Pages - Menu

Sunday, February 24, 2013

Askep Anak dengan Nefrotik Syndrome


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KASUS SINDROM NEFROTIK

I.           KONSEP DASAR MEDIS
1.1    Pengertian
§ Sindroma nefrotik  :     Merupakan kumpulan manifestasi klinik ditandai dengan proteinuria lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan perhari dan hipoalbuminenia kurang dari 3 gram per mililiter (Ilmu Penyakit Dalam, 1999).
§ Sindroma nefrotik  :     Kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri glumerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik, proteinuria, hypoprotcinuria, hypoalbuminemia, hyperlypidemia dan adema (Suriadi, skp dan Rita Yuliani skp, 2001 : 217).
§ Sindroma nefrotik  :     Adalah penyakit dengan gejala adema proteinuria, hypoalbumenia dan Hyperlipidemia, kadang-kadang terdapat humaturia, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997 : 304).
§ Kesimpulan            :     Adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma sehingga terjadi keadaan-keadaan seperti hypoalbuminemia, proteinuria, hyperlypidemia, adema, hiperkolesterolemia dan dapat disertai hamaturia dan penurunan fungsi ginjal.  
1.2    Etiologi
1.2.1       Timbul pasca kerusakan glomerulus akibat  (SLE, DM, purpura anafilaktoid).
1.2.2       Gangguan sirkulais mekanis
-          Sindroma uremik – Hemolitik
-          Trombosis vena remalis
-          Sindroma goodpasure
1.2.3     Penyakit infeksi
-          Hepatitis B (Virus), HIV
-          Glomerulanegritis
-          Endokarditis bakteri sub akut
-          Plasmodium vivax (parasit)
1.2.4     Respon imun, glemerulonefritis dan respon alergika
1.3   Patufisiologi
1)        Meningkatnya permebilitas dinding kapiler glumerulus yang berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan menyebabkan hypoalbuminemia, dengan turunnya albumin tekanan armotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berkurang pindah dalam interstisial, sehingga cairan intravaskuler berkurang sehingga aliran darah ke renal berkurang.
2)        Menurunya aliran darah renal, sehingga ginjal melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin. Anciotensin dan peningkatan seleksi antidieuretik hormon (ADH) dan sekiesi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan  air akan menyebabkan edema.
3)        Terjadi peningkatan kolesterol dan triglycerida serum akibat dari peningkatan stimlasi stimulasi lipoprotein karena penurunan plasma albumin/penurunan akotik plasma.
4)        Menurunya repon imun karena tertekan, kemungkinan disebabkan oleh hypoalbuminemia, hyperlipidemia/defisiensi Zn.
5)        Adanya hyperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urine.
1.4    Komplikasi
1)      Hypovolum
2)      Infeksi pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan tuberkolosis.
3)      Dehidrasi
4)      Hilang protein dalam urine
5)      Venous thrombosis
6)      Peritonitis (Berhubungan dengan asites)
7)      Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
1.5    Menifestasi Klinis
1)   Proteinuria
2)      Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital edem dependen, pembengkakan genetalia eksterna, edema fasial, asites hernia inguinalis abdomen efusi pleura.
3)      Hematuria
4)      Anoreksia
5)      Diare
6)      Pucat
7)      Gagal tumbuh dan pengisutan otot (jangka panjang)
1.6    Pemeriksaan Diagnostik
1)      Adanya tanda klinis pada anak
2)      Riwayat infeksi saluran nafas atas
3)      Analisa urine, meningkatkan protein dalam urine
4)      Menurunya serum protein
5)      Biopsi ginjal g tetapi tidak dilakukan secara rutin
1.7    Pemeriksaan Laboratorium
1.7.1           Uji Urine
-        Protein urine – meningkat
-        Urinalisis – cost hialin dan granular, hematuria
-        Dipstick urine – positif untuk protein dan darah
-        Berat jenis urine - meningkat
1.7.2           Uji Darah
-        Albumin serum – menurun
-        Kolesterol serum – meningkat
-        Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsentrasi)
-        Laju endah darah (LED) – meningkat
-        Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
1.8    Penatalaksanaan
1.8.1       Medis
1)      Pemberian kartikosteroid (prednison)
2)      Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)
3)      Pengurangan edema, diuretik dan retriksi natrium (diuretika hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan tombus dan ketidakseimbangan elekrtolit).
4)   Ramatan keseimbangan elektrolit.
5) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (menurunkan    banyaknya proteinuria pada glumerulonefritis membranosa).
6)  Agens pengalkilasi (sitotoksik) – kloroambusil dan sikofes lemud (untuk sindrom nefrotik tergantung steroid dan pasien yang sering mengalami kekambuhan).
7)   Obat nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi invasif).
8)   Pembatasan sodium jika anak HT
9)   Antibiotik untuk pencegahan infeksi
10) Terapi albumin jika intake oral dan output kurang

