Pages - Menu

Thursday, August 29, 2013

Askep Efusi Pleura (Pleural Efusion)

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA



1.       Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi pleura (Kowalk, 2011).
Untuk mempermudah pengertian dan letak terjadinya effusi pleura, dapat kita perhatikan gambar fisiologi paru sebagai mana berikut ini: Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan (sekitar 10 – 20 ml) untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena adanya kegiatan bernafas. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.

2.       Penyebab dan Jenis Effusi Pleura
Beberapa penyebab umum terjadinya effusi pleura adalah sebagaimana disebutkan di bawah ini:
a.       Hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
b.       Gagal jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan tekanan kapiler paru menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga paru.
c.       Tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun sehingga mengakibatkan transudasi cairan yang berlebihan.
d.       Infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat seperti Tuberkulosis, pneumonitis, dan abses paru. (Guyton, 1997).
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:
a.       Menurut Penyebabnya:
1)       Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik (mengandung darah)
2)       Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan dapat berupa transudat atau eksudat dan bercampur dengan limfosit.
3)       Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4)       Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien dengan limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, effusi ini dapat berupa empiema akut atau kronik (www.medicastore.com)
b.       Menurut Cairan Yang Terbentuk:
1)       Transudat
Transudat merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
Effusi pleura transudatif biasanya disebabkan karena:
-          Gagal jantung kongestif
-          Sirosis (hepatik hidrothorax)
-          Atelektasis
-          Hipoalbuminemia
-          Sindroma nefrotik
-          Peritoneal dialisis
-          Mixedema
-          Perikarditis konstriktif
2)       Eksudat
Eksudat merupakan ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura mungkinmerupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC, pneumonia,  infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitik.
Effusi pleura eksudatif biasanya disebabkan karena:
-          Malignansi (karsinoma, limfoma)
-          Emboli pulmoner
-          Kondisi kolagen – vaskuler (arthritis reumatoid, lupus)
-          Tuberkulosis
-          Pankreatitis
-          Trauma
-          Postcardiac injury syndrome
-          Perforasi esofagus
-          Pleuritis akibat radiasi
-          Penggunaan obat (nitrofurantoin, dantrolene, methysergide, bromocriptine, procarbazine, amiodarone)
-          Chylothorax
-          Meig’s syndrome
-          Sarcoidosis
-          Yellow nail syndrome
(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

3.       Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala dari effusi pleura secara umum, diantaranya adalah:
a.       Nyeri pleuritik dada yang membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit.
b.       Sesak nafas/ dispnea dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
c.       Akral teraba dingin
d.       Batuk
e.       Trakhea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
f.        Interkosta menonjol pada efusi yang berat
g.       Pergerakan dada berkurang pada bagian yang terkena efusi pleura
h.       Perkusi meredup di atas efusi pleura
i.         Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
j.         Vokal fremitus meredup
(Price, 2008)

4.        Patofisiologi Effusi Pleura
Peradangan pada saluran nafas bawah akan membuat tubuh untuk melakukan pertahanan diri dengan merangsang sel goblet dan akan menghasilkan sekret yang berlebihan sehingga mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif. Peningkatan produksi sekret akan menyumbat lumen bronkiolus yang menghalangi jalan nafas, apabila sulit dikeluarkan mengakibatkan respirasi memanjang sehingga mengganggu pertukaran gas, terjadi penurunan oksigen dan peningkatan karbon dioksida yang merangsang pusat pernafasan di Medulla Oblongata, selain itu terjadi pula penurunan perfusi dan hemoglobin akan tereduksi sehingga Nampak sianosis.
Peradangan pada efusi, eksudat menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Peradangan ini disebabkan adanya penurunan fungsi pada sillia. Sillia terpapar oleh pemaparan kronis yang mengiritasi saluran pernafasan seperti asap rokok, debu dan lainnya. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar dalam jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis via sistem limfatik dan vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Cairan kebanyakan di absorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya mikropilli di sekitar selsel mesotelial (Suryono, 2011).
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
a.       Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma
b.       Terjadi peningkatan: Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis (kegagalan jantung kiri) dan Tekanan negatif intra pleura (atelektasis) (Alsagaf, 2010).
Nyeri pleuritis mengacu pada imflamasi kedua lapisan pleura: pleura parietalis dan pleura viseralis. Ketika kedua membran yang mengalami imflamasi ini bergesekan selama respirasi terutama pada saat inspirasi, akibatnya adalah nyeri hebat, terasa tajam seperti ditusuk pisau. Nyeri dapat menjadi minimal atau tidak terasa ketika nafas di tahan (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
Selain menimbulkan nyeri, efusi pleura juga menyebabkan obstruksi bronkus yang ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah oleh jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari proses tuberculosis paru. Obstruksi tersebut dapat menghambat udara masuk ke zona alveolus dan menyebabkan atelektasis.
Udara yang berada dalam alveolus menjadi sulit untuk keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah yang menyebabkan alveolus kolaps (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

