Pages - Menu

Saturday, March 9, 2013

Askep Acute Myeloid Leukimia (AML)


TINJAUAN TEORI

           1.      DEFINISI
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan).  AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut

            2.      PENYEBAB
Seperti halnya  leukemia jenis ALL (Acute Lymphoid Leukemia), etiologi AML sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan adalah :
           1)      Faktor endogen
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada pasien yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).
           2)      Faktor eksogen
Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen, preparat Sulfat), infeksi (virus, bakteri).

           3.      TANDA DAN GEJALA
1)      Hipertrofi ginggiva
2)      Kloroma spinal (lesi massa)
3)      Lesi nekrotik atau ulserosa perirekal
4)      Hepatomegali dan splenomegali (pada kurang lebih 50% pasien)

           Manifestasi klinik seperti AML , yaitu
1)      Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)
2)      Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.
3)  Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).

4    PATOFISIOLOGI
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia  tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.   Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.

            4.      KOMPLIKASI
1)      Gagal sumsum tulang
2)      Infeksi
3)      Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4)      Splenomegali
5)      Hepatomegali

           5.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)  Hitung darah lengkap (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari 10.000/mmsaat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mmadalah tanda prognosis kurang baik pada pasien sembarang umur.
2)      Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3)      Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4)      Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.
5)      Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6)      Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7)      Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

           6.      PENATALAKSANAAN
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada pasien. Proses remisi induksi pada pasien terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) pasien menerima berbagai agens kemoterapi untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2-3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem syaraf pusat dan organ vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia pasien-pasien adalah prednison, vinkristin, asparaginase, metrotreksat, merkaptopurin, sitarabin, alopurinol, siklofosfamid, dan daunorubisin.



KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
            A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN (FOKUS)
1.      Kaji adanya manifestasi klinik AML (kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal, dll)
2.      Kaji reaksi pasien terhadap kemoterapi : diare, anoreksia, mual, muntah, retensi cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus mulut, alopesia, nyeri, dll
3.      Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan leukosit, demam, peningkatan LED
4.      Kaji adanya tanda dan gejala hemoragi
5.      Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens radiasi, gejala SSP, lisis sel.
6.      Kaji koping pasien dan keluarga.

           B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
           1.      Gangguan perfusi jaringan b.d produksi SDM terganggu
           2.      Intoleransi aktifitas b.d kelemahan akibat anemia
           3.      Gangguan kenyamanan (Nyeri) b.d proliferasi pada tulang
           4.      Resiko syok hipovolemik b.d hemtopoeisis terganggu dan perdarahan
           5.      Resiko injuri b.d gangguan neurologis
           6.      Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh
           7.      Resiko tinggi perubahan nutrisi b.d infiltrasi pada hati

          C.     INTERVENSI KEPERAWATAN AML
1.      Gangguan perfusi jaringan b.d produksi SDM terganggu
Tujuan      : Perfusi jaringan kembali adekuat
Kriteria     :
*        Masukan dan haluaran seimbang
*        Haluaran urin 30 ml/jam
*        Kapileri refill < 2 detik
*        Tanda vital stabil
*        Nadi perifer kuat terpalpasi
*        Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a.       Awasi tanda vital
b.      Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c.       Catat perubahan tingkat kesadaran
d.      Pertahankan masukan cairan adekuat
e.       Evaluasi terjadinya edema
f.       Kolaborasi :
q        Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
q        Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
q        Berikan cairan hipoosmolar

2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan      : Terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria     :
*      Peningkatan toleransi aktivitas
*      Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
*      TTV normal
Intervensi :
a.       Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
b.      Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
c.       Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
d.      Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
e.       Berikan O2 sesuai indikasi
f.       Ajarkan teknik penghematan energy, missal : lebih baik duduk daripada berdiri, mandi menggunakan kursi

3.      Gangguan kenyamanan (Nyeri) b.d proliferasi pada tulang
Tujuan      : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
Kriteria     :
*      Nyeri hilang
*      Skala nyeri 0 dari (0-5)
*      Klien tampak tenang
Intervensi :
a.       Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
b.      Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
c.       Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
d.      Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
e.       Kolaborasi :
q        Awasi kadar asam urat
q        Berika obat sesuai indikasi : Analgesik (asetaminofen), Narkotik (kodein, Meperidin, Morfin, Hidromorfon), Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)

4.      Resiko syok hipovolemik b.d hemtopoeisis terganggu dan perdarahan
Tujuan      : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi
Kriteria     :
*      Volume cairan adekuat
*      Mukosa lembab
*      Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
*      Nadi teraba
*      Haluaran urin 30 ml/jam
*      Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a.       Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan. Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b.      Timbang berat badan tiap hari
c.       Awasi TD dan frekuensi jantung
d.      Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e.       Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f.       Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
g.      Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h.      Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i.        Berikan diet halus.
j.        Kolaborasi :
q        Berikan cairan IV sesuai indikasi
q        Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
q        Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
q        Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
q        Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.

5.      Resiko injuri b.d gangguan neurologis
Tujuan      : Pasien tidak mengalami cidera, neurosensormotor dalam batas normal
Kriteria     :
*      Tidak ditemukan luka
*      Tidak tampak adanya bekas benturan
Intervensi :
a.       Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
b.      Cegah ulserasi oral dan rectal
c.       Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
d.      Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
e.       Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
f.       Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
g.      Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung

6.      Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh
Tujuan      : Pasien bebas dari infeksi
Kriteria     :
*      Normotermia
*      Hasil kultur negative
*      Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a.       Tempatkan pada ruangan yang khusus.
b.      Batasi pengunjung sesuai indikasi.
c.       Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
d.      Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
e.       Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
f.       Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
g.      Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
h.      Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
i.        Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
j.        Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
k.      Berikan periode istirahat tanpa gangguan
l.        Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
m.    Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
n.      Kolaborasi :
q        Awasi pemeriksaan laboratorium misal :q hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
q        Kaji ulang seri fotoq dada.
q        Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
q        Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
q        Berikan diet rendah bakteri misal makanan dimasak, diproses

7.      Resiko tinggi perubahan nutrisi b.d infiltrasi pada hati
Tujuan      : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria     :
*      Hasil pengukuran antropometri normal
*      Pasien menghabiskan porsi makannya
Intervensi :
a.       Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
b.      Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
c.       Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
d.      Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
e.       Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
f.       Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep

  1. EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan perawatan kepada pasien adalah sebagai berikut :
1.         Perfusi jaringan kembali adekuat
2.         Terjadi peningkatan toleransi aktifitas
3.         Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
4.         Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi
5.         Pasien tidak mengalami cidera, neurosensormotor dalam batas normal
6.         Pasien bebas dari infeksi
7.         Pasien mendapat nutrisi yang adekuat



DAFTAR PUSTAKA

Whaley’s and Wong. Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby. 2000.
Betz, CL & Sowden, LA. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2002.
Whaley’s and Wong. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby. 2001.
Joyce Engel. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. 2002.
Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. 1995.
http://nursingbegin.com/askep-aml/

No comments:

Post a Comment