II.         KONSEP DASAR ASKEP
1.     PENGKAJIAN
1.1   Anainnesa
1.1.1    Biodata/identitas/demografi
Presentasi tersering terjadi pada anak-anak pra sekolah dari 74% menyerang anak usia 2 – 7 tahun. Jarang dijumpai pada bayi kurang 6 bulan. Perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1 (Drummound, 1986 dikutip Wong, 1993).
1.1.1        Keluhan Utama
Pembengkakan (oedema) seluruh tubuh
1.1.2        Riwayat Penyakit
1)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahap awal oedema diawali dari kelompok mata, secara jelas terlihat pada pagi hari. Pembengkakan berikutnya berturut-turut pada perut, scrotum/labia dan kedua tungkai serta seluruh tubuh (anasarka). Bila oedema terjadi pada mukosa intestinal akan didapatkan keluhan diare, kehilangan nafsu makan, produksi urine menurun kadang-kadang Hematuria. Jika terjadi hydrothorax terdapat keluhan sesak nafas.
2)      Riwayat Penyakit Dahulu
-       Adanya riwayat sindroma nefrotik bawahan, sebagai reaksi matermovetal.
Gejala yang nyata adalah riwayat oedema pada neonalus atau adanya riwayat pencangkokan ginjal tetapi tidak berhasil.
-       Adanya riwayat satu/lebih dari penyebab glomerulus sekunder antara lain :
§  Penyakit infeksi            :      Siphilis, tuberkulosis, endokarditis bakterialisis, osteomiolitis, lepra.
§  Penyakit metabolik       :      Diabetes melitus, amiloidosis, hodkin.
§  Penyakit imunologik     :      Sistemik lupus eritematosis (SLE), poliarthritis, demartitis.
§  Penyakit genetik           :      Nefrosis konginetal
§  Hypersensitivitas          :      Gigitan ular, seranggan dan obat-obatan.
§  Obat-obatan                  :      Obatan-obatan yang mengandung logam berat misalnya preparat yang mengandung emas.
3)      Riwayat Penyakit Keluarga
1.1.3        Data Psikososial
1)      Adanya oedema pada muka/moon face, asites dapat menimbulkan rasa malu/rendah diri sehingga dapat menarik diri dari teman-temannya (Ngastiyah, 1995).
2)      Pada anak yang mendapat terapi kortikosesteroid lama, akan muncul efek samping bulu-bulu rambut yang hebat dan perubahan kelamin sehingga selain bisa, menimbulkan rasa malu memungkinkan anak takut dengan perubahan tersebut.
3)      Isolasi sosial merupakan masalah yang menyertai anak oleh karena dirawat di rumah sakit selama relaps (Wong, 1993).
1.1.4        Proses Keluarga
Dukungan orang tua sangat diperlukan dalam perawatan, sehingga keluarga harus menunggu selama relaps di rumah sakit. Bila kondisi anak stabil bisa dirawat di rumah yang akan berpengaruh dalam proses peran masing-masing anggota keluarga.
1.2      Pemeriksaan Fisik
Bermacam-macam pula pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan anak dengan sindroma nefrotik salah satu pendekatan yang digunakan adalah Head to toe antara lain :
1.2.1        Kepala
Oedema pada periorbital, moon face, kulit tegang dan mengkilat, pucat, konjungtiva anemis
1.2.2        Thorax/dada
Bentuk      :    hampir bulat dalam diameter transversa
Paru          :    bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat, kadang sesak nafas, suara nafas normal (vasikuler)/melemah, perkusi redup/pekak.
Jantung     :    S1S2lundup
1.2.3        Abdomen
-     Perut membesar/cembung simetris dan mengkilat oleh karena acites. Pada parasat baliotement dengan cara melaksanakan penakanan mendadak kedinding perut maka pada bagian yang berlawanan akan teraba pantulan cairan.



