Pages - Menu

Monday, March 4, 2013

Maternal caffein intake during pregnancy and risk of fetal growth restriction


RINGKASAN ARTIKEL PENELITIAN

Penelitian berjudul Maternal caffein intake during pregnancy and risk of fetal growth restriction, dilakukan oleh kelompok studi keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan intake kafein dengan keterlambatan pertumbuhan janin menggunakan desain penelitian studi obeservasional logitudinal prospektif.
Penelitian dilakukan di unit kebidanan 2 rumah sakit besar di UK (Leeds dan Leicester) dengan 2635 partisipan wanita hamil risiko rendah dengan usia kehamilan 8 – 12 minggu dari September 2003 – Juni 2006.  Kriteria inklusi meliputi usia 18 – 45 tahun dan kehamilan tunggal yang diakurasi dengan pemeriksaan USG. Sedangkan kriteria eksklusi adalah perempuan dengan yang menderita gangguan medis, gangguan psikiatrik, infeksi HIV, atau infeksi hepatitis B.
Jumlah intake kafein total diukur dari 4 minggu sebelum konsepsi dan selama hamil dengan menggunakan instrumen pengkajian kafein yang telah valid. Paruh waktu kafein ditentukan dengan pengukuran kafein dalam saliva setelah konsumsi kafein. Merokok dan alkohol dikaji melalui status laporan dan pengukuran konsentrasi kotinin saliva.
Hasil pengukuran menunjukan keterlambatan perkembangan janin, seperti ditemukan dalam perseratus berat lahir, ditambah intake alkohol dan konsentrasi kotinin saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi kafein selama hamil berhubungan dengan peningkatan risiko keterlambatan perkembangan janin. Ada hubungan keeratan antara waktu intake kafein dengan keterlambatan pertumbuhan janin.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehadiran bayi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan seorang perempuan. Perempuan yang ingin mempunyai anak perlu merencanakan kehamilan dengan tenaga kesehatan sedini mungkin. Proses awal perencanaan ini disusun untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi janin dan mencegah cacat lahir dan masalah kehamilan, yang disebut sebagai rencana kehamilan. Issue yang berhubungan dengan rencana kehamilan meliputi nutrisi, vitamin, berat tubuh, latihan, menghindari obat-obatan dan alkohol, imunisasi, dan konseling genetik.
Nutrisi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehamilan. Status nutrisi maternal merupakan faktor yang sangat penting karena berpotensi untuk berubah dan nutrisi yang baik sebelum dan selama hamil membantu mencegah berbagai masalah dalam kehamilan. Masalah-masalah ini termasuk juga berat lahir rendah dan preterm janin.
Pentingnya nutrisi yang tepat sebelum dan selama hamil telah didokumentasikan sejak beberapa waktu lalu. Ditunjukkan bahwa intake nutrisi yang adekuat dapat mencegah cacat lahir, menyehatkan ibu dan janin, serta memudahkan kehamilan dan persalinan. Nutrisi tidak saja diperoleh dari makanan namun juga asupan yang diperoleh dari minuman. Asupan yang perlu dihindari selama periode hamil ini adalah kafein.
Banyak perempuan mengkonsumsi kafein dari minuman dan makanan secara kebetulan ataupun tidak disadari. Kafein tidak hanya diperoleh dari kopi, tapi juga dari teh, soda dan coklat atau bahkan dari obat-obatan tertentu.  Secara nyata, sistem sarat pusat menstimulasi peningkatan denyut jantung, produksi urin dan sekresi asam (Dudek, 2001 dalam Pilliteri, 2003).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa konsumsi kafein selama hamil berhubungan dengan komplikasi dalam kehamilan seperti intrauterine growth retardation dan aborsi spontan (Mograw-Chaffin, Cohn, Cohen, Christianson, 2007). Uraian di atas memberikan dasar bagi penyusun untuk membahas lebih lanjut mengenai intake kafein selama masa kehamilan dan risiko terhadap keterlambatan perkembangan janin.

B.     Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membahas asupan kafein maternal selama masa kehamilan dan risiko terhadap keterlambatan perkembangan janin.

