Pages - Menu

Saturday, February 23, 2013

Askep Hipospadia


BAB I
PENDAHULUAN



A.        LATAR BELAKANG
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada  sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.                     
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.
B.        RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep Pos Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hipospadia/Epispadia?
C.        TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah agar mendapatkan  informasi  dan pemahaman mengenai konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hipospadia/Epispadia.
D.       METODE
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya melalui media literatur perpustakaan dan elektronik.
E.        SISTEMATIKA
Secara umum makalah ini terbagi menjadi tiga bagian diantaranya; BAB I tentang Pendahuluan, BAB II yang berisi Pembahasan dan BAB III tentang kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.        KONSEP DASAR SISTEM REPRODUKSI LAKI-LAKI
1.         Organ reproduksi laki-laki
Genitalia pada laki-laki tidak terpisah dengan saluran uretra, berjalan sejajar pada klamin luar laki-laki. Terdiri atas 3 bagian:
a.         Kelenjar
Yang termasuk kelenjar ialah:
1)       Testis
Kelenjar testis, bentuknya seperti telur, banyaknya dua buah menghasilkan sel mani, dikirim melalui sluran yang terdapat di belakan buah pelir dan melewati sebelah dalam. Di sebelah belakang saluran ini terdapat duktus deferens.
Merupakan organ klamin laki-laki tempat spermatozoa dan hormon laki-laki dibentuk. Terletak menggantung pada urat-urat spermatik didalam skrotum. Sepasang kelenjar yang masing-masing sebesar telur ayam tersimpan didalam skrotum masing-masing di tunika albugenia testis. Di belakang testis, selaput ini agak menebal sehingga membentuk suatu bagian yang disebut mediastium testis. Testit terdiri dari belahan-belahan yang disebut lobulus testis.
Fungsi dari testis adalah membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan ditubulus seminiferus dan menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstisial.
2)       Vesika seminalis
Kelenjar yang panjangnya 5-10 cm. Berupa kantong seperti huruf S berbelok-belok, Vesika sminalis mempunyai saluran yang dinamai duktus vesikula seminalis. Duktus vesikula seminalis ini akan bergabung dengan duktus deferens, Penggabungan dari kedua duktus ini membentuk duktus baru yang bernama duktus ejakulatorius, yang bermuara pada 2 buah kelenjar tubulo alveolar yang terletak dikanan dan kiri di belakang leher kandung kemih, sekretnya yang alkalis bersama dengan cairan prostat merupakan bagian terbesar semen merupakan komponen pokok dari air mani, yang mengandung fruktosa yang merupakan sumber energi untuk spermatozoa. Vesika sminalis bermuara pada duktus deferens pada bagian yang hampir masuk prostat, dindingnya tipis mengandung serabut otot dan mukosa terbagi menjadi ruang-ruang dan lekuk-lekuk dimana penampangnya memperlihatkan gambaran jembatan membran mukosa, fungsinya menghasilkan cairan yang disebut semen untuk cairan pelindung spermatozoa.
3)       Kelenjar prostat
Terletak dibawah vesika urinaria (Bledder/kandung kemih), melekat pada dinding bawah vesika urinaria disekitar uretra bagian bawah dan mengelilinginya. Ukurannya sebesar buah kenari, terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran otot polos. Memproduksi sekret cairan yang bercampur sekret dari testis, terdiri dari 30-40 kelenjar yang terbagi 4 lobus, yaitu: obus posterior, Lobus lateral, Lobus anterior dan Lobus medial.
