ASKEP ADENOKARSINOMA PROSTAT
A. KONSEP DASAR
- Pengertian Adenocarsinoma
prostat
a. Adenocarsinoma prostat
“Adenocarsinoma adalah tumor yang
berasal dari epitel kelenjar yang dapat mengadakan penyebaran dengan cara
limfogen dan hematogen”. (Robbins, S.L, 1995:97)
Menurut
Ahmad Ramali dan Pamoentjak 2003: 34 disebutkan :
“Adenocarsinoma
merupakan tumor ganas yang sel-selnya tertatur seperti susunan sel kelenjar”.
Sukarja (2000 : 1) menjelaskan bahwa “Adenocarsinoma
adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, karena adanya kerusakan gen yang
mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel-sel kelenjar prostat".
Dari ketiga pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa Adenocarsinoma prostat merupakan tumor ganas pertumbuhan sel
oleh karena kerusakan gen yang mengatur deferensiasi yang berasal dari epitel
kelenjar yang sel-selnya teratur seperti susunan sel kelenjar yang dapat
mengadakan penyebaran dengan cara limfogen dan hematogen.
- Anatomi dan fisiologi
a. Anatomi kelenjar prostat
Kelenjar
prostat merupakan kelenjar yang terletak di bawah vesika urinaria melekat pada
dinding bawah vesika urinaria, di depan rektum, disekitar uretra bagian atas. (
Syaifudin 1997:119)
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari
dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm dan beratnya kurang dari lebih
20 gram yang terdiri dari atas jaringan fibromuskular dan glandular yang
terbagi dalam beberapa zona yaitu, periper, sentral, transisional, preprostatik
sfingter dan anterior (McNeal, 1970. dalam Basuki B Purnomo, 2000:7)
Kelenjar prostat terdiri
dari dua bentuk yang terdiri dari kelenjar-kelenjar di bagian tepi prostat
yaitu kelenjar yang panjang-panjang dan kelenjar-kelenjar di bagian tengah yang
terdiri dari kelenjar yang pendek-pendek dan bercabang-cabang. Kedua bentuk
tadi akan mengalami perubahan pada umur 40-60 tahun, perubahan tersebut terjadi
pada otot-otot polos stroma menglami atrofi, jaringan ikat kolagen stroma
bertambah, epitel torak menjadi bertambah, tonjolan atau papil menjadi lebih
jelas. Mula-mula perubahan ini terjadi setempat-setempat terutam pada bagian
tepi sedangkan bagian tengah mengalami hiperplasia, sesudah umur 60 tahun
seluruh bagian prostat akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan. (Himawan,
Sutisna,
1992 : 304)
Prostat
menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama semen yang lain pada
saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat. Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih.
Gambar 2.1
Kedudukan kelenjar
prostat, testis tampak samping
Sumber : Martin, Frederic (1989 :
820 )
Gambar 2.2
Kedudukan kelenjar
prostat, tampak depan
Sumber
: Anagnostafor and Tortora (1978 : 647)
b. Fisiologi
Prostat
ialah suatu alat tubuh yang bergantung kepada pengaruh endokrin dan dapat
dianggap imbangan (counterpart) dari pada payudara pada wanita. Sel-sel epitel
kelenjar prostat dapat membentuk enzim fosfatase asam yang paling aktif bekerja
pada pH 5. Enzim ini sangat sedikit sehingga tidak dapat diukur dalam darah.
Pada neoplasma prostat pembentukan enzim cukup banyak, sehingga dapat diukur
dalam darah. (Himawan, Sutisna, 1992 : 304-305)
Kelenjar
prostat menyekresi cairan alkali yang encer, seperti susu, yang mengandung asam
sitrat, kalsium, dan beberapa zat lain. Selama pemancaran kapsula kelenjar
prostat berkontraksi serentak dengan kontraksi vas deferens dan vesika
seminalis sehingga cairan kelenjar prostat encer menambah massa semen. Sifat
alkali cairan prostat sangat penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum,
karena cairan vas deferens relatif asam karena adanya hasil akhir metabolisme
sperma dan akibatnya menghambat fertilisasi dan motilitas sperma. Sekret vagina
pada wanita asam (pH 3.5 sampai 4.0). Sperma tidak dapat bergerak optimum
sampai pH cairan sekitarnya meningkat sekitar 6 sampai 6.5 akibatnya, mungkin
bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan lain tersebut setelah
ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma.(Guyton
& Hall, 1993: 731).
3.
Etiologi
a.
Etiologi
Adenocarsinoma Prostat
Menurut
Ignatavicius,D, et all, 1995:2103 dan Robbins, S.L., 1995 : 362) “Etiologi
yang mempengaruhi terjadinya karsinoma prostat belum diketahui secara pasti, namun
secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya karsinoma prostat”.
Beberapa
faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenocarsinoma prostat adalah :
1)
Faktor keturunan/herediter
Faktor
keturunan berpengaruh terhadap kejadian karsinoma prostat terbukti adanya
kecenderungan kejadian karsinoma prostat dalam satu rumpun keluarga.
Semakin
banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, maka semakin besar resiko
anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena kanker prostat juga, bila ada
satu anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, maka resiko meningkat dua
kali lipat bagi yang lain, bila ada 2 anggota keluarga, maka resiko meningkat
menjadi 2-5 kali.( Judarwanto Widodo,2005
)
Ras kulit
hitam lebih berisiko 2 kali lebih besar dari kulit putih untuk terjadinya
kanker prostat “---terletak pada penyebab lingkungan dan faktor sosial dan
bukan penyebab faktor karakteristik biologi, orang kulit putih lebih menyadari
dampak lingkungan, didukung oleh tingkat pendidikan yang tinggi, orang kulit
hitam sebaliknya”. (Long, Barbara C 1996 :280 )
2)
Faktor hormona
Walaupun metabolisme hormon steroid dalam penelitian
belum diketahui secara pasti, tetapi diduga bahwa persentase hormon dalam
keganasan ini sangat penting. Seperti halnya pada prostat normal, pertumbuhan
dan perkembangan karsinoma prostat tergantung pada hormon androgen baik yang diproduksi oleh sel
Leydig testis maupun oleh kelenjar adrenal .
Androgen diperlukan untuk mempertahankan epitel prostat yang kemudian diubah
oleh zat-zat yang belum dikenal.
Kadar hormon
testesteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko kanker prostat.
Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestoteron
(DHT) oleh enzim 5 alpha-reductase,
yang memegang peran dalam proses pertumbuhan sel-sel prostate ( Judarwanto Widodo, 2005)
3)
Makanan/diet
Angka kejadian karsinoma prostat dipengaruhi
oleh faktor kebiasaan makanan. