Pages - Menu

Wednesday, February 27, 2013

Askep Anak Tetanus


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUS

A.  KONSEP DASAR MEDIS
1.      PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani (Mansjoer, Arif, 2000 : 429).

2.      ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milli mikron. Kuman yang hidup anaerob berbentuk spora yang termasuk golongan gram positif dan mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik yang disebut tetanospasmin yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat-toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah dan merusak leukosit.

3.      PATOFISIOLOGI
Kuman clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui adanya uka kotor, kuman clostridium tetani ini mengeluarkan toksin yang disebut tetanosparmin dan tetanolisin.
(1)    Tetanospasmin ini mempunyai pengaruh
·        Pada saluran pernafasan bisa terjadi akumulasi sekret karena adanya plasma pada otot faring yang menyebabkan terkumpulnya liur didalam rongga mulut sehingga terjadi bersihan jalan nafas takefektif, pola nafas tidak efektif dan pertukaran gas yang tidak efektif.
·        Pada mulut terjadi spasme otot mulut yang menyebabkan terjadinya trismus dan terjadinya kesulitan dalam menekan yang berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi. Adanya trismus dapat juga menyebabkan aspirasi sehingga bersihan jalan nafas, pola nafas dan pertukaran gas tak efektif.
·        Tetanospasmin dapat menyebabkan kejang umum karena adanya rangsangan, resiko terjadinya injury bila frekuensi kejang sering.
(2)    Tetanolisin dapat menyebabkan eritosit lisis, dengan banyaknya eritosit yang lisis dapat menyebabkan penurunan eritosit dalam darah sehingga menyebabkan anemi, dengan adanya anemi pertahanan dalam tubuh menurun sehingga terjadi resiko infeksi sekunder.
4.      GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi 5 – 14 hari, tetapi dapat juga sampai beberapa minggu pada infeksi yang ringan, penyakit ini biasanya timbul mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit menjadi nyata dengan terlihat :
*        Trismus (kerusakan membuka mulut) karena spasme otot masseter yang berlanjut ke kuduk (epistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang.
*        Kejang tonik terutama bila dirangsang  karena toksin yang terdapat di kornu anterior.
*        Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
*        Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan dan terdapat leukosit ringan.
*        Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring.
*        Retensi urin terjadi karena spasme otot uretral.
*        Panas biasanya tidak tinggi jika timbul demam tinggi yang biasanya terjadi pada stadium akhir merupakan prognosis yang buruk.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium
(perawatan anak sakit : 223) :
(1)    Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
(2)    Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
(3)    Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

5.      DIAGNOSA BANDING
(1)    Trismus biasanya dijumpai pada abses retrofaring, abses gigi berat.
(2)    Kaku kuduk dijumpai pada meningitis.
(3)    Spasme laring dan faring dapat dijumpai pada penyakit rabies.
6.      KOMPLIKASI
(1)    Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur didalam rongga mulut dan keadaan ini memungkinkan terjadinya aspirasi serta dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
(2)    Asfiksia
(3)    Atelektasis karena obstruksi secret.
(4)    Fraktur kompresi.

7.      PENATALAKSANAAN
(1)    Umum
*        Merawat dan membersihkan luka sebersih-bersihnya.
*        Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung dari kemampuan anak membuka mulutnya dan menelan, bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
*        Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap klien.
*        Oksigen, pernafasan buatan dan trakeostomi bila perlu untuk obstruksi jalan nafas.
*        Pasien dianjurkan dirawat di Unit Perawatan Khusus jika :
-          Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan anti konvulsan biasa.
-          Spasme laring.
-          Komplikasi yang memerlukan perawatan khusus.
(2)    Medik
*        Anti Toksin
Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U /hari selama 2 hari berturut-turut secara IM dengan didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, pemberian dilakukan secara Besredka (pemberian ATS sekarang dapat dimasukkan didalam cairan infus dengan dosis 40.000 U sekaligus).
*        Anti Kejang dan Penenang.
1.1      Fenobarbital dengan dosis anak (umur kurang dari 1 tahun)50 mg. Lebih dari 1 tahun 75 mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg /kg. BB /hari dibagi 6 dosis.
1.2      Diazepam dengan dosis 4 mg /kg. BB /hari dibagi 6 dosis, bila ke jang sukar diatasi, diberikan Kloralhidrat 5 % dengan dosis 50 mg /kg. BB /hari di bagi dalam 3-4 dosis secara perectal.
*        Antibiotik
Penisilin Prokain 50.000 U /kg. BB /hari secara IM diberikan sampai 3 hari demam turun.

