Pages - Menu

Tuesday, February 26, 2013

Askep Bronchopneumonia Pada Anak



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
pada anak
dengan BRONCHOPNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah anak


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG



KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi atas segala nikmat dan karunia-NYA, kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ANAK, makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen tugas pada mata kuliah anak di program Studi S1 Keperawatan Dharma Husada Bandung.
Makalah ini mencoba memaparkan tentang pennatalaksanaan anak dengan penyakit bronchopneumonia.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penambahan wawasan kami di masa yang akan dating.
Demikian akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya, terima kasih.

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
I.                    LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan baik itu pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah yang bersifat akut maupun kronis. Infeksi saluran nafas atas (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi disertai tempat disepanjang saluran nafas dan adneksi selnya (telinga tengah, cavum pleura, dan paranalisis) (Ngastiyah, 1997).
Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran nafas bagian bawah yang biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai dengan gejala awal batuk, demam, dyspnea. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga didukung oleh kondisi lingkungan dan gizi anak. Salah satu penyebab bronchopneumonia pada anak adalah karena kebiasaan yang kurang bersih pada anak, contohnya anak tidak mencuci tangan sebelum makan, suka memasukkan benda ke dalam mulut dan kurang pengetahuan keluarga tentang kebersihan (Ngastiyah, 1997).
Infeksi saluran nafas bawah yang didalamnya termasuk bronchopneumonia  masih menjadi masalah kesehatan di Negara berkembang maupun maju.
Dengan meningkatnya presentasi dari tahun ke tahun ini jelaslah bahwa bronchopneumonia sangat memerlukan penanganan dan perawatan yang lebih intensif, cepat dan tepat dengan didukung penggunaan tekhnologi yang lebih menitik beratkan askepnya pada pembebasan jalan nafas dari kotoran, pemberian O2, pemenuhan nutrisi dan hidrasi, mencegah komplikasi serta masalah-masalah yang meliputi bio-psiko dan spiritual dengan kerjasama sesame teman maupun kolaborasi dengan intalasi kesehatan lain dalam mengatasi segala masalah kesehatan klien serta menekan terjadinya akibat yang lebih buruk. (Badan litbang kesehatan, 2001).
Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan utama dalam menghadapi pasien bronchopneumonia untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal dan diharapkan pasien dapat segera sembuh kembali. Intervensi keperawatan utama adalah mencegah ketidak efektifan jalan nafas. Agar keperawatan berjalan lancar maka diperlukan kerja sama yang baik dengan tim kesehatan lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan keluarganya. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan.
II.                  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
i.            Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronchopneumonia
ii.          Tujuan khusus
i.i.        Mengetahui definisi bronchopneumonia
i.ii.       Mengetahui etiologi bronchopneumonia
i.iii.      Mengetahui patofisiologi bronchopneumonia
i.iv.     Mengetahui pathway/pathoflow bronchopneumonia
i.v.       Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan bronchopneumonia
i.vi.      Mengetahui akibat / komplikasi pada klien dengan bronchopneumonia
i.vii.                 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan bronchopneumonia
i.viii.    Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan bronchopneumonia
i.ix.      Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan bronchopneumonia

III.                Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini diantaranya melalui media literature, perpustakaan dan elektonik

IV.                Sistematika penulisan
Secara umum makalah ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
i.            BAB I tentang pendahuluan
ii.          BAB II tentang pembahasan
iii.         BAB III tentang kesimpulan dan saran




BAB II
PEMBAHASAN
I.                    Definisi
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

II.                  Etiologi
i.         Bakteri :
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
ii.       Virus :
Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
iii.      Jamur
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalahaspirasi benda asing, dan daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Sehingga menimbulkan :
i.         Reaksi radang pada bronchus dan alveolus dan sekitarnya.
ii.       Lumen bronkhiolus terisi eksudat dan sel epitel yang rusak.
iii.      Dinding bronkhiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran.
Sebagian jaringan paru-paru mengalami etelektasis/kolaps alveoli, emfisema hal ini disebabkan karena menurunnya kapasitas fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan. Pneumonia
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris (radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-paru), pneumonia lobularis / bronchopneumonia (radang pada paru-paru yang mengenai satu / beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate), dan pneumonia interstitialis / bronkiolitis (radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular).
III.                Patofisiologis
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
  
IV.                Manifestasi klinis
Gejala Klinis :
i.            Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas.
ii.          Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ÂșC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
i.            Sianosis pada mulut dan hidung
ii.          Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
iii.         Gelisah, cepat lelah.
iv.        Batuk mula-mula kering kemudian produktif.
v.          Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

V.                  Akibat / komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan :
i.            Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
ii.          Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
iii.         Efusi pleura.
iv.        Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
v.          Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
vi.        Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
vii.       Abses otak.
viii.     Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
ix.        Osteomielitis.

