myocardial ischemia or the effects of effects of drugs such as calcium-channel blockers, digitalis and beta-blockers.



SECOND DEGREE AV BLOCK TYPE II
Second Degree AV Block type II is tipically caused by an intermittent block (interrupted supraventricular impulse) bellow the AV node. One or more QRS complexes are dropped with PR intervals that do not change (fixed PR interval). This irreguler rhytm requires close monitoring: 1) low cardiac output is likely when multiple dropped QRS complexes occur; and 2) this rhytm can progress to complete heart block (third degree AVB).


SECOND DEGREE AV BLOCK WITH 2:1 CONDUCTION
Second degree AV Block with 2:1 Conduction is a special case of second degree AV block with each alternative P wave NOT paired with a QRS complex. The PR interval remains constant. This rhytm requires close monitoring due to risk of: 1) low cardiac output associated with a slow heart rate; and 2) the potential to progress to third degree AV blok.



THIRD DEGREE AV BLOCK
Third degree AV Block (complete heart block) is often an ominous rhytm requiring close monitoring for hemodynamic compromise, progression to ventricular standstill or asystole and other lethal dysrjytmias. Significant characteristics of this rhytm are: 1) Lonely P waves- P wave without an accompanied QRS complex; and 2) chaotic PR intervals. A narrow QRS denotes a higher juntional block while a wide QRS points more towards a sub nodal block high in the bundle branches.


Literature: SkillStat Learning Inc, 2005.

Tuesday, March 13, 2018

SOP CARA MENGUKUR SUHU TUBUH AKSILA


CARA MENGUKUR SUHU TUBUH AKSILA


A.    Pengertian
Suhu tubuh adalah keseimbangan antara panas yang diperoleh dengan panas yang hilang (Berman dkk., 2009). Suhu normal tubuh manusia berkisar 36,5°C sampai 37°C tapi, dalam kondisi tertentu suhu manusia bisa meningkat yang tidak seperti biasanya. Tubuh dapat mengalami peningkatan suhu (Heat Exhaustion) hingga mencapai 40°C (Sherwood, 2001).
Suhu tubuh adalah Keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dan pelepasan panas dalam tubuh manusia (Chris Brooker, 2008).
Dari pengertian diatas diambil kesimpulan bahwa mengukur suhu tubuh adalah kegiatan pemeriksaan panas tubuh melalui oral, axila, rektal atau membran timpani menggunakan alat termometer.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui suhu tubuh
2.      Untuk mengetahui adanya kelainan pada suhu tubuh
3.      Untuk mengetahui perkembangan penyakit
4.      Untuk membantu dalam menegakan diagnosis

C.    Prosedur Pemeriksaan Suhu Tubuh
Menurut (Aziz Alimul, 2006), mengatakan bahwa metode pengukuran suhu tubuh adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan alat
a.       Termometer
b.      Kapas alkhol 70 % /tissu
c.       Bengkok
d.      Sarung Tangan
e.       Buku Catatan Suhu dan pensil
f.       Jam tangan berdetik
g.      Tiga buah botol:
1)      Botol pertama berisi larutan sabun
2)      Botol kedua berisi larutan disenfektan
3)      Botol ketiga berisi air bersih
2.      Pelaksanaan
a.       Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
b.      Cuci tangan
c.       Keringkan dengan handuk
d.      Gunakan sarung tangan
e.       Atur posisi pasien
f.       Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan tissu
g.      Turunkan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di atas dada
h.      Setelah 3-10 menit termometer diangkat dan dibaca hasilnya
i.        Catat hasil
j.        Bersihkan termometer dengan kertas tisu
k.      Cuci dengan air sabun, disenfektan, bilas dengan air bersih, dan keringkan
l.        Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Berman A, 2009, Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Alih Bahasa Meiliya dkk, EGC, Jakarta.
Brooker C, 2009, Ensiklopedia Keperawatan, EGC, Alih Bahasa Hartono dkk, Jakarta
Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta : EGC.

LIKE, SUBSCRIBE dan SHARE channel YouTube DUNIA KEPERAWATAN
Klik: https://youtu.be/QyzjjBXlkWU


Sunday, March 11, 2018

SPO PEMBERIAN OBAT INJEKSI


SPO PEMBERIAN OBAT INJEKSI


A.     Pengertian
Penyiapan obat injeksi adalah memindahkan obat dari vial/ampul/flacon kedalam spuit dan mengeluarkan udara dari spuit (SPO Penyiapan Obat Injeksi RSUD R Syamsudin, SH, 2016)
Jalur pemberian obat parenteral merupakan jalur dimana obat dimasukkan ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral yang umum digunakan, yaitu: intradermal (ID), subkutan (SC), intramuskular (IM), dan intravena (IV). Pilihan jalur parenteral yang akan digunakan ditentukan oleh resep berdasarkan sifat obat, onset efek terapeutik yang diinginkan, dan kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015).