8.      PROGNOSIS
Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
*        Masa inkubasi  yangpendek ( kurang dari 7 hari).
*        Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun).
*        Frekuensi kejang yang tinggi.
*        Kenaikan suhu badan yang tingi.
*        Pengobatan yang terambat.
*        Periode trismus dan kejang yang sering.
*        Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.

9.      PENCEGAHAN
*        Mencegah terjadinya luka.
*        Merawat luka secara adekuat.
*        Pemberian ATS (Anti Tetanus Serum) dalam beberapa jam setelah terjadi luka sehingga akan memberikan kekebalan pasif sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasinya.

10.  LABORATORIUM
Biasanya terdapat leukositosit ringan dan kadang-kadang didapatkan peninggian cairan otak.


B.  KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TETANUS
1.      PENGKAJIAN
(1)    Anamnesa
*        Biodata
Terjadi pada semua golongan umur.
*        Keluhan Utama
Kesukaran membuka mulut, kejang.
*        Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke Rumah Sakit paling sering terjadi kekakuan rahang dan mulut terkunci kemudian otot leher, Columnus Vertrebralis dan dinding abdomen serta diikuti kejang menyeluruh.
*        Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya factor predisposisi terjadinya Tetanus antara lain adanya luka, radang gigi, luka kotor, benda asing dalam luka yang menyembuh, korek-korek telinga dalam.
*        Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya factor predisposisi terjadinya tetanus antara lain pada ibu hamil yang tidak imunisasi TT/ anak yang belum dapat imunisasi DPT.
(2)    ADL (Activity Daily Live).
*        Pola Nutrisi.
Sering terjadi gangguan pemenuhan  nutrisi karena sukarnya membuka mulut dan gangguan menelan.
*        Pola Istirahat Tidur.
Tidur kurang dari kebutuhan dari kebutuhan karena terjadi kejang yang terus menerus.
*        Pola Eliminasi.
Terjadi spasme pada sfingter kandung kemih, sehingga mengakibatkan retensi urin.

*        Pola Aktivitas
Keterbatasan aktivitas karena kekakuan otot dan kejang.
*        Pola Personal Hygiene
Klien tidak dapat mengurus dirinya sendiri.

2.      PEMERIKSAAN
2.1.    Pemeriksaan Fisik
*        Kepala
Wajah spasme, otot muka/ alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik  keluar dan kebawah dan bibir tertekan kuat pada gigi (risussardonikus), mata : foto fobia, mulut: kesukaran menelan.
*        Leher
Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketergantungan otot erector truner).
*        Dada
Terlihat tarikan interkostae, paru : spasme otot laring dan otot pernafasan sehingga dapat menyebabkan gangguan menelan dan asfiksia.
*        Perut
Otot dinding perut tegang (kaku seperti papan) kandung kencing teraba penuh.
*        Ekstremitas
Spasme yang khas yaitu kaku dengan epistotonus ekstremitas inferior dalam keadan eksterna lengan dan tangan mengepal kuat.
2.2.    Pemeriksaan Penunjang
*        Pemeriksaan Laborat
Kurang menunjang dalam diagnosis, pada pemeriksaan darah putih tidak didapatkan nilai yang spesifik, leukosit dapat normal atau tidak meningkat.
*        Pemeriksaan Mikrobiologi
Bahan diambil dari pus atau jaringan nekrosis kemudian dibiakkan pada kultur, pada pemeriksaan mikrobiologi PP hanya 30 % kasus ditemukan Clostridium Tetani.

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
3.1.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan trismus.
3.2.    Resiko tinggi terjadinya bersihan jalan nafas atau pola nafas atau pertukaran gas tak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang berlebihan.
3.3.    Gangguan mobilitas berhubungan dengan menurunnya kemampuan aktivitas motorik.
3.4.    Resiko terjadinya infeksi berhubungandengan daya tahan tubuh sekunder anemia.

