Pages - Menu

Saturday, March 2, 2013

Jurnal Kesehatan Desa Siaga


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


I. PENGERTIAN DESA SIAGA

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri menuju desa sehat.
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007).
Pengembangan desa siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, serta mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan mewujudkan desa siaga akan dapat segera di wujudkan desa sehat.

Inti kegiatan desa siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengenbangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (menfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang di hadapinya. Untuk menuju desa siaga perlu di kaji upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah ada seperti posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, siap antar jaga kesehatan ibu dan anak (Siaga KIA) dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal sebagai pengembangan menuju desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi desa siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai UKBM. Pengembangan desa siaga juga merupakan revitalisasi pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu di hidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.

Desa siaga juga dapat merupakan pengembangan dari konsep siap antar jaga (SIAGA), desa siap antar jaga dapat dilengkapi komponen-komponen untuk menjadi desa siaga, yaitu dengan dikembangkannya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM, di kembangkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dikalangan masyarakat, diciptakannya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kegawatdaruratan dan bencana, dikembangkannya surveilans penyakit, serta diciptakannya system pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat.

Sejarah Desa Siaga
Penggagas Desa Siaga ini adalah seorang aktivis perburuhan. Sri Kusyuniati (50), sebelum mencetuskan Desa Siaga telah menggeluti bidang perburuhan selama belasan tahun. Aktivis yang akrab dipanggil Kus ini, bahkan mendirikan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) untuk membela kepentingan kaum buruh perempuan, dan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif selama hampir 13 tahun.
Sepak terjangnya merintis Desa Siaga ini sendiri bermula tahun 2001-2003, saat ia bekerja untuk Program Maternal and Neonatal Health bantuan dari USAID. Selain itu, pasca-lengsernya mantan presiden Soeharto, berbagai gerakan memang berkembang pesat di Indonesia, termasuk gerakan buruh. Menurut Kus, saat itu isu kesehatan terlupakan, karena rakyat umumnya berkonsentrasi pada persoalan politik dan reformasi.



Menyadari masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap isu kesehatan, Kus pada waktu itu berupaya merancang bentuk pengorganisasian masyarakat dengan menggunakan isu kesehatan. Ia lantas menggagas suatu program kesehatan untuk ibu dan bayi baru lahir, yakni program Siaga (Siap-Antar-Jaga). Melalui program ini, Kus ingin menyelamatkan para ibu dari kematian akibat persalinan, sebab angka kematian ibu akibat persalinan di Indonesia sangat tinggi.
Tragisnya, menurut Kus, penyebab kematian tersebut adalah hal-hal sepele yang bisa dihindarkan. Hal sepele itu berpangkal dari “3 Terlambat”, yakni terlambat dibawa ke rumah sakit, terlambat ditangani, dan terlambat mendapatkan pertolongan.
Kus kemudian mencoba mengatasi persoalan ini, antara lain dengan cara menghidupkan lagi sistem pranata desa yang pernah berlangsung di tahun 1960-an, di mana dalam keadaan darurat, seluruh masyarakat desa bersiaga. Sarana komunikasi berupa kentongan dihidupkannya kembali, dan kepedulian sosial yang telah mulai meredup di kalangan warga desa, perlahan namun pasti, dibangkitkannya lagi.
Ia ingin membangun suatu pranata masyarakat di mana kebersamaan timbul bukan karena “suruhan” atau paksaan dari atas, melainkan muncul atas kesadaran dan kerelaan dari bawah, atau dari kalangan masyarakat itu sendiri.
Gagasan perempuan yang berlatar pendidikan ilmu keguruan dan perburuhan ini ternyata cukup berhasil. Pada tahun kedua berjalannya program ini, Desa Siaga tumbuh pesat, dari 55 buah menjadi 300 Desa Siaga. Keberhasilan ini mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat, yang lantas mengadopsi konsep ini untuk dijalankan di wilayahnya.



Keberadaan Desa Siaga, ternyata telah memberikan dampak positif, antara lain berhasil menurunkan angka kematian ibu dan anak, sehingga pada tahun 2004 program ini diadopsi oleh Departemen Kesehatan, dan menjadi kebijakan nasional. Pada tahun 2006, Depkes menargetkan terbentuknya 12.000 Desa Siaga, dan tahun 2008, seluruh desa diharapkan telah menjadi Desa Siaga. Pengembangan Desa Siaga ternyata dipandang penting sebagai basis menuju masyarakat Indonesia Sehat.
           

                 
Tujuan umum 
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Tujuan khusus
  1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
  2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan sebagainya).
  3. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
  4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
  5. Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan.
  6. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
  7. Meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.


Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Semua individu dan keluarga di desa, yang di harapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
  2. Pihak-pihak yang yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader desa, serta petugas kesehatan.
  3. Pihak-pihak yang di harapkan memberikan dukungan kebijakan , peraturan perundangan, dana, tenaga,sarana , dan lain-lain. Seperti kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.


