Pages - Menu

Saturday, February 23, 2013

KTI KONSEP DIRI PADA PASIEN GANGRENE

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur.
Adapun dampak dari diabetes mellitus adalah gangrene. Gangrene didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).

Menurut data yang diperoleh di RSUD R. Syamsudin SH Kota Sukabumi, pada tahun 2010 pasien yang dirawat dengan diagnosa gangrene dengan riwayat diabetes mellitus sebanyak 70 orang, dan pada tahun 2011 dari Januari hingga Juli terdapat 35 orang pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus.
Luka gangrene merupakan luka yang membutuhkan waktu lama dalam proses penyembuhannya, Sehingga respon yang ditimbulkan oleh masing – masing klien berbeda hal ini dipengaruhi oleh makanisme koping individu terhadap konsep dirinya. Salah satu contoh berdampak psikologis dari luka gangrene antara lain pasien merasa malu, rendah diri, dan tidak dapat menerima keadaannya.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen 1991).
Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum perubahan konsep diri sangat mungkin terjadi terutama pada klien yang mengalami penyakit diabetes melitus dengan luka gangrene. Sebagaimana yang telah kita ketahui diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang komplek dan tidak dapat disembuhkan tetapi dengan pengobatan, diet dan latihan yang teratur klien diabetes melitus dapat hidup dengan normal.
Berdasarkan hasil wawancara pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di ruang teratai, 2 dari 3 pasien yang diwawancarai pasien merasa malu, rendah diri, dan tidak dapat menerima keadaannya.

Persepsi individu terhadap luka gangrene dan proses penyakit serta sistem pendukung yang dimiliki individu, banyaknya kasus diabetes mellitus dengan luka gangrene dan berbagai respon yang ditimbulkannya terutama gambaran konsep diri yang berhubungan dengan luka gangrene.

B.     Perumusan dan Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi?”

C.     Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Mengetahui gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
2.    Tujuan Khusus
a.    Diketahuinya Gambaran diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
b.    Diketahuinya Ideal diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
c.    Diketahuinya Harga diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
d.   Diketahuinya Peran pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
e.    Diketahuinya Identitas pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

D.    Manfaat Penelitian
         a.       Manfaat bagi Klien
Lebih termotivasi untuk lebih menjaga pola kebiasaan sehari-hari sehingga proses penyembuhan luka gangrene lebih efektif dan klien lebih percaya diri dengan keadaannya.
b.      Manfaat bagi Perawat / Institusi 
Data dari gangguan konsep diri pada klien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus dapat dijadikan informasi untuk merancang perencanaan dan intervensi dalam asuhan keperawatan yang tepat, guna menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan motivasi bagi klien sehingga proses penyembuhan dapat berjalan efektif.
c.       Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus serta menambah pengalaman dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep diri
1.      Definisi
Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.(Stuart & Sudeen:1998). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Suliswati : 2005). Konsep diri adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya, perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh (Farida & Yudi:2010). Secara umum, konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita memandang diri kita secara utuh, meliputi: fisik, intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi, spiritual, dan pendirian.

2.      Komponen konsep diri
a.    Gambaran Diri adalah sikap seseorang terhadap timbulnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
b.    Ideal Diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi.
c.    Harga Diri adalah penilain pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
d.   Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
e.    Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari tiga variable bebas dapat terjadi krisis yaitu menerima kondisnya, semua aspek kondisi diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

3.      Faktor predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut: (Stuart & Sundeen:1998 )
a.        Faktor yang mempengaruhi  harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realisti.
b.      Faktor yang mempengaruhi  penampilan peran adalah streotipik peran seks, tuntunan peran kerja, dan harapan peran kultural.
c.       Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,dan perubahan dalam struktur sosial.