4.      PERENCANAAN
(1)        Diagnosa : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan trismus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
-          Individu akan melaporkan adanya peningkatan kemampuan menelan.
-          Mengkonsumsi makanan dengan peningkatan presentasi.
-          Tidak terjadi penurunan berat badan.
-          Menerima nutrisi yang adekuat.
Intervensi :
·        Pantau jumlah makanan yang dimakan tiap hari saat sakit.
R/ Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari yang diharapkan.
·        Lakukan observasi intake dan output nutrisi.
R/ Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran sesuai kebutuhan dan berapa jumlah makanan yang diserap.
·        Berikan makan parenteral dengan infus cairan Dextrose 10 % sesuai hasil kolaborasi
R/ Pemberian cairan parenteral meminimalkan terjadinya rangsang kejang.
·        Bila klien tidak kejang tetapi masih trismus berikan makanan melalui sonde
      R/ Memudahkan dalam menelan dan meningkatkan asupan nutrisi.
·        Berikan makanan peroral bila tak ada trismus dan kejang.
R/ Meningkatkan asupan makanan sehingga nutrisi terpenuhi.
·        Laksanakan program terapi tentang pemberian anti konvulsan dan penenang.
R/ Anti konvulsan dan penenang dapat mengurangi kehebatan dari frekuensi kejang otot.
(2)        Diagnosa : Resiko tinggi terjadinya bersihan jalan nafas atau pola nafas atau perukaran gas tak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang berlebihan.
Tujuan : Bersihan jalan nafas dan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
-          pernafasan spontan
-          irama nafas teratur
-          RR : 18 – 20 x/mnt
-          Nadi : 80 – 100 x/mnt
-          Suara nafas vesikuler
-          Tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi :
·        Cegah semaksimal mungkin terjadinya rangsangan .
R/ Rangsangan seperti suara, sentuhan dan yang izinnya dapat menyebabkan kejang spontan.
·        Pertahankan jalan nafas bebas bila ada sekret lakukan pernghisapan sekret dengan menggunakan prinsip kateter masuk dalam keadaan pasif dan keluar aktif.
R/ Menghindari penekanan yang dapat menghambat jalan nafas sehinngga pernafasan tetap lancar.
·        Longgarkan pakaian yang menekan
R/ Menghindari penekanan pada dinding dada sehingga bisa bernafas dengan bebas.
·        Berikan O2
R/ Menambah masukan O2 dan memaksimalkan O2 dalam jaringan.
·        Baringkan klien dengan kepala ekstensi
R/ Membuka jalan nafas.
·        Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
R/ Dari perubahan tanda vital merupakan indikator terjadinya infeksi.
(3)       Diagnosa : Gangguan mobilitas berhubungan dengan menurunnya kemampuan aktivitas motorik.
Tujuan : Kerusakan mobilitas dapat diatasi
Kriteria hasil :
-          Memungkinkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi  yang mungkin.
-          Mempertahankan posisi fungsional
-          Menunjukkan tehnik yang kemampuan melakukan akativitas.
Intervensi :
·        Kaji derajat mobilitas klien.
R/ klien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik, memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
·        Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
R/ memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan tonus otot dan mempertahankan gerak sendi.
·        Ubah posisi secara periodic.
R/ mencegah/menurunkan insiden dikubitus.
(4)        Diagnosa : Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh sekunder anemia
Tujuan : Infeksi tak terjadi
Kriteria hasil :
·        Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
·        Meningkatkan penyembuhan luka dan demam.
Intervensi :
·        Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien.
R/ mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri.
·        Pertahankan  tehnik aseptik ketat pada prosedur atau  perawatan luka.
R/ menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri
·        Tingkatkan masukan cairan adekuat
R/ membantu dalam pengenceran sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stanis cairan tubuh.
·        Pantau dan batasi pengunjung, berikan isolasi bila memungkinkan
R/ membatasi pemajanan pada bakteri atau infeksi, perlindungan isolasi dapat dibutuhkan bila anemia.
·        Berikan antiseptik topikal, antibiotik sistemik.
R/ digunakan secara propilaksik untuk menurunkan kolorisasi atau pengobatan proses infeksi lokal.

5.      IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
6.      EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil

                                             

                                              DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual (2001), DIAGNOSA KEPERAWATAN, EGC, Jakarta

Ngastiyah (1997), PERAWATAN ANAK SAKIT, EGC, Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono (2002), ILMU KEBIDANAN, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta

Rampengan, (1997), PENYAKIT TROPIK PADA ANAK, EGC, Jakarta

No comments:

Post a Comment