Fungsinya menambah cairan alkalis pada cairan seminalis berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina.
4)       Kelenjar bulbouretra
Terletak disebelah bawah kelenjar prostat, panjangnya 2-5 cm. Fungsinya hampir sama dengan kelenjar prostat.
b.        Duktus duktuli
Yang termasuk duktus duktuli:
1)       Epididimis
Merupakan saluran yang panjanynya kurang lebih 6 cm terletak disepanjang atas tepi dan belakang dari testis. Terdiri dari kepala/kaput yang terletak diatas kutup testis, badan dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan viseral, lapisan ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal. Epididimis di kelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui duktuli eferentis merupakan bagian dari kaput epididimis. Semen, terdiri dari sekret epididimis, vesika sminalis, dan prostat serta mengandung spermatozoa bergerak dalam semen lingkungan cairan alkalis melindungi dari keasaman. Fungsinya sebagai saluran penghantar testis, mengatur sperma sebelum diejakulasi, dan memproduksi semen.
2)       Duktus seminalis/duktus deferens
Merupakan lanjutan dari epididimis kekanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk kedalam rongga perut terus kevesika urinaria di belakang vesika urinaria akhirnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan membentuk ejakulatorius, dan bermuara di prostat, panjangnya 50-60 cm berjalan bersama pembuluh darah dan saraf dalam funikulus spermatikus melalui kanalis inguinalis memanjang pada bagian akhir berbentuk kumparan di sebut ampula duktus deferentis, terletak dalam osteum vesika seminalis yang berlanjut sebagai duktus ejakulatorius yang menembus prostat.
3)       Uretra
Merupakan saluran kemih pada pria yang sekaligus merupakan saluran ejakulasi ( mani ). Urine tidak keluar ketika ejakulasi karena diatur oleh kegiatan kontraksi prostat.
c.         Bangun penyambung
1)       Skrotum
Merupakan kantong yang menggantung didasar pelvis, dimana sepasang testis berada dalam pembungkus yang di sebut tunika vaginalis yang terbentuk dari peritonium, dibagian depan terletak penis, dibagian belakang terletak anus. Terdiri atas kulit tanpa lemak.
Subkutan berisi sedikit jaringan otot, mengandung banyak pigmen, sebelah dalamnya terdapat kantung yang dipisahkan satu sama lain oleh septum.
2)       Fenikulus spermatika
Merupakan bangun penyambung yang berisi duktus seminalis, pembuluh limfe dan serabut-serabut saraf.
3)       Penis
Terletak menggantung didepan skrotum. Bagian ujungnya di sebut glen penis. Bagian tengahnya disebut korpus penis dan pangkalnya disebut radiks penis, glen penis tertutup oleh kulit korpus penis, kulit penutup ini disebut preputium. Penis terdiri atas jaringan seperti busa dan terletak memanjang, tempat muara uretra dari glen penis adalah prenulum atau kulup.
Penis merupakan jaringan erektil yang satu sama lainnya dilapisi jaringan fibrosa. Jaringan erektil ini terdiri dari rongga-rongga seperti busa, dengan adanya rangsangan seksual, karet busa ini akan dipenuhi darah sebagai vasopresi, hingga terjadi ereksi pada penis. Ereksi ini dipengaruhi oleh otot.
Muskulus iskia kavernosus, muskulus erektor penis, otot-otot ini menyebabkan erektil pada waktu koitus.
Muskulus bulbo kavernosus, untuk mengeluarkan urine. Penis mempunyai 3 buah korpus kavernosa, yaitu; dua buah korpus kavernosus uretra, terletak disebelah punggung atas dari penis. Satu korpus kavernosus uretra, terletak di sebelah bawah dari penis yang merupakan saluran kemih.