4.      Rentang respons konsep diri
Menurut stuart & sundeen rentang respon konsep diri adalah sebagai berikut:
a.       Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
1)      Mengeritik diri sendiri dan atau orang lain
2)      Penurunan produktivitas
3)      Perasaan tidak mampu
4)      Gangguan dalam berhubungan
5)      Rasa bersalah
6)      Keluhan fisik
7)      Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
8)      Menarik diri secara sosial
9)      Menarik diri dari realitas
10)  Penolakan terhadap kemampuan personal

b.      Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
1)      Tidak ada kode moral
2)      Sifat kepribadian yang bertentangan
3)      Perasaan hampa
4)      Kerancuan gender
5)      Ketidakmampuan untuk empati kepada orang lain
6)      Perasaan mengambang tentang diri sendiri
7)      Tingkat ansietas yang tinggi
c.       Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi
Afektif :
1)      Mengalami kehilangan identitas
2)      Perasaan terpisah dari diri sendiri
3)      Perasaan tidak realistis
4)      Kurang rasa kesinambungan dalam diri
5)      Perasaan tidsak aman, rendah, takut, malu
6)      Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu
Perseptual :
1)      Halusinasi pendengaran dan penglihatan
2)      Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
3)      Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
4)      Gangguan citra tubuh
Kognitif :
1)      Bingung
2)      Disorientasi waktu
3)      Gangguan berfikir
4)      Gangguan daya ingat
5)      Gangguan penilaian
6)      Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama
Perilaku :
1)      Afek yang tumpul
2)      Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon
3)      Komunikasi yang tidak serasi
4)      Kurang spontanitas dan animasi
5)      Kehilangan kemampuan un tuk memulai dan membuat keputusan
6)      Menarik diri secara sosial

5.      Gangguan konsep diri
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif.
a.       Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah peubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sanngat mungkin terjadi. Stressor pada tiap perubahan adalah perubahan ukuran tubuh, berat badan yang turun akibat penyakit, perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus. Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai dengan pemasangan alat di dalam tubuh. Perubahan fungsi berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh ialah keterbatasan gerak, makan, kegiatan. Makna dan objek yang sering kontak, penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain).
Tanda dan gejala ganguan citra tubuh :
1)      Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2)      Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi / akan terjadi
3)      Menolak penjelasan perubahan tubuh
4)      Persepsi negatif pada tubuh
5)      Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6)      Mengungkapkan keputusan
7)      Mengungkapkan ketakutan
b.      Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terdapat hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1)   Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya
2)   Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
c.       Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1)   Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
a)    Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal).
b)   Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat / sakit / penyakit.
c)    Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2)   Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diiri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit / dirawat klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
1)      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
2)      Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3)      Merendahkan martabat
4)      Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri
5)      Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan.
6)      Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram mungkin kllien ingin mengakhiri kehidupan.
d.      Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah perubahan atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
1)        Peran dalam keluarga
2)        Peran dalam pekerjaan / sekolah
3)        Peran dalam berbagai kelompok
4)        Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1)        Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2)        Ketidakpuasan peran
3)        Kegagalan menjalnkan peran yang baru
4)        Ketegangan menjalankan peran yang baru
5)        Kurang tanggung jawab
6)        Apatis / bosan / jenuh dan putus asa
e.       Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan / ketidakpastian memandang diri sendiri penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas dapat terganggu, karena :
1)   Tubuh klien di kontrol oleh orang lain
2)   Ketergantunagan pada orang lain
3)   Perubahan peran dan fungsi
Tanda dan gejala yang dapat di kaji :
1)   Tidak ada percaya diri
2)   Sukar mengambil keputusan
3)   Ketergantungan
4)   Masalah dalam hubungan interpersonal
5)   Ragu / tidak yakin terhadap keinginan
6)   Projeksi (menyalahkan orang lain)

6.      Faktor resiko penyimpangan konsep diri
a.       Personal Identity Disturbance
1)   Perubahan perkembangan
2)   Trauma
3)   Ketidaksesuaian gender
4)   Ketidaksesuaian kebudayaan
b.      Body Image Disturbance
1)   Kehilangan salah satu fungsi tubuh
2)   Kecacatan
3)   Perubahan perkembangan
c.       Self Esteem Disturbance
1)   Hubungan interpersonal yang tidak sehat
2)   Gagal mencapai perkembangan yang penting
3)   Gagal mencapai tujuan hidup
4)   Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
5)   Perasaan tidak berdaya
6)   Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
7)   Perasaan tidak berdaya
d.      Altered Role Perpormance
1)   Kehilangan nilai peran
2)   Dua harapan peran
3)   Konflik peran
4)   Ketidakmampuan menemukan peran yang diinginkan.