-     Bunyi pekak di perut bagian bawah dengan batas cekung ke atas, bunyi timpani di atas, bila anak dalam posisi tegak.
-     Shiftung dulnes, anak berbaring terlentang, percusi di atas dinding perut mungkin timpani dan di samping pekak. Jika anak miring akan terdapat cairan bebas ke bagian bawah dan terjadi suara pekak redup yang berpindah.
1.2.4        Extrimitas dan Punggung
1.2.5        Oedema pada labia mayora pada anak wanita pada scrotum untuk anak laki-laki. Pada anak yang mendapat kardioteroid dalam jangka lama terdapat pembesaran penis.
1.2.6        Rectum :  bila terdapat diare berkepanjangan timbul iritasi daerah perianal.
1.3      Pemeriksaan Tanda Vital
Suhu      :     Relatif normal (355 - 375) kecuali ada infeksi penyerta terjadi kenaikan.
Nadi      :     Dalam batas normal, bayi = 120 – 140x/m, anak = 100 – 120x/m
TD         :     Kadang-kadang meningkat
RR        :     Dalam batas normal (dbn), bayi = 36 – 60x/m, anak = 15-30x/m
Bila terdapat hidrothorax :  meningkat/tachipnea
1.4      Pemeriksaan Penunjang
BB :  terjadi peningkatan oleh karena oedema
1.5      Pemeriksaan Labolatorium
1.5.1      Darah
§  Hb menurun (N.Lk. 14-16 gr%, Pr : 12-14gr%)
§  LED meh (N.Lk. : 0-12 mm/jam, Pr : 0-20 mm/jam)
§  Faal ginjal
§  BUN meh                  (N 10-20 mg/100 dl)
§  Creatinin mei            (N 1,5 mg)
§  Cholesterol meh         (N 160-250 mg)
§  Albumin serum mei  (N 3,6-5 mg)
§  Protein mei               (N 6,2-8 mg)
1.5.2      Urine
§  proteinuria meh           (N 150 mg/24jam)
§  leukosit meh              (N 4-5/LP)
§  BJ urine meh              (1,015-1,025)

2.          DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TERJADI
2.1      Ketidakseimbangan volume cairan :  kekurangan intravaskuler/kelebihan (excess) extravaskuler s/d pengeluaran protein melalui urine sekunder dari peningkatan permeabilitas glomerulus, peningkatan reabsorbi air dan sodium oleh tubulus renal sekunder dari peningkatan sexresi aidosteron (axton saron).
Ditandai dengan :  oedem anasarka, asites, mungkin diare sekunder oedema mukosa usus, peningkatan BB, hyproteinemia, produksi urine menurun, perubahan warna urine, HT.
2.2      Perubahan nutrisi :  kurang dari yang dibutuhkan s/d malnurtisi sekunder dari pengeluaran protein dan nafsu makan menurun, absorbi susu menurun sekunder oedema pada mukosa intestinal ditandai dengan anorexia, letargi, hyproteinemia, diare (Axton S, 1993).
2.3      Resiko terjadi infeksi s/d pemakaian steroid :  penurunan daya tahan tubuh, bedrest.
2.4      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit s/d istirahat yang lama. Penipisan kulit sekunder oedema, penurunan daya tubuh/penurunan sirkulasi.
2.5      Keterbatasan mobilitas fisik s/d kelelahan, oedema bedrest.
2.6      Coping individu/keluarga tidak efektif s/d diagnosis, perubahan gambar tubuh, hospitalisation, tindakan-tindakan, perubahan fungsi peran.