Korpus kavernosus penis terdiri dari jaringan yang mengandung banyak sekali pembuluh darah. Pada waktu akan mengadakan hubungan klamin ( koitus ), maka penis akan menjadi besar dan keras oleh karena korpus tersebut. Korpus tersebut banyak mengandung darah, dengan jalan demikian maka spermatozoid dapat dihantarkan sampai pintu vagina.
d.        Hormon pada pria
1)       Hormon gonadotropin
Kelenjar hipofise anterior mengsekresikan dua hormon gonadotropin. Follikle stimulating hormon (FSH), berfungsi pengaturan spermatogenesis, perubahan spermatosid primer menjadi spermatosid sekunder dari kelenjar hipofise anterior agar spermatogenesis berlangsung sempurna. Dan Luteinizing hormon (LH), berfungsi mengurangi sekresi testosteron kembali ketingkat normal untuk melindungi terhadap pembentukan testosteron yang selalu sedikit. Kedua hormon ini penting dalam mengatur fungsi seksual pria.
2)       Testosteron.
Hormon testosteron ini di sekresikan oleh sel interstitial, yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang antara tubulus-tubulus semi niferus pada testis, di bawah rangsangan hormon, juga dinamakan ICSH (interstisial sel stimulating hormon) dari hipofisis. sebagian besar berkaitan dengan protein plasma, beredar dalam darah 15-30 menit, kemudian disekresi. Testosteron dihasilkan pada anak usia 11-14 tahun. Pembentukan ini meningkat dengan cepat pada permulaan pubertas berlangsung hampir seluruh kehidupan. Berkurangnya produksi setelah berumur 40 tahun. Pada umur 80 tahun menghasilkan testosteron kurang lebih 1/5 dari nilai puncak. Testosteron meningkat kecepatan sekresinya oleh beberapa kelenjar terutama pada kelenjar sebasea. Pada wajah menimbulkan jerawat gambaran yang paling sering pada pubertas.
B.        PENGERTIAN
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan di mana meatus uretra eksterna terletak di permukaan ventral penis dan lebih keproksimal dari tempatnya yang normal (ujung glands penis). (Arif Mansjoer. 2000. Hal. 374).
Hipospodia adalah penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis (Sylvia dan Lorraine. 2005 .Hal. 1317).
Hipospadia adalah defek uretral ketika lubang uretra tidak terletak di ujung penis tetapi di bagian ventral penis dimana meatus mungkin terletak di dekat glan, ditengah atau dibawah penis (Adele Pillitteri. 2002. Hal. 420)
Hipospadia adalah kelainan dimana meatus uretra bermuara pada bagian ventral glan penis dimana terdapat malformasi glan dan ditandai dengan adanya chordee (penis berbelok ke arah ventral) (Behrman dan Kliegman. 2000. Hal. 1886)
Hipospodia adalah suatu kondisi letak lubang uretra berada dibawah glan penis atau dibagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang penis (Mary E Muscari. 2005. Hal 357)
Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak dibagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah. 2005. Hal. 288)
Hipospadia adalah suatu kelainan kongenital anormali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atauperineum (Suryadi dan Yuliani. 2001. Hal. 151).
C.        ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang prematur dari sel interstisial testis selain itu etiologi dari penyakit ini dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan, dan hormonal.
D.       PATOFISIOLOGI
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam  15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang pemukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glens untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.

