Pages - Menu

Thursday, March 7, 2013

Konsep Altruisme


ARTIKEL FILSAFAT KESEHATAN TENTANG KONSEP ALTRUISME

 



STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Jl Terusan Jakarta No. 71-75 Antapani Bandung
2012


KONSEP ALTRUISME

A.    Pengertian Altruisme
Altruisme berasal dari bahasa Perancis yaitu autrui yang artinya "orang lain"turunan dari kata latin Alter.
Secara epistimologis, altruisme berarti:
  1. Loving others as one self.
  2. Behaviour that promotes the survival chances of others at a cost to ones own.
  3. Self-sacrifice for the benefit of others.
Istilah Altruisme diciptakan oleh Auguste Comte -- Penggagas filsafat positivisme. Dalam karyanya, Catechisme Positiviste,
Altruisme merupakan kehendak pengorbanan kepentingan pribadi. Tindakan ini seringkali disebut sebagai peniadaan diri atau pengosongan diri. Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi, entah bersifat manusiawi atau ketuhanan. Tindakan altruis dapat berupa loyalitas. Kehendak altruis berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih, berupa ketetapan moral.
Altruisme adalah perbuatan mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri. perbuatan ini adalah sifat murni dalam banyak budaya, dan merupakan inti dalam banyak agama. Dalam budaya Inggris, konsep ini sering diperihalkan sebagai peraturan keemasan etika. Dalam Buddhisme, ia dianggap sebagai sifat asas bagi fitrah manusia.
Orang yang altruist adalah orang yang lebih mementingkan orang lain dibanding dirinya sendiri.  Orang yang mau mengorbankan (kepentingan) dirinya sendiri demi kebaikan orang lain. Orang yang punya motivasi untuk menolong orang lain dan berbuat kebaikan tanpa pamrih.
Altruisme sering kita lihat dalam wujud ‘unconditional love’ seorang ibu terhadap anaknya.  Dalam skala yang lebih luas, mungkin juga bisa dilihat pada kecintaan seorang guru terhadap muridnya, kecintaan seorang pemimpin terhadap rakyatnya, atau juga kecintaan seorang Nabi terhadap umatnya.
Bagaimana dengan pengorbanan seorang hamba terhadap Tuhannya? Termasuk altruisme sejati kah?  Mengingat sang hamba ini mengharapkan ‘pamrih’ berupa surga.. Ternyata menurut para ahli, keduanya bukan bentuk altruisme sejati, melainkan lebih kepada kewajiban dan kesetiaan (duty & loyalty).  Selama seseorang mengharapkan reward (pamrih) dari perbuatan baiknya, maka itu tidak bisa disebut altruisme
Comte mengatakan bahwa setiap individu memiliki kehendak moral untuk melayani kepentingan orang lain atau melakukan kebaikan kemanusiaan tertinggi ("greater good" of humanity). Kehendak hidup untuk sesama merupakan bentuk pasti moralitas manusia, yang memberi arah suci dalam rupa naluri melayani, yang menjadi sumber kebahagiaan dan karya. Sebagai sebuah doktrin etis, altruisme berarti melayani orang lain dengan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri.
Perilaku altruistik tidak hanya berhenti pada perbuatan itu sendiri. sikap dan perilaku ini akan menjadi salah satu indikasi dari moralitas altruistik. Moralitas altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih. Karena itu, tindakannya menuntut kesungguhan dan tanggung jawab yang berkualitas tinggi.

B.     Jenis altruistic berdasarkan pemahamannya ada 2, yaitu ;
1.      Altruistic as behaviour, pemahamannya adalah menolong orang lain, membuat orang lain senang. Tetapi membuat orang lain senang itu didasari oleh dua faktor. Yang pertama saya benar-benar tidak peduli siapa kamu, dari mana kamu, pokoknya saya menolong. Ketika saya melihat kamu tidak nyaman maka saya akan menolong. Ini dinamakan eksosentris. Yang kedua saya menolong kamu kalau saya mempunyai suatu keuntungan dari menolong kamu tersebut. Ini dinamakan endosentris.
2.      Altruistic as motive berarti menolong orang lain betul-betul murni berasal dari dalam dirinya dia dan ditujukan untuk kepuasan orang lain tanpa memperhitungkan atau memperdulikan apa-apa. Dan hal inilah yang saya lebih tekankan dalam bahasan tentang altruisme.“



