Pages - Menu

Monday, October 21, 2013

Askep Jiwa BAB II : Perilaku Kekerasan

BAB II
TINJAUAN TEORI



A.    KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Iyus, 2010).
Agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata. Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz. 2000 dalam Iyus, 2010). Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998 dalam Iyus, 2010).
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif. Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2004). Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan terhadap stressor yang dihadapi seseorang dengan melakukan tindakan yang dapat membahayakan atau melukai secara fisik dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol maupun psikologis terhadap diri sendiri maupun lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang yang ditunjukkan dengan perilaku aktual.


2.      Proses Terjadi Masalah
a.       Faktor Predisposisi
1)      Teori Biologik
a)      Neurologic factor, beragam komponen dari sisten syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b)      Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
c)      Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d)     Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dan dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e)      Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2)      Teori Psikologik
a)      Teori Psikoanalisa;
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannyadan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b)      Imitation, modeling, and information processing theory;
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulannya akan diberi cokelat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah cokelat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c)      Learning theory;
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.

3)      Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi.
4)      Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak, dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
b.      Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1)      Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam seebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal, dan sebagainya.
2)      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3)      Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4)      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5)      Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6)      Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. 
3.      Rentang Respon
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal (maladaptif).
 

              Respon Adaptif                                                       Respon Maladaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/ saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya, dan menyerah
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan

4.      Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a.       Fisik
1)      Muka/ wajah merah dan tegang
2)      Mata melotot/ pandangan tajam
3)      Tangan mengepal
4)      Rahang mengatup kuat
5)      Postur tubuh kaku
6)      Jalan mondar mandir

b.      Verbal
1)      Bicara kasar
2)      Suara tinggi, membentak atau berteriak
3)      Mengancam secara verbal atau fisik
4)      Mengumpat dengan kata-kata kotor
5)      Suara keras
6)      Ketus
c.       Perilaku
1)      Melempar atau memukul benda/ orang lain
2)      Menyerang orang lain
3)      Melukai diri sendiri/ orang lain
4)      Merusak lingkungan
5)      Amuk/ agresif
d.      Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e.       Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f.       Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli, dan kasar.
g.      Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h.      Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
  
5.      Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah perilaku kekerasan sebagai berikut:


6.      Masalah Keperawatan
a.       Perilaku kekerasan
b.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c.       Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
d.      Harga diri rendah kronis
e.       Isolasi sosial
f.       Berduka disfungsional
g.      Inefektif proses terapi
h.      Koping keluarga inefektif


7.      Tindakan Keperawatan terhadap Pasien dan Keluarga
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan
Tgl
Dx
Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
1
2
3
4
5

Perilaku Kekerasan
Pasien mampu:
·         Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
·         Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
·         Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
·         Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
·         Mengontrol perilaku kekerasannya secara:
1.      Fisik
2.      Sosial/ verbal
3.      Spiritual
4.      Terapi psikofarmaka (patuh obat)
Setelah ... pertemuan, pasien mampu:
·         Menyebutkan penyebab, tanda, gejala, dan akibat perilaku kekerasan
·         Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Identifikasi penyebab, tanda, dan gejala serta akibat perilaku kekerasan
·         Latih cara fisik 1:
ü  Tarik nafas dalam
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan kegiatan` yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1)
·         Latih cara fisik 2:
ü  Pukul kasur/ bantal
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara sosial/ verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1 dan 2)
·         Latih cara sosial/ verbal:
ü  Menolak dengan baik
ü  Meminta dengan baik
ü  Mengungkapkan dengan baik
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara spiritual
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1, 2, dan 3)
·         Latih secara spiritual:
ü  Berdo’a
ü  Sholat
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara patuh obat
SP. 5 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1, 2, 3, dan 4)
·         Latih patuh obat:
ü  Minum obat secara teratur dengan prinsip 5B
ü  Susun jadwal minum obat secara teratur
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien


Keluarga mampu: merawat pasien di rumah
Setelah ... pertemuan keluarga mampu:
·         Menjelaskan penyebab, tanda/ gejala, akibat, serta mampu memperagakan cara merawat
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
·         Jelaskan tentang perilaku kekerasan dari:
ü  Penyebab
ü  Akibat
ü  Cara merawat
·         Latih 2 cara merawat
·         RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1
·         Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
·         Latih langsung ke pasien
·         RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1 dan 2
·         Latih langsung ke pasien
·         RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Melakukan Follow up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1, 2, dan 3
·         Latih langsung ke pasien
·         RTL keluarga:
ü  Follow Up
ü  Rujukan



DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Diperoleh http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007 (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013).

Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan: untuk Diagnosis Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, Dadang. 2007. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

No comments:

Post a Comment