Pages - Menu

Sunday, February 24, 2013

Askep Anemial Aplastik


GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
ASKEP ANEMIA APLASTIK


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Hemetologi  yang berjudul ” Askep Anemia Aplastik” tepat pada waktunya.
   Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
   Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.




                                                                                                                           Mei.2012

                                                                                                                              Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................     ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                           
1.1    Latar Belakang ...............................................................................     1
1.2    Rumusan Masalah ..........................................................................     2
1.3    Tujuan ............................................................................................     3 
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1        Pengertian Anemia aplastik ...........................................................       4
2.2        Etiologi...........................................................................................       5
2.3        Patofisiologi....................................................................................       6
2.4        Manifestasi klinis............................................................................       7
2.5        Penatalaksanaan..............................................................................       7
2.6        Komplikasi......................................................................................       8
2.7        Asuhan Keperawatan......................................................................       9
BAB III PENUTUP
3.1        Kesimpulan ....................................................................................       24  
DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai system eritropoitik disebut anemia hipoplastik (ertroblastopenia), yang hanya mengenai system granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariositik disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem disebut Panmieloptisis atau lazimya disebut anemia aplastik. Menurut The International and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila : Kadar Hemoglobin  10 gr/dl atau Hematokrit  30; hitung trombosit  50.000/mm3; hitung leukosit  3500/mm3ataugranulosit1.5x109/I.(1)
Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fanconi genetik dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomali fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sumsum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Dalam makalah ini penulis membahasa tentang konsep teori serta Asuhan keperawatan pada anemia aplastik.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
         1.   Apa Pengertian dari Anemia aplastik?
         2.   Apa Etiologi dari anemia aplastik?
         3.   Bagaimanakah patofisiologis pada anemia aplastik?
         4.   Apa saja manifestasi dari anemia aplastik?
         5.   Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
         6.   Apa saja komplikasi nya ?
                        7.   Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia aplastik ?

1.3    Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Hematologi  yang berjudul ” Askep Anemia Aplastik ”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep anemia aplastik serta proses keperawatan dan pengkajiannya.



BAB II
KONSEP DASAR TEORI

2.1        Pengertian
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)

2.2        Etiologi
a.       Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.      Faktor didapat
-          Bahan kimia : benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-          Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-          Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
-          Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
-          Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
-   Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.(Mansjoer.2005.Hal:494)

2.3        Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan induk hematopoitik dikenal sebagai, longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/ CD 34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang yang menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan berbagai sitokin perangsang seperti GM-CSF,G-CSF dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti –? (IFN-?), tumor necrosis factor-? (TNF-?), protein macrophage inflamatory 1? (MIP-1?), dan transforming growth factor –?2 (TGF-?2) akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia apalstik makin banyak ditinggalkan.
Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sumsum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate); komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul seluler.
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkrona

2.4        Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering dialami pada anemia aplastik adalah :
Ø  Lemah dan mudah lelah
Ø  Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena infeksi bakteri
Ø  Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
Ø  Pucat
Ø  Pusing
Ø  Anoreksia
Ø  Peningkatan tekanan sistolik
Ø  Takikardia
Ø  Penurunan pengisian kapler
Ø  Sesak
Ø  Demam
Ø  Purpura
Ø  Petekie
Ø  Hepatosplenomegali
Ø  Limfadenopati.
2.5        Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai berikut :
1.      Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2.      Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengatasi infeksi
-          Hygiene mulut
-          Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat/.
-          Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b.      Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai normal karena akan menekan eritropoesis internal
c.       Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jika terdapat pedarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
3.      Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut :
a.       Anabolik steroid à dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
-          Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
-          GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4.      Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut :
a.       Terapi imunosuprersif
-          Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis
-          Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi
b.      Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
2.6        Komplikasi
1.      Perdarahan
2.      Infeksi organ
3.      Gagal jantung