B.     Tujuan
Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena obat langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti di lengan, atau vena dorsal di tangan. Injeksi intravena menggunakan jarum berukuran 21-23 gauge dengan panjang 1 sampai 1,5 inci. Obat dapat diberikan langsung ke pembuluh darah dengan jarum suntik, melalui kateter intermiten yang diinsersikan ke pembuluh darah pasien, serta dapat
disuntikkan dalam cairan infus atau diberikan sebagai infus (piggyback) (Kamienski dan Keogh, 2015).
Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan kembali setelah diberikan (Agoes, 2009).

C.     Prosedur
1.      Persiapan
a.       Lakukan penyiapan obat injeksi di ruang penyimpanan obat pasien dalam area yang bersih
b.      Verifikasi data
c.       Persiapkan alat
2.      Pelaksanaan
a.       Cuci tangan
b.      Pakai sarung tangan
c.       Vial/flacon
1)      Buka tutup metal/plastik
2)      Desinfeksi tutup karet dengan alcohol swab, mendesinfeksi tutup karet
3)      Tusukkan jarum dengan posisi tegak lurus ke tengah karet penutup vial. Memasukkan udara kedalam vial tanpa menyentuh cairan obat
4)      Balik vial, dan tarik jarum sampai bagian lebih rendah dari permukaan
5)      Hisap obat sesuai dosis sejajar mata, bila ada udara dalam spuit ketuk perlahan dan masukkan kembali dalam vial kemudian hisap obat kembali sampai sampai dengan dosis yang tepat.
6)      Lepas jarumdari vial dan segera ttutup
d.      Ampul
1)      Putar ampul agar obat yang berada diatas leher ampul masuk kedalam ampul
2)      Lindungi ampul dengan kassa dan patahkan leher ampul kearah menjauh dari tubuh, jika perlu gunakan gergaji ampul
3)      Masukkan jarum, jangan menyentuh dinding ampul
4)      Hisap obat sesuai kebutuhan , tutup jarum spuit segera
e.       Ganti jarum sesuai kebutuhan dan keluarka udara yang ada di spuit dengan hati-hati
f.       Letakkan obat yang sudah disiapkan dalam bak injeksi bersama alcohol swab

SUBSCRIBE & SHARE channel YouTube
 "DUNIA KEPERAWATAN"

untuk update VIDIO KESEHATAN lainnya


DAFTAR PUSTAKA:
1.      RSUD R Syamsudin, SH. 2016. SPO Penyiapan Obat Injeksi. No. Doc. RSSYAMSPO/01.23/060. Sukabumi. Tidak terbitkan.
2.      Kamienski, M., dan Keogh, J. (2015). Farmakologi DeMYSTiFied. Edisi Kesatu. Yogyakarta: Rapha Publishing.
3.      Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan Perluasan. Bandung: ITB.

Monday, March 5, 2018

LEAFLET DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)


 LEAFLET DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)


  

Oleh:
KAPEVI, S.Kep.,Ners



Apa Itu DVT???
DVT adalah kondisi dimana bekuan darah dalam bentuk deep vein (vena dalam), biasanya di kaki. Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam).

JENIS DVT
Klasifikasi umum DVT  terbagi menjadi
1.   Venous thromboembolism (VTE), yang terjadi pada pembuluh balik
2.   Arterial thrombosis, yang terjadi pada pembuluh nadi

PENYEBAB DVT
1.   Diet Statis aliran darah
2.   Abnormalitas dinding pembuluh darah
3.   Gangguan mekanisme pembekuan
4.   Statis vena terjadi bila aliran darah melambat.

TANDA GEJALA DVT
1.   Pembengkakan kaki
2.   Kelelahan kaki
3.   Vena permukaan terlihat
4.   Warna atau kulit merah
5.   Kelembutan atau nyeri di kedua kakinya. Ini mungkin terjadi saat Anda berjalan atau berdiri.


KOMPLIKASI DVT
1.   Emboli pulmonal
2.   Penyumbatan pembuluh darah
3.   Miocard ischemia


PEMERIKSANN PENUNJANG
1.    Venogrphy
2.    D-dimer
3.    eKG

PENCEGAHAN
1.   Minum obat yang diresepkan dokter untuk mencegah atau mengobati gumpalan darah
2.   Konsul ulang dengan dokter Anda untuk merubah obatan dan tes darah.
3.   Jika bepergian lewat udara, bus atau kereta, jalan naik dan turun setiap beberapa jam.
4.   Jika duduk, latih otot betis Anda dengan menarik jempol kaki Anda kearah lutut beberapa kali setiap jam.
5.   Pertimbangkan untuk mengenakan stocking kompresi.
6.   Tetap minum air (hindari kafein dan alkohol) dan gunakan pakaian longgar.
7.   Sesudah operasi atau sakit, cobalah untuk turun tempat tidur dan bergerak segera setelah disarankan oleh dokter Anda. Minum obat untuk mencegah gumpalan darah seperti disarankan dokter sesudah operasi.

SEMOGA BERMANFAAT



DAFTAR PUSTAKA

Mackman N, Becker R (2010). DVT: a new era in anticoagulant therapy. Arterioscler Thromb Vasc Biol.
Brunner & Suddarth (1997), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, (1993), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Sarwono, (1997), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I, FKUI, Jakarta.