B.     Diabetes Mellitus
1.      Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormon yang diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. (Brunner & Suddarth, 2001)
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).

2.      Etiologi
a.    Dibetes Mellitus tipe I
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi factor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
1)        Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kea rah terjadinya dibetes tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2)        Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3)        Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemingkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang mengatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b.    Diabetes Mellitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
1)   Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2)   Obesitas
3)   Riwayat keluarga
4)   Kelompok etnik (di Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)


3.      Tipe Diabetes Mellitus
a.       Tipe I Yaitu Diabetes Melitus tergantung insulin atau insulin dependent Diabetes Melitus (IDDM) pada Diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun sebagai akibat penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
b.      Tipe II yaitu Diabetes Melitus tidak tergantung insulin atau non insulin dependent Diabetes Melitus (NIDDM), terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin Diabetes tipe ini biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, pasien wanita lebih banyak dari pada pria.
c.       Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya sebagai berikut :
1)            Penyakit pankreas
2)            Penyakit hormonal
3)            Kelainan reseptar insulin
4)            Sindrom genetik tertentu
5)            Sirosic hepatic
d.      Diabetes melitus gestasional ( gtestasional diabetes melitus [GDM]) Diabetes tipe in terjadi pada wanita selama kehamilannya yang sebelumnya tidak menderita diabetes, terjadi sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan.

4.      Patofisiologi
Insulin yang dikeluarkan oleh sel β dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu massuknya glukosa ke dalam sel glukosa di metabolismekan menjadi tenaga. Pada diabetes jenis IDDM insulin tidak ada sumber pembuluh darah yang berarti kadar glukosa dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel. Pada keadaan lain yaitu NIDDM jumlah insulin normal atau mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan tidak ada sumber energi didalam sel sehingga berakibat sel-sel lapar, badan lemah, terjadinya pemecahan lemak protein dan glikogen sehingga plasma meningkat dan glukonegenesis meningkat, selanjutnya terjadi glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Osmolaritas meningkat menyebabkan cairan intrasel ditarik ke pembuluh darah, sel menjadi dehidrasi dengan adanya reflek automegulasi. Timbul rasa haus yang akhirnya timbul polidipsi bila kadar glukosa urine (Glukosuria) reabsorpsi air dan elektrolit menurun, sehingga terjadi diuresis (poliuri).
  
5.      Komplikasi
Komplikasi akut merupakan keadaan yang harus ditangani segera yang termasuk komplikasi akut adalah hipoglikemi dan ketoasidosis hipoglikemi yaitu suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Keadaan yang dapat menyebabkan hipoglikemia akibat pengobatan diabetes insulin maupun anti diabetes oral sesudah olahraga, sesudah melahirkan sembuh dari penyakit berat badan menurun.
Ketoasidosis merupakan keadaan gawat yang menyebabkan karena meningkatnya keasamaan tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi insulin.

C.     Luka Gangrene
1.    Definisi
Gangrene didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).



2.    Tanda dan gejala
Gejala Umum Penderita dengan gangrene diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat.
Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.

3.    Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

4.    Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara doker, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.
Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik:
a.    Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan
b.    Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki
c.    Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki
d.   Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer
e.    Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
f.     Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :
1)      Hindari kebiasaan merokok
2)      Hindari bertumpang kaki duduk
3)      Lindungi kaki dari kedinginan
4)      Hindari merendam kaki dalam air dingin
g.      Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu
h.    Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal
i.      Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream

5.    Pengobatan
Pengobatan dan perawatan Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan.
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
a.       Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b.      Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c.       Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
d.      Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.
Selain pengobatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.

6.    Dampak gangren terhadap fisik dan pisikis
a.    Fisik
1)   Adanya luka yang membusuk dan bau
2)   Tubuh menjadi lemas
b.    Psikis
1)   Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).


DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan medika-bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.

Hidayat, A azis alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi kedua. Jakarta : Salemba Medika.

Kusumawati, farida dan Hartono,yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:  Salemba Medika.

Notoatmodjo, soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : salemba Medika.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Stuart.GW. and Sundeen.S,J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi: 3. Jakarta: EGC.

Suliswati. (2005) . Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. 

No comments:

Post a Comment