3.          PERENCANAAN
3.1      Dx. 1
3.1.1       Tujuan :  volume cairan dalam tubuh seimbang antara lain intravaskuler dan exstravaskuler.
3.1.2       Kriteria Hasil :
-      Intake dan output seimbang
-      Penurunan BB
-      Bj urine antara 1,015 – 1,0,25
-      Protein dalam urine menurun
-      Lingkat abdomen pada asites berkurang
-      Hilangnya oedema seluruh tubuh
-      Nadi normal :  bayi 120-140x/m, anak 100-120x/m
3.1.3       Tindakan
-      Catat intake dan output, perhatikan karakteristik urine
R/   :     Deteksi perubahan fungsi ginjal sewaktu-waktu. Menentukan kebutuhan cairan dan menurunkan terjadinya overload.
-      Observasi TTV tiap 4 jam (TD, N, suara nafas abdomen, gejala dan tanda ketidakseimbangan cairan)
R/   :     Tachicardi dan HT perubahan TD dapat disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, retriksi cairan, perubahan renin angiotensin, peningkatan lingkat abdomen merupakan indikator water excess yang memburuk dan berakibat dehidrasi intara vaskuler.
-      Timbang BB tiap hari
R/   :     Monitor status cairan dalam tubuh, deteksi efektifitas dalam mengeluarkan retensi cairan yang merupakan indikator dari glomerulus.
-      Perhatikan adanya oedema pada scrotum/labia, berikan bantalan dibawahnya
R/   :     Oedema scrotum membahayakan kondisi testis sehingga perlu bantalan/penahan untuk mencegah terjadinya penambahan cairan dan melancarkan sirkulasi darah ke scrotum/testis.
-      Berikan steroid (prednison) sesuai jadwal, perhatikan side efeknya, antara lain retensi sodium dan pengeluaran potasium
R/   :     Pemberian kartikosteroid merangsang cortex adrenal dalam pengaliran kesimbangan air dan elektrolit
-      Jika ada indikasi, berikan diuretika (untuk mengurangi oedema) dan antacid untuk mencegah komplikasi pendarahan pada GI dampak kartikosteroid sesuai jadwal, kaji dan laporkan bila terdapat side efeknya hipokalemi dan dehidrasi. Berikan albumin IV sesuai order, catat repon yang terjadi
R/   :     Diuretik berfungsi menghindarkan dari retensi natrium, sedangkan antacid berfungsi melapisi mukosa usus untuk mencegah iritasi gastrointestinal, pemberian yang berlebihan akan berakibat pendarahan yang hebat.
-      Kaji dan laporkan pengetahuan anak/keluarga tenang partisipasi terhadap perawatan
§  Monitoring intake dan output
§  Test proteinuria
§  Pengkajian obat
§  Tanda dan gejala adanya infeksi side efek dari steroid
§  Indentifikasi beberapa tanda/gejala dari ketidakseimbangan cairan
R/   :     Meningkatkan partisipasi dalam perawatan
-      Batasi pemberian garam dan cairan sesuai order
R/   :     Selama tekanan onkotik masih rendah, ADH dan aldosteron akan meningkatkan yang berakibat natrium dan air diabsorbsi dijaringan (oedema) pembatasan garam dan cairan akan  mengurangi oedema.