C.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah meliputi ringkasan artikel, pendahuluan, analisis pustaka, pembahasan serta simpulan dan saran.


BAB II
ANALISIS PUSTAKA
Kafein merupakan xenobiotik yang banyak dikonsumsi selama hamil, yang mana berpotensi menimbulkan efek yang kurang baik terhadap perkembangan unit fetoplasental. Stimulan ini ditemukan secara alami pada biji kopi, daun teh, biji coklat, kacang-kacangan kola serta tambahan pada soft drink, makanan dan obat-obatan. Produk dengan rasa kopi seperti yoghurt dan es krim mengandung kafein, seperti juga produk-produk seperti sirup coklat dan coklat panas. Segelas kopi mengandung 100 sampai 250 mg kafein. Teh hitam yang dimasak 4 menit mengandung 40 sampai 100 mg, sedangkan teh hijau mengandung 1 sampai tiga kali kafein teh hijau.
Sejumlah kafein terkandung dalam berbagai jenis makanan dan minuman. Banyak jenis kopi atau teh, bagaimana disajikan, jenis kacang-kacangan atau daun, dan gaya penyajian (espresso, latte dan lainnya) juga mengandung kafein. Kafein merupakan jenis alkaloid yang dimetabolisme liver dan sisa-sisa pemecahan diekskresikan melalui ginjal.
Pada wanita dengan kontrasepsi oral, rata-rata pembuangan kafein dari tubuh berlangsung lebih lambat. Kehamilan menurunkan kemampuan perempuan untuk memproses kafein dari biasanya. Paruh waktu kafein pada orang dewasa berkisar 3 sampai 4 jam. Pada kondisi hamil berlangsung sekitar 18 jam. Dengan dosis 100 sampai 200 mg, kafein meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan meningkatkan konsentrasi. Dosis 250 sampai 700 mg/hari kafein dapat menyebabkan kecemasan, insomnia, kegelisahan dan hipertensi.
Efek dari kafein adalah sebagai diuretik dan meningkatkan urinasi. Menstimulasi sekresi insulin yang mana menurunkan serum glukosa dan meningkatkan rasa lapar. Kafein membantu menghilangkan nyeri kepala, dan sejumlah tertentu terkandung dalam obat-obatan seperti aspirin dan beberapa analgesik.
Kafein dipertimbangkan memiliki resiko tertentu selama kehamilan. Jumlah kafein yang diperbolehkan untuk dikonsumsi selama masa kehamilan masih dalam perdebatan, ada bukti yang menunjukkan sejumlah kecil kafein dapat mempengaruhi janin. Orang dewasa memiliki kemampuan untuk memecah kafein dengan cepat, namun tidak demikian halnya dengan janin yang masih berkembang. Hal ini berarti kafein akan disimpan dalam darah janin untuk waktu yang lama dan mungkin berbahaya dalam tingkat yang cukup tinggi.
Secara mudah kafein akan melewati plasental; konsentrasi darah janin dan jaringan sebanding dengan konsentrasi maternal. Perjalanan kafein berlangsung lambat selama kehamilan, dan pada trimester dua dan tiga waktu paruh kafein tiga kali dibandingkan dengan perempuan yang tidak hamil. Dengan demikian, janin mempunyai tingkat metabolisme kafein yang rendah. Peningkatan kadar kafein mempengaruhi perkembangan sel; sehingga meningkatkan tingkat sirkulasi katekolamin yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasental dengan cara vasokonstriksi.
Kafein juga mempengaruhi aspek lain kesehatan janin. Diketahui bahwa adanya peningkatan rata-rata denyut jantung janin dan mungkin mempengaruhi gerakan janin dalam uterus. Kafein yang merupakan diuretik juga berdampak terhadap nutrisi yang diperoleh janin dari ibu. Intake kafein dapat menyebabkan berkurangnya absorpsi besi dan kalsium sehingga mengganggu perkembangan janin secara keseluruhan.
Setelah 200 mg kafein dicerna, aliran darah dalam plasenta menurun 25%. Sitokrom P450 1A2, enzim dasar yang terlibat dalam metabolisme kafein, tidak ditemukan dalam plasenta dan janin. Sejumlah kafein dan metabolit dapat masuk ke dalam unit fetoplasental sehingga bergantung pada metabolisme kafein maternal, yang mana memperlihatkan variasi pada setiap individu karena faktor genetik dan lingkungan seperti nikotin. Berbagai aktifitas metabolik kafein ditemukan lebih berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin dibandingkan konsentrasi kafein dalam darah.