VI.                Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
i.            Analisis gas darah (AGD) tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada., pO2 turun (ada hipoksia), dapat asidosis (respiratorik).
ii.          Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
iii.         JDL : leukositosis biasanya ada dan meningkat pada pneumonia bakteri, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
iv.        LED : meningkat
v.          Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
vi.        Bilirubin : mungkin meningkat
vii.       Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
viii.     Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
ix.        Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999).
Pemeriksaan Radiologi
i.         Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

VII.              Penatalaksanaan medis
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
i.            Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).
ii.          Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi : 
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
iii.         Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia :
o   Penisilin prokain IM atau
o   Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
o   Eritromisin (dosis sda) atau
o   Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
o   Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih antibiotic lain.
Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
o   kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
Indikasi rawat inap :
i.         Ada kesukaran  napas, toksis.
ii.       Sianosis
iii.      Umur kurang dari 6 bulan
iv.     Adanya penyulit seperti empyema
v.       Diduga infeksi Stafilokokus
vi.     Perawatan di rumah kurang baik.
Pengobatan simptomatis :
i.         Zat asam dan uap.
ii.       Ekspetoran bila perlu
Fisioterapi :
i.         Postural drainase.
ii.       Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
XI.        Penatalaksanaan keperawatan
i.         Pengkajian
i)         Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
ii)       Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
vii).    Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering

Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
ii.                Diagnosa keperawatan
i)         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, peningkatan sputum.
ii)       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
iii)      Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
iv)     Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
v)       Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi
iii.                  Rencana keperawatan
i)         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara dapat keluar masuk tanpa hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
o   Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pengendalian pernafasan
Rasional : untuk meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar, ekspansi dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada
o   Gunakan tekhnik bermaiin untuk latihan bernafas pada anak-anak yang masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja)
Rasional : untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi
o   Ajarkan penggunaan obat yang benar
o   Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang benar jika diindikasikan
o   Ajarkan kepada keluarga untuk melakukan perkusi dan drainase postural dan menganjurkan batuk jika diindikasikan
o   Ajarkan latihan fisik
o   Anjurkan latihan fisik yang memerlukan ledakan energy singkat (mis, baseball, lari cepat, ski)
Rasional : karena dapt ditoleransi dengan lebih baik daripada latihan fisik yang memerlukan ketahanan (mis, sepak bola, lari jarak jauh)
o   Anjurkan berenang
Rasional : karena anak dapat menghirup udara tersaturasi dengan lembab, dan berekhalasi dibasah air akan memperpanjang ekspirasi dan  meningkatkan tekanan akhir ekspirasi
o   Batasi aktivitas fisik hanya jika kondisi anak mengharuskannya
o   Anjurkan postur tubuh yang baik
Rasional : untuk ekspansi paru maksimal
o   Bantu anak dan keluarga dalam memilih aktivita-aktivitas yang sesuai dengan kemampuan dan minat anak
ii)       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme
Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit, frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami penurunan saturasi oksigen
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Berikan oksigen lembab dengan tenda oksigen, masker wajah, atau kanula
Rasional : untuk mempertahankan oksigen yang memuaskan
o   Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri nadi.
Rasional : untuk mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
o   Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
Rasional : karena kadar yang tinggi dan menekan pernafasan
o   Beri posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal diatasnya untuk bersandar jika hal tersebut lebih nyaman bagi anak
Rasional : untuk ekspani paru maksimal
o   Implementasikan berbagai tindakan untuk mengurangi ketakutan / ansietas
Rasional : menurunkan upaya pernafasan dan konsumsi oksigen

o   Anjurkan tekhnik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi ansietas dan mmeningkatkan ekspansi paru
o   Beri sedative dan obat penenang, jika diresepkan, dengan kecermatan yang tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia
Rasional : obat-obat ini dapat mendepresi pernafasi dan menyamarkan tanda-tanda anoreksia

iii)      Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
Tujuan : anak akan mengalami pola nafas efektif
Kriteria hasil : suara nafas bersih dan sama pada kedua sisi paru
Suhu tubuh dalam batas 36,5-37,2 C
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Lakukan pengkajian tiap 4 jamterhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan nafas.
Rasional : evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan / telah diberikan
o   Lakukan fisiotherapi dada secara terjadwal
Rasional : mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
o   Berikan antibiotic dan anntipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam dan diare)
Rasional : pemberantasan kuman sebagai factor causa gangguan
o   Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
Rasional : evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
o   Lakukan suction secara bertahap
Rasional : membantu pembersihan jalan nafas
o   Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, setiap 2-4 jam
Rasional : evaluasi berkala keberhasilan therapy / tindakan tim kesehatan.