5.        Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta therapy medis perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaanya. Adapun pemeriksaan penunjang yang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Foto rontgen dada (sinar tembus dada)
b.       USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
c.       CT Scan dada.
d.       Torakosentesis (untuk mengambil cairan dan mengetahui warna cairan)
-          Kekuning-kuningan: warna normal cairan pleura
-          Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
-          Kehijauan dan agak purulen: menunjukkan adanya empiema.
-          Merah Coklat: menunjukkan adanya abses karena amuba.
Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh keterangan sebagai berikut:
-          Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase.
-          Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
-          Bakteriologi: menentukan jenis bakteri yang menginfeksi.
-          Biopsi pleura.

6.       Penatalaksanaan
1)        Penatalaksanaan Diet Effusi Pleura
Jenis diet yang diberikan pada kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein untuk mencegah dan mengurangi adanya kerusakan jaringan tubuh, khususnya paru-paru. Selain itu diet TKTP juga memberikan manfaat sebagai berikut:
a.       Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh
Hemoglobin sebagai pigmen sel darah merah yang berfungsi sebagai zat pengangkut oksigen dan karbondioksida akan berikatan dengan protein, begitu pula dalam proses penggumpalan darah, protein juga dibutuhkan.
b.       Mengatur keseimbangan cairan tubuh
Keseimbangan cairan dalam intraseluler, intravaskuler, dan interstisial diatur oleh protein dan elektrolit, sehingga apabila terjadi kekurangan protein akan dapat mengakibatkan penurunan dan perpindahan cairan.
(Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2009)
2)       Penatalaksanaan Medis Effusi Pleura
a.       Therapy oksigen
Dapat diberikan jika terjadi pernafasan yang tidak adekuat.
b.       Pemberian obat-obatan
Obat-obatan yang biasa diberikan pada effusi pleura diantaranya adalah antibiotik, analgetik, antiemetik, dan vitamin. Tujuan pemberian obat-obat tersebut adalah untuk menghambat terjadinya infeksi, mencegah penumpukan cairan kembali, menghilangkan ketidak nyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar dari timbulnya effusi pleura (misalnya gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis, TBC, trauma, dll)
c.       Pemasangan WSD (water selaed drainage)
WSD (Water Selade Drainage) / CTT (Chest Thorax Tube) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara atau cairan (darah atau pus) dari rongga toraks dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung selang/drain yang dimasukan ke dalam rongga pleura (DepKes RI, 2008).
d.       Pleurodesis
Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan pada kavum pleura untuk melekatkan dua lapis pleura. Hal ini dapat mencegah terkumpulnya cairan pleura kembali. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5-Fluorourasil.
e.       Thoracosintesis
Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis) berguna sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum kateter nomor 14-16.
f.        Pengobatan lainnya
Bertujuan untuk penanganan pada effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi deuretik. (Kowalk dkk, 2011)
g.       Latihan Meniup Balon
Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps, diperlukan tekanan udara yang lebih besar dengan cara meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon. Hal ini dimaksudkan untuk melatih pernafasan dan pengembangan alveolus yang sempat terendam cairan pleura agar fungsinya dapat kembali seperti semula.
(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002)

7.       Komplikasi Effusi Pleura
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka effusi pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
-          Pneumonia
-          Penumothorax
-          Hipertensi paru
-          Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
-          Emoli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
-          Laserasi pleura viserali
Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki dampak terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Sistem pernafasan
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan paruparu yang mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu sehingga mengakibatkan sesak nafas.
-          Sistem kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak nafas karena terjadi kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
-          Sistem gastrointestinal
Kegagalan nafas mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang, diteruskan ke hipotalamus, merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
-          Sistem/pola aktivitas dan istirahat
Sesak nafas pada saat istirahat dapat mengganggu atau merubah respon terhadap aktivitas atau latihan.


Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA 
KEPERAWATAN Untuk Update VIDIO KESEHATAN Berikutnya, Klik https://youtu.be/QyzjjBXlkWU


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFFUSI PLEURA DENGAN WATER SEALED DRAINAGE

1.       Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 2000).
Peran perawat dalam menangani pasien dengan Efusi Pleura Post CTT (Chest Thorax Tube) adalah ditekankan pada perawatan luka post CTT setiap hari, yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan tetap memperhatikan kepatenan CTT yang terpasang untuk mencegah terlepasnya selang CTT yang akan mengakibatkan udara masuk kedalam paru-paru melalui luka pemasangan CTT yang berdampak pada kolapsnya paru-paru sehingga terjadi henti nafas dan berujung kematian pada pasien. Serta mengobservasi jumlah dan warna cairan yang tertampung dalam botol dan dokumentasikan.
Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat dalam melakukan praktek asuhan keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana kelima komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994).
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan (Nursalam, 2001).

2.       Pengkajian
a.       Anamnesa
1)       Identitas Pasien
Terdiri dari: nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
2)       Keluhan Utama
-          Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan oleh
-          pasien.
-          Biasanya, dada pasien dengan effusi pleura didaptkan keluhan berupa: sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuretik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3)       Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan perjalanan penyakit pasien saat ini sehingga di bawa ke rumah sakit.
4)       Riwayat Penyakit Dahulu
Membahas tentang riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita klien berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini.
5)       Riwayat Penyakit Keluarga
Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang. Contohnya: kanker paru, TBC, dll
6)       Riwayat Psikososial
Bahasan ini meliputi perasaan pasien terhadap sakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.
b.      Pemeriksaan Fisik
1)       Tanda-tanda Vital
Meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, respirasi, saturasi oksigen (jika dibutuhkan)
2)       Tingkat Kesadaran
Disini perlu dikaji bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnese, mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien, sebagai bahan memperkuat memperoleh data apakah composmentis, apatis, somnolen, sopor atau koma.
3)       ROS (review Of System)
-          B1 (Breath)
*       Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak
*       Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
*       Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
*       Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
*       Fremitus fokal
*       Perkusi dada : hipersonor
*       Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
*       Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
*       Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paruB2 (Blood)
-          B2 (Blood)
*       Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
*       Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
*       Hipertensi / hipotensi
*       CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik
*       Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
-          B3 (Brain)
*       Tentukan GCS pasien
*       Tentukan adanya keluhan pusing,
*       Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
*       Ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.
*       Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
-          B4 (Bladder)
*       Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi, inkontinensia
*       Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
*       Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
*       Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral.
*       Intake cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
*       Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
-          B5 (Bowel)
*       Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau
*      Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis                   
*       Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
*       Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
*       Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
*       Peristaltic usus tiap menitnya
*       Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair atauberdarah)
*       Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari
-          B6 (Bone)
*       Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)
*       Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan fraktur
*       Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
*       Keadaan turgor kulit
c.       Pemeriksaan Penunjang
1)       Pemeriksaan laboratorium
2)       Darah lengkap dan kimia darah
3)       Bakteriologis
4)       Analisis cairan pleura
5)       Pemeriksaan radiologis
6)       Biopsi

3.       Diagnosa Keperawatan
a.       Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
b.       Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
c.       Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
d.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

4.       Intervensi, Tujuan, Kriteria Hasil dan Rasional Disesuaikan Dengan SAK Rumah Sakit Yang Bersangkutan


Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA 
KEPERAWATAN Untuk Update VIDIO KESEHATAN Berikutnya, Klik https://youtu.be/QyzjjBXlkWU


DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. 2010. Patofisiologi dan Konsep Penyakit. Jakarta: Salemba Medika.
Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, M, E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, Budiana. 1994. Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Khaerudin. 2012. Anatomi Paru-paru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kowalk, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika.
Price. A, Sylvia, M. Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat. 2005. Ilmu Penyakit Dalam Untuk Perawat. FKUI: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Brunner dan Suddarth.Jakarta: EGC
Suryono, S. Dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.


No comments:

Post a Comment