BAB III
PEMBAHASAN

Committee on Toxicity of Chemical in Food (2001, dalam BMJ, 2009) menyimpulkan bahwa intake kafein lebih dari 300 mg/hari berhubungan dengan rendahnya berat lahir dan keguguran, namun fakta-fakta kurang membuktikan. Hal ini mungkin disebabkan adanya ketidaktepatan hasil yang meliputi kurang akuratnya pengukuran konsumsi kafein, termasuk asumsi bahwa teh dan kopi hanya satu-satunya sumber kafein, pengkajian retrospektif  intake kafein, pengkajian berdasarkan trimester individu dibandingan sepanjang kehamilan, kegagalan untuk memenuhi variasi metabolisme kafein, kontrol yang tidak adekuat terhadap faktor-faktor yang ditemukan seperti konsumsi alkohol dan merokok, dan ketidaksamaan hasil pengukuran primer.
Penelitian lain menyebutkan bahwa intake kafein pada maternal berhubungan dengan penurunan berat lahir, namun besarnya intake tepat yang meningkatkan risiko tidak diketahui. Intake kafein, antara lain kebiasaan, selama hamil telat menjadi perdebatan diantara masyarakat medis. Beberapa ahli kandungan menyarankan perempuan hamil untuk menahan diri untuk minum apapun yang mengandung kafein selama hamil, sementara yang lain memperbolehkan jika dikonsumsi sekali-kali.
Sebagian penelitian menemukan bahwa terlalu banyaknya kafein yang dikonsumsi dapat menyebabkan kelahiran preterm atau rendahnya berat lahir bayi. Sementara penelitian lain menemukan hal yang sebaliknya, bahwa minuman berkafein yang dikonsumsi selama hamil tidak mempengaruhi janin selama hamil. Oleh karena itu, penelitian menyeluruh efek kafein pada pertumbuhan janin yang harus melibatkan pengkajian metabolisme kafein.
Dalam pengujian hubungan intake kafein maternal terhadap pertumbuhan janin, kelompok studi keperawatan menggunakan alat pengkajian untuk menghitung intake kafein total, dari berbagai sumber, termasuk selama hamil. Dengan menggunakan data ini, dan memasukkan penghitungan variasi metabolisme kafein individu, peneliti mempertahankan batas maksimal penggunaan kafein secara aman dengan memperhatikan dampak merugikan terhadap kehamilan (khususnya gangguan pertumbuhan janin).
Intake kafein diperkirakan dengan menggunakan alat pengkajian kafein yang telath divalidasi, kuisioner dirancang di University of Leeds, untuk merekam kebiasaan intake kafein sebelum dan selama hamil. Informasi dalam kuisioner meliputi perkiraan kandungan kafein dari berbagai sumber diet dan obat serta kemungkian temuan seperti merokok, intake alkohol, dan mual. Tercatat beberapa merk khusus, ukuran, metode penyajian, kuantitan dan frekuensi intake dari periode kehamilan yang berbeda. Selain itu diperoleh kandungan kafein dari masing-masing item dari laporan yang dipublikasikan, pabrik, dan kopi rumahan.
Tiga alat pengkajian diatur melalui anggota klinis penelitian dan kebidanan penelitian untuk menentukan intake kafein dalam kehamilan; pertama, pengaturan rekruitment oleh peneliti, meliputi aspek recall intake kafein dari 4 minggu sebelum hamil sampai rekruitmen usia kehamilan 8-12 minggu; kedua, mencakup usia kehamilan 13-28 minggu; dan ketiga, meliputi periode kehamilan 29-40 minggu.
Dari partisipan diperoleh sampel saliva untuk dilakukan analisa di Unit Epidemiologi Molekuler.  Diperoleh salivary caffeine dan salivary cotinine. Sedangkan untuk informasi mengenai kehamilan dan detil persalinan diperoleh dari data elektronik maternity yang meliputi usia kehamilan saat persalinan, berat lahir dan jenis kelamin bayi.