iv)     Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
Tujuan : pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan hidrasi yang adekuat
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Pertahankan infus iv pada kecepatan yang tepat
Rasional : terapi cairan akan meningkatkan pengenceran secret (jalur iv biasanya merupakan dua pertiga atau tiga perempat dari terapi rumatan (kecuali jika terjadi dehidrasi) untuk meminimalkan risiko edema pulmonal akibat tekanan inspirasi yang terlalu tinggi
o   Anjurkan cairan oral
o   Tawarkan cairan jika gawat nafas akut sudah berkurang
Rasional : untuk menurunkan resiko aspirasi
o   Hindari cairan yang dingin
Rasional : karena dapat mencetuskan reflex bronkospasme
o   Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : untuk menghindari distensi abdomen yang dapat mempengaruhi ekskursi diafragmatik
o   Gunakan tekhnik bermain yang sesuai dengan usia anak
Rasional : untuk meningkatkan asupan cairan
o   Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi dehidrasi secara perlahan
Rasional : karena hidrasi berlebih dapat meningkatkan akumulasi cairan pulmonal interstitial, yang akan menyebabkan peningkatan obstruksi jalan nafas

v)          Risiko cedera / injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) berhubungan dengan hipoventilasi, dehidrasi
Tujuan : pasien tidak mengalami asdosis, elektrolir serum normal
Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak menunjukkan elektrolit serum normal.
Intervensi / implementasi :
o   Pantau ketat pH darah
Rasional : karena pH kurang dari 7,25 akan mengganggu aliran darah sistemik, paru dan koronaria, selain pH normal akan meningkatkan efek bronkhodilator
o   Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi asidosis
o   Pertahankan infus IV
Rasional : untuk pemberian obat-obat darurat untuk mencegah dehidrasi
o   Cegah muntah dan dehidrasi
Rasional : awalnya anak akan mengalami alkalosis, namun jika muntah semakin parah atau tidak terkendali, dapat menyebabkan asidosi
o   Implementasikan tindakan-tindakan untuk memperbaiki ventilasi
Rasional : karena hipoventilasi dapat menyebabkan akumulasi karbon dioksida, yang akan menurunkan pH
o   Pantau ketat elektrolit serum
Rasional : karena dehidrasi dan obat dapat mengubah elektroolit serum normal
o   Cegah dehidrasi dan muntah
Rasional : karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit


BAB III
PENUTUP
I.                    Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Etiologi terjadinya bronchopneumonia diantaranya adalah bakteri, virus, jamur dan faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan OMA, atelectasis, efusi pleura, emfisema, abses paru, meningitis, abses otak, endocarditis, dan osteomyelitis.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan selain pengkajian secara spesifik dimulai dari riwayat keperawatan yang didalamnya terdapat keluhan utama, riwayat penyakiit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, imunisasi, riwayat tumbang, nutrisi dan pemeriksaan persistem.
Diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan bronchopneumonia adaalh bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, gangguan pola nafas, resty injury dan resti kekurangan volume cairan tubuh

II.                  Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka diperlukan saran-saran
1.       Lebih memahami tentang penyakit bronchopneumonia dalam meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan
2.       Mamapu dan mau mempelajari penyakit bronchopneumonia untuk menambah pengetahuan dibidang ilmu keperawatan khususnya dan dibidang pelayanan pada umumnya
Demikian saran dari kami, semoga bermanfaat untuk kita semua
 

DAFTAR PUSTAKA

1.       Kepustakaan Ngastiah. (2008). Perawatan anak sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC Speirs, A.L. (1992). Pediatrics for nurses. (Terj. Dr, Sidhartani Zain). Semarang: IKIP Semarang Press.
2.       Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA
3.       Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta
4.       Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on: www.Us.Elsevierhealth.com
5.       Jong, W, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta
6.       McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
7.       Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA


BACA ARTIKEL TERKAIT:


  1. MENGENAL PENYAKIT BRONCHOPNEUMONI, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2018/01/mengenal-penyakit-bronchopneumoni-dan.html
  2. SATUAN ACARA PENYULUHAN BRONCHOPNEUMONI, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/03/sap-bronchopnumoni.html
  3. ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONI, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/02/askep-bronchhopneumonia-pada-anak.html

No comments:

Post a Comment