E.        MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinisnya adalah:
1.         Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi
2.         Biasanya terdapat chordee
Adapun klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe; glandural (letak meatus yang salah pada glans), distal pinile (dipertemuan antara batang penis dan glans penis) , penil (disepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum), skrotal (pada skrotum) dan perineal (pada perineum). Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal dimana meatus terletak di ujung batang penis atau di glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum, atau perineum.

F.        EVALUASI DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan jenis kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain dicurigai. Namun dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami kelainan
G.        PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.         Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
2.         Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
3.         Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar.
H.       KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1.         Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2.         Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3.         Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
1.         Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi
2.         Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis
3.         Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
4.         Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %
5.         Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang
6.         Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.        PENGKAJIAN
1.         Pengkajian
1.        Genitouria
Praoperasi
   Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1)       pemeriksaan genitalia
2)       tidak ada kulit katan (foreksin) ventral
3)       palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal.
4)       Kaji fungsi perkemihan
5)       Adanya lekukan pada ujung penis
6)       Glans penis berbentuk sekop
7)       Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
8)       Terbukanya urethral pada ventral (hypospadias)
Pascaoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1)       Pembengkakan penis
2)       Perdarahan pada sisi pembedahan
3)       Disuria
2.        Neurologis
1)       Iritabilitas
2)       Gelisah
3.        Kaji riwayat kelahiran (adanya anomali konginetal, kondisi kesehatan)
4.        Head to toe
1)       Perhatikan adanya penis yang besar kemungkinan terjadi pubertas yang terlalu dini
2)       Pada anak yang obesitas penis dapat ditutupi oleh bantalan lemak di atas simpisis pubis
3)       Pada bayi, prepusium mengencang sampai usia 3 tahun dan tidak boleh diretraksi
4)       Palpasi abdomen atau melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal
5)       Perhatikan lokasi pada permukaan dorsal atau ventral dari penis kemungkinan tanda genetalia ganda
6)       Kaji fungsi perkemihan
7)       Kaji adanya lekukan pada ujung penis
8)       Jika mungkin, perhatikan kekuatan dan arah aliran urin.
9)       Perhatikan skrotum yang kecil dekat perineum dengan adanya derajat pemisahan garis tengah
10)  Rugae yang terbentuk baik menunjukkan turunya testis.
11)  Kaji adanya nyeri urinasi, frekuensi, keraguan untuk kencing, urgensi, urinaria, nokturia, poliuria, bau tidak enak pada urine, kekuatan dan arah aliran, rabas, perubahan ukuran skrotum
5.        Diskusikan pentingnya hygiene
6.        Kaji faktor yang mempengaruhi respon orang tua pada penyakit anak dan keseriusan ancaman pada anak mereka
1)       Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan tindakan
2)       Ketersediaan sistem pendukung
3)       Kekuatan ego pribadi
4)       Kemampuan koping keluarga sebelumnya
5)       Stress tambahan pada sistem keluarga
6)       Keyakinan budaya dan agama
7.        Kaji pola komunikasi antaranggota keluarga
1)       Menurunnya komunikasi pada anak, ekspresi, dan kontrol impuls dalam penyampaian penyaluran perasaan
2)       Anak dapat merasa terisolasi, bosan, gelisah, adanya perasaan malu terhadap teman sebaya
3)       Dapat mengekspresikan marah dan agresi
B.        DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahn dan perawatan setelah operasi
2.         Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter menetap
3.         Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4.         resiko injuri berhubungan dengan pemesangan kateter atau pengangkatan kateter
5.         kecemasan orang tua berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
C.        INTERVENSI
DIAGNOSA 1
1.         Kaji tingkat pemahaman orang tua
2.         Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan kateter menetap, mempertahan kan kateter dan perewatan kateter, pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urin; warna, kejernihan dan perdarahan
3.         Jelaskan tentang pengobatan yang di berikan: efek samping dan dosis serta waktu pemberian
4.         Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis
5.         Ajarkan orang tua untuk partisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi
DIAGNOSA 2
1.         Pertahankan kantong drainase kateter di bawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut
2.         Gunakan tekhnik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter.
3.         Pantau urin anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
4.         Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangnya 60ml/jam
5.         Beri obat antibiotik profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi
DIAGNOSA 3
1.         Berikan analgesik sesuai program
2.         Perhatikan posisi kateter tepat atau tidak
3.         Monitor adanya ”kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
4.         Atur posisi tidur anak
DIAGNOSA 4
1.         Fiksasi kateter pada penis anak dengan memakai balutan dan plester
2.         Gunakan restrain atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah
3.         Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter dan penis
DIAGNOSA 5
1.         Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang ketidak sempurnaan fisik anak
2.         Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
3.         Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
4.         Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
D.       IMPLEMENTASI
Iimplementasi disesuaikan dengan intervensi.


E.        EVALUASI
1.         Orang tua memahami tentang hipospadi dan alasan pembedahn, serta orang tua akan aktif dalam perwatatn setelah operasi
2.         Anak tidak mengalami infeksi yang di tandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,8 c
3.         Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang di tandai dengan tidak ada tangisan, kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri
4.         Anak tidak mengalami injuri yang di tandai oleh anak dapat mempertahankan penempatan kateter urin yang benar sampai di angkat oleh perawat atau dokter
5.         Rasa cemas orang tua menurun yang di tandai dengan pengungkapan perasaan mereka tentang adanya kecacatan pada genitalia anak



BAB IV
PENUTUP
A.        KESIMPULAN
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra
B.        SARAN
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia/Epispadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif

DAFTAR PUSTAKA

Berhman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical Pathways. Jakarta: EGC.
Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan.

No comments:

Post a Comment