Rata-rata intake kafein selama kehamilan adalah 159/hari. Menurun dari 238 mg/hari sebelum hamil hingga 139 mg/hari pada kehamilan 5 dan 12 minggu dan akhirnya sampai trimester tiga meningkat 153 mg/hari. Sekitar 62% asupan kafein diperoleh dari teh. Sumber lain seperti kopi (14%), minuman kola (12%), coklat (8%), dan soft drinks (2%). Coklat panas, minuman berenergi, dan minuman beralkohol berkontribusi 2%, 1% dan <1%. Penggunaan obat-obatan diabaikan dalam penghitungan intake kafein.
Hubungan antara intake kafein dalam kehamilan dengan keterlambatan pertumbuhan janin memperlihatkan tren yang signifikan seiring peningkatan intake kafein. Dibandingkan dengan intake kafein kurang dari 100 mg/hari, ada peningkatan keterlambatan pertumbuhan bayi sebesar 1.2 untuk intake 100-199 mg/hari. Konsumsi kafein lebih dari 200 mg/hari berhubungan dengan penurunan berat lahir sekitar 60-70 gram. Peningkatan intake kafein sebesar 30 mg/hari meningkatkan resiko.
Penelitian lain menunjukkan konsumsi kafein hampir setengah kali di awal kehamilan (dari 25 mg/hari sebelum hamil menjadi 150 mg/hari di trimester awal). Rata-rata intake kafein yang direkomendasikan Food Standards Agency UK dan USA selama hamil adalah lebih rendah dari 300 mg/hari. Beberapa studi berkesimpulan bahwa intake kafein lebih dari 300 mg/hari berhubungan dengan berat lahir rendah atau keterlambatan pertumbuhan janin. Studi ini menemukan dan mendapatkan hubungan yang alami.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Kafein terkandung tidak hanya dalam kopi dan teh saja, tetapi banyak makanan dan minuman di dalamnya terkandung kafein. Konsumsi kafein sebelum dan selama masa hamil berhubungan dengan peningkatan resiko keterlambatan pertimbuhan janin. Batas minimal konsumsi kafein untuk tidak terjadinya risiko adalah kurang dari 100 mg/hari.
Pada perempuan yang merencanakan mempunyai anak disarankan untuk membatasi intake kafein dari makanan ataupun minuman sebelum terjadinya konsepsi. Jika memang kehamilan telah terjadi, sebisa mungkin berusaha untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi konsumsi kafein.


DAFTAR PUSTAKA

Kelompok studi. (2008). Maternal caffeine intake during pregnancy and risk of fetal growth restriction: a large prospective observational study. British Medical Journal.  Diperoleh tanggal 1 Maret 2009 dari http://www.bmj.com/cgi/reprint/337/nov03_2/a2332

Nomoi, N., Tinney, J.P., Jiu, L.J., Elshershari, H., et al. ((2008). Modest maternal caffeine exposure affect developing embryonic cardiovascular function and growth. American Journal of Physiology: Heart and circulatory physiology. Diperoleh tanggal 13 Mei 2009 dari http://proquest.umi.com/pqdweb/index=4&sid=4&srchmode=1&vinst

Pillitteri, A. (2003). Maternal and child health nursing: Care of childbearing and childbearing family. Philadelphia: Lippincott.

Schorr, M. (2003). Moderate caffeine consumption before pregnancy shows little effect on birth defects. Medscape medical news. Diperoleh tanggal 12 Mei 2009 dari http://www.medscape.com/viewarticle/464711

Wong, D.L., Perry, S.E., Hockenberry, M.J. (2002). Maternal child nursing care. St. Louis: Mosby.



No comments:

Post a Comment