C.    Teori Tentang Altruisme
1.         Teori Behaviorisme → Kondisioning klasik (Pavlo): manusia menolong karena dibiasaka oleh masyarakat dan masyarakat menyediakan ganjaran positif.
2.         Teori Pertukaran Sosial → Sosial Exchange Theory dengan prinsip sosial — ekonomi bahwa setiap tindakan dilakukan dengan pertimbangan untung rugi (material, terutama psikologis
  • Memperoleh informasi, pelayanan, status, penghargaan, perhatian, dan kasih sayang, dll).
Teori ini menggunakan strategi minimax sehingga perilaku menolong biasanya mengikuti pola-pola tertentu (sedikit pengorbanan hasilnya maksimal  → untung)
  • Orang yang menarik (disukai, agar tidak terganggu) kepuasan diri (penyumbang darah)
3.         Teori Empati (Batson, 1991, 1995): Egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong.
·       Egoisme : perilaku menolong dapat mengurangi penderitaan orang lain.
·       Simpati : perilaku menolong dapat mengurangi penderitaan orang lain.
Gabungannya keduannya = empati yaitu merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri.
Empati yang kuat dapat melanggar prinsip moral dan keadilan => rea membunuh, mencuri dari seseorang atau bangsa.
4.         Teori Norma Sosial → menolong karena keharusan dari norma masyarakat. Ada 3 macam norma yang jadi acuan :
a.    Norma timbal balik (Reciprocity norrn) : intinya pertolongan dibalas pertolongan. Norma ini berlaku untuk orang yang setara. Sekelas, seimbang.
b.   Norma tanggung jawab sosial (Social responsibility norm), initnya kita wajib menolong orang lain atau tanpa mengaharapkan balasan apapun. Jika harus memilih siapa yang ditolong → tergantung pada atribusi yang kita berikan.
·       Eksternal => miskin karena cacat, kecelakaan → ditolong.
·       Internal => miskin karena malas → tidak ditolong.
c.    Norma keseimbangan (Harmonic norm) berlaku di dunia timur, intinya seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan seimbang, serasi, selaras. Dalam pandangan ini norma tertinggi: great intelligence yaitu kemampuan untuk menetapkan sesuatu tanpa penilaian atau prasangka → lebih altruis.
5.         Teori Evolusi → Altruis atau menolong demi survive atau mempertahankan jenis dalam proses evolusi.
a.              Perlindungan kerabat (kin protection)
  • Orang tua bekerja keras untuk menyekolahkan anak → untuk meneruskan keturunan.
Secara alamiah orang cenderung membantu pada orang yang pertalian darah, dekat dengan diri kita, ada skala prioritas.
  • Dalam bencana: anak-anak lebih dulu, keluarga, teman, tetangga.
Naluri perlindungan yang kuat dapat melewati batas moral dan keadilan => Nepotisme.
b.      Timbal balik biologik (biological reciprocity) → ada keseimbangan altruis dan egois prinsipnya orang yang suka menolong akan ditolong, yang suka mementingkan diri sendiri → dibiarkan.
c.       Orientasi seksual: kaum minoritas dalam seks (homo, lesbi) lebih memerlukan pertolongan untuk mempertahankan kelompok sehingga lebih alturis daripada heteroseks.
6.         Teori Perkembangan Kognisi → berhubungan dengan tingkat perkembangan kognitif. Piaget bahwa semakin tinggi kemampuannya berfikir abstrak → semakin mampu mempertimbangkan antara usaha atau biaya (cost) yang harus dikorbankan untuk menolong dengan hasil atau perolehan. Anak-anak meminjamkan mainan yang mahal untuk suatu yang nilainya rendah (keuntungan).