Sesuai dengan pengertian desa siaga, maka kriteria lengkap desa siaga terdiri dari 8 Indikator, yang antara lain :
  1. Adanya Forum Masyarakat Desa.
  2. Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke puskesmas / pustu, dapat dikembangkannya Pos Kesehatan Desa (POSKESDES).
  3. Adanya UKBM yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (posyandu, warung obat desa, Ambulan Desa, Tabulin/Dasolin/Arlin, dan lain-lain).
  4. Memiliki system pengamatan penyakit dan factor-faktor risiko yang berbasis masyarakat (Surveilans Epidemiologi).
  5. Memiliki system kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
  6. Adanya Upaya dan terwujudnya lingkungan yang sehat.
  7. Adanya Upaya dan terwujudnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS).
  8. Adanya Upaya dan terwujudnya Keluarga sadar gizi (Kadarzi).


Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap : 
  1. mengidentifikasi masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah, 
  2. mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah, 
  3. menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya, serta
  4. memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan. Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Keluaran atau output dari langkah ini para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.



Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.

Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan finansial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.



Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka. Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut.


Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan hasil SMD dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh-tokoh perempuan dan generasi muda setempat.
 Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan upaya advokasi).

Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat. Hasil pendapatan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini, seyogianya masyarakat difasilitasi untuk sampai kepada kesimpulan tentang pentingnya hal-hal yang disebutkan sebagai kriteria Desa Siaga.



Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
  1. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga, Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah & mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
  2. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga, Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi /pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu antara lain pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan palayanan kesehatan dasar seperti Poskesdes (jika diperlukan), pengelolaan UKBM, serta hal-hal lain seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiapsiagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasikan pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan lain-lain.
  3. Pengembangan Pelayanan Kesehatan Dasar Dan UKBM, Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes (jika diperlukan) bisa dikembangkan dari UKBM yang sudah ada, khususnya Polindes. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja pembangunan Poskesdes. Dengan demikian sudah diketahui bagaimana pelayanan kesehatan dasar tersebut akan diadakan, membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat, mengembangkan bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana Poskesdes Sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang/tidak aktif.
Dengan telah adanya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM serta terlatihnya kader dan terbentuknya Forum Desa Siaga, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan sebagai Desa Siaga Aktif. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Desa Siaga secara rutin sesuai dengan kriteria Desa Siaga, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju Kadarzi dan PHBS, serta penyehatan lingkungan. 

Pelayanan kesehatan dasar melalui Poskesdes (bila ada), dan Pelayanan UKBM seperti Posyandu dan Lain-lain digiatkan dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.Kegiatan-kegiatan di Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan, perawat, tenaga gizi, dan sanitarian). Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.



Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri atau Forum Komunikasi Desa Sehat dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan yang bersasaran desa.

Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial-psikologisnya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji/intensif atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.

  1. Kembang yaitu desa dengan criteria tumbuh dan memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan bencana serta system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat yang telah berjalan.
  2. Paripurna yaitu desa yang telah memiliki seluruh criteria desa siaga.

G. Indikator Keberhasilan Desa Siaga       

                Indikator Masukan
Indikator masukan adalah untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa
  • Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya
  • Ada / tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
  • Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal seorang bidan)
                Indikator Proses
Indokator proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa
  • Berfungsi / tidaknya Poskesdes
  • Berfungsi / tidaknya UKBM yang ada
  • Berfungsi / tidaknya Sistem kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan bencana.
  • Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat
  • Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
     Indikator Keluaran
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga, meliputi :
  • Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes
  • Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain.
  • Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan
  • Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS4.
                Indikator Dampak
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Jumlah penduduk yang menderita sakit
  • Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa
  • Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
  • Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
  • Jumlah balita dengan gizi buruk.


BAB III
KESIMPULAN
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri menuju desa sehat.
Inti kegiatan desa siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengenbangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (menfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang di hadapinya. Untuk menuju desa siaga perlu di kaji upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah ada seperti posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, siap antar jaga kesehatan ibu dan anak (Siaga KIA) dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal sebagai pengembangan menuju desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi desa siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai UKBM. Pengembangan desa siaga juga merupakan revitalisasi pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu di hidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.
Tujuan umum Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Semua individu dan keluarga di desa. tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader desa, serta petugas kesehatan. kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.
Sesuai dengan pengertian desa siaga, maka kriteria lengkap desa siaga terdiri dari 8 Indikator, yang antara lain : Forum Masyarakat Desa. (POSKESDES). (posyandu, warung obat desa, Ambulan Desa, Tabulin/Dasolin/Arlin, dan lain-lain). (Surveilans EpidemiologI). penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakAT. terwujudnya lingkungan yang sehat. (PHBS)(Kadarzi).
Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap : mengidentifikasi masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah. mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakanny.
Indikator keberhasilan desa siaga
Indikator masukan adalah untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga,
Indokator proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga,
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga,
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan desa siaga, 

No comments:

Post a Comment