3.2      Dx. II
3.2.1     Tujuan :
Kebutuhan nurtisi terpenuhi
3.2.2     Kriteria Hasil :
-        Anak mengkonsumsi diit TP (2-3 gr/kg/hr) RG (2 gram/hr) dan TK sesuai usia, nafsu makan meningkat.
-         Pertumbuhan normal sesuai usai, kadar protein dalam darah normal
-         BAB tidak bercampur darah
3.2.3     Tindakan
-      Observasi dan catat  intake dan output
R/   :     Menentukan tindakan selanjutnya
-      Catat dan kaji gejala adanya perubahan nutrisi  tiap 4 jam (anorexia, letargi, hipoproteinemia)
R/   :     Tanda-tanda perubahan nutrisi yang kurang menunjukkan intake yang tidak adekuat
-      Konsultasi ahli gizi untuk menentukan diit tinggi protein, tinggi kalori dan rendah garam (protein 2-3 gram/kg/hari, gram 1-2 gr/hr)
R/   :     Adanya albuminuria dan hipoalbuminemia merupakan indikator untuk mengganti albumin dalam darah anak sehingga daya tahan tubuh anak menurun.
-      Tawarkan makanan yang sesuai dengan diit jika mungkin sesuaikan dengan kesukaan anak, beri extra vitamin D dan zat besi.
R/   :     Dengan menyesuaikan diri sesuai kesukaan anak dan membantu lebih mudah dalam mengkonsumsi extra vitamin D dan zat besi sebagai balance dari adanya kulit yang makin menipis sehingga tidak mudah pecah.
-      Batasi aktifitas/istrahatkan anak di tempat tidur
R/   :     Selama fase aktif (albuminuria/hypoalbuminemia) kebutuhan kalori dan protein cukup tinggi oleh karen itu penggunaan kalori lewat aktifitas harus diminimalkan.
-      Kaji dan catat pengetahuan dan partisipasi anak/keluarga dalam perawatan
§  Diit tinggi kalori tinggi protein rendah garam
§  Meminimalkan aktifitas sesuai order untuk menghemat energi
§  Identifikasi gejala/tanda perubahan nutrisi
R/   :     Pengetahuan anak/keluarga yang adekuat, akan kooperatif
-      Berikan antacid selama anak mendapat terapi steorid
R/   :     Steroid mempunyai efek samping pendarahan GI, Antacid bekerja untuk mencegah/meminalkan efek tersebut
-      Lakukan obervasi saat BAB dan muntah mengandung darah setiap saat
R/   :     Lingkungan yang bersih akan menjadi support sistem bagi anak dalam merangsang selera makan.
-      Berikan makanan dalam porsi kecil frekuensi sering
R/   :     Porsi kecil akan lebih efektif karena adanya asites akan mempengaruhi kapasitas lambung sehingga penyerapan lebih adekuat.
3.3      Dx. III
3.1.1        Tujuan :
Anak akan bebas dari infeksi
3.1.2        Kriteria Hasil
-           Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C)
-           RR dalam batas normal (bayi 30-60x/menit, anak 15-30x/menit)
-           Nadi dalam batas normal (bayi 1120-140x/menit, anak 100-120x/menit)
-           Tidak terdapat tanda-tanda peritonitas (peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah, diare, kekakuan, panas).
3.1.3        Tindakan
-            Lakukan observasi TTV tiap 4 jam
R/   :     Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator terjadinya infeksi
-      Berikan antibiotik sesuai order, monitor side efek
R/   :     Preventif terhadap infeksi oleh karena resiko terjadinya infeksi sangat tinggi.
-      Observasi tanda perioritas antara lain peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah, diare dan kekakuan)
R/   :     Adanya tanda-tanda infeksi memerlukan tindakan yang cepat untuk menghindari komplikasi lebih hebat.
-      Lakukan cuci tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien lain/lingkungan ke anak
R/   :     Dengan cuci tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien lain/lingkungan ke anak.


DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2000). Kapita Selecta Kedokteron Edisi III Jilid 2. Media Auscataplus : Jakarta.
Marlyn D. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.

No comments:

Post a Comment