D.    Altruistik Dipandang Menurut Agama
Altruistik diajarkan dalam agama. Dari sudut pandang teologi, altruistik merupakan suatu tindakan yang dijiwai oleh panggilan ilahi. sedangkan dalam tasawwuf, altruistik merupakan salah satu tujuan.
  1. Pandangan Islam
Kualitas iman atau agama justru harus diukur dari tindakan altruistik seseorang. sebagaimana hadis Rasulullah saw: “Berkorban untuk orang lain adalah kebajikan yang paling baik, dan merupakan derajat iman yang tertinggi.”
Seorang yang mengaku beragama atau beriman mestilah jiwa dan ruhaninya diresapi kasih sayang terhadap sesama tanpa bersikap diskriminatif dan primordialistik. orang beriman adalah orang yang diri dan apapun yang dimilikinya telah diberikan hanya untuk berjuang dijalan Allah. mereka bertindak hanya berdasar pada pertimbangan keimanan dan kepasrahan kepada Allah semata.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah saw, dan berkata: “Ya Rasulullah! saya lapar.” Rasulullah meminta makanan dari istri-istrinya, akan tetapi tak ada makanan sama sekali. kemudian Rasulullah saw bersabda: “siapa di antara kalian yang pada malam ini bersedia memberi makan kepada tamu ini? Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadanya. Seorang Anshar menjawab: “saya, ya Rasulullah.” Ia pun pergi kepada istrinya dan berkata: “suguhkan makanan yang ada kepada tamu Rasulullah!” Istrinya menjawab: “demi Allah tidak ada makanan kecuali sedikit untuk anak-anak.” suaminya berkata: “bila mereka ingin makan, tidurkan mereka dan padamkan lampunya. biarlah kita menahan lapar pada malam ini.” Istrinya melaksanakan apa yang diminta suaminya. Keesokan harinya Rasulullah bersabda: “Allah kagum dan gembira karena perbuata suami istri itu.” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan perbuatan orang yang memperhatikan kepentingan orang lain.
  1. Pandangan Kristen
Altruisme merupakan ajaran utama Yesus dalam Kitab Suci. Hukum tertinggi dalam ajaran Yesus menekankan kasih terhadap sesama, seperti kasih terhadap diri sendiri.
Ajaran yang dapat disebut sebagai suatu etika altruis. Suatu tindakan altruis adalah tindakan kasih yang dalam bahasa Yunani disebut agape.
Agape adalah tindakan mengasihi atau memperlakukan sesama dengan baik semata-mata untuk tujuan kebaikan orang itu, tanpa dirasuki oleh kepentingan orang yang mengasihi. Maka, tindakan altruis pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama.

E.     Faktor yang pengaruhi altruisme ;
1.              Pengaruh situasi
a.              Bystanders (tempat kejadian)
·          Semakin banyak orang semakin kecil kecenderungan menolong >< orang yang sendirian cenderung lebih bersedia.
·          Di kota besar jarang orang suka menolong karena (ja vine) orang kota mengalami gejala kejenuhan mental (compassion fatigue atau sensory overload).
b.              Menolong jika orang lain menolong
Daftar sumbangan jika sudah ada yang memulai → akan diikuti dengan jumlah yang hampir sama.
c.              Desakan waktu → orang santai lebih mau menolong.
d.             Kemampuan yang dimiliki.
2.              Pengaruh dari dalam diri
a.              Perasaan.
b.      Sifat atau Trait → adentic disposition sudah tertanam dalam kepribadian sosial => Ibu Theresa.
c.       Agama → berkaitan dengan ketaatan, keyakinan atau kepercayaan, untuk menolong seperti ajaran agama.
d.             Tahapan moral.
e.              Orientasi seksual => homo.
f.               Jenis kelamin → perempuan lebih banyak dari laki-laki.
3.              Siapa yang ditolong
a.       Jenis kelamin. Budaya yang menghargai perempuan diutamakan.
b.      Kesamaan penolong dan yang ditolong (busana, sex, ras, agamaan, dll).
c.       Tanggung jawab korban → hukuman lebih berat dari pada tidak melawan apalagi pelacur.
d.      Menarik atau daya tarik atau rasa tertarik penolong.

F.     Hubungan  perilaku menolong dengan altruisme
1.              Mengurangi kendala yang menghambat alturisme.
a.       Mengurangi keraguan atau ketidakjelasan (ambiguitas) dan meningkatkan tanggung jawab. => ada pencuri motor (itu miliknya atau mencuri).
b.      Peningkatan rasa tanggung jawab dapat dipancing dengan ajakan secara pribadi (Foss, 1978) atau mempribadiakn hubungan => dengan menyebut nama.
c.       Meningkatkan rasa bersalah yaitu dengan mengingat kesalahan seseorang.
d.      Memanipulasi gengsi atau harga diri seseorang. => Cialdin, dkk, 1975 → butuh uang Rp 10.000 katakan Rp. 50.000 jika ia tidak punya minta seadanya.

2.              Memasyarakatkan alturisme.
a.              Mengajarkan inklusi moral, bahwa orang lain adalah golongan kita juga.
·             Fogelman, 1994: Inklusi moral meningkatkan perilaku menolong.
·             Staub, Aoptoum, Tyler dan Lind, 1990: Inklusi moral merupakan sumber diskriminasi bahkan agresi.
b.      Memberikan atribusi “menolong” pada perilaku altruis => setelah dibantu: terima kasih atas pertolongannya (Batson, 1979).
c.       Mengajarkan altruisme di sekolah, keluarga, masyarakat, dll dengan memberi contoh.



DAFTAR PUSTAKA

Hamersma, Harry,. 1981. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Lanur, Alex ,. 1985. Logika: Selayang Pandang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sonny Keraf, A. dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

No comments:

Post a Comment