2.7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Aplastik
A.    Pengkajian
1.      Anamnesa
Ø  Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Aplastik
A.    Pengkajian
1.      Anamnesa
Ø  Identitas Klien
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
Ø  Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.
2.   Pemeriksaan Fisik
a.   Aktivitas / Istirahat
-       Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
-       Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
-       Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
-       Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
-       Ataksia, tubuh tidak tegak
-       Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan
b.   Sirkulasi
-       Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
-       Palpitasi (takikardia kompensasi)
-       Hipotensi postural
-       Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombangT
-       Bunyi jantung murmur sistolik
-       Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
-       Sclera biru atau putih seperti mutiara
-       Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
-       Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
-       Rambut kering, mudah putus, menipis
c.   Integritas Ego
-       Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi darah
-       Depresi
d.   Eliminasi
-       Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
-       Flatulen, sindrom malabsorpsi
-       Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
-       Diare atau konstipasi
-       Penurunan haluaran urine
-       Distensi abdomen
e.   Makanan / cairan
-       Penurunan masukan diet
-       Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
-       Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
-       Adanya penurunan berat badan
-       Membrane mukusa kering,pucat
-       Turgor kulit buruk, kering, tidak elastic
-       Stomatitis
-       Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f.    Neurosensori
-       Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
-       Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
-       Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
-       Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
-       Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
-       Hemoragis retina
-       Epistaksis
-       Gangguan koordinasi, ataksia
g.   Nyeri/kenyamanan

-       Nyeri abdomen samar, sakit kepala

h. Pernapasan
-       Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
-       Takipnea, ortopnea dan dispnea
i.   Keamanan
-          Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon, naftalen
-          Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
-          Transfusi darah sebelumnya
-          Gangguan penglihatan
-          Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
-          Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
-          Limfadenopati umum
-          Petekie dan ekimosis

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4.      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5.      Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6.      Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7.      Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C.    NCP
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Peningkatan perfusi jaringan
KH :
Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

-    AwasiØ tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
-    Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.






-    Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.



-    Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.

-    Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
-    Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
-    Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
-    Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
-    Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.

-    Gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
-    Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
-    Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen


-    Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.




-    Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
2.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.
KH :
-    melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
-    menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
-     Kaji kemampuan ADL pasien.

-     Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot



-     Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.


-     Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
-     Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
-    Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan

-    Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera

-    Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
-    Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru

-    Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH :
-     Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
-     Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
-     Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
-       Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
-       Observasi dan catat masukkan makanan pasien

-       Timbang berat badan setiap hari.


-       Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
-       Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
-       Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

-       Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

-       Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium


-       Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
-       Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
-       Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
-       Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
-       Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
-       Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.


-       Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
-       Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
-       Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
-       Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
4.
Risiko tinggi terhadap infeksi b.d  tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Infeksi tidak terjadi.
KH :
- mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
-  Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien


-  Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
-  Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat

-  Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam


-  Tingkatkan masukkan cairan adekuat





-  Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan



-  Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
-  Amati eritema/cairan luka



-  Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi


-  Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
-  mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
-  menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri

-  menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi
-  meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia
-  membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
-  membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
-  adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

-  indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
-  membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan
-  mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local
5.
Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
KH: Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
-          Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah

-          Auskultasi bunyi usus


-          Awasi intake dan output (makanan dan cairan).



-          Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung



-          Hindari makanan yang membentuk gas
-          Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
-          Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.






-          Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
-          Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
-     Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
-     bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
-     dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet
-     membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare
-     menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
-     mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan








-     serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
-     mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.





-     menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
6.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
KH :
-       Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
-       Mengidentifikasi factor penyebab.
-       Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

-        Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.


-        Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic






-        Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
-        Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.


-        Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya
-        Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan
-        memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
-        ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
-        megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
-        dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien akan tenang dan mengurangi rasa cemas
-        diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

-        mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan


BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
         Penyebab dari anemia aplastik adalah :
a.       Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.      Faktor didapat
-          Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-          Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-          Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
-          Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
-          Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
-          Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
3.2              Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
http://poetriezhuzter.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anemia.html

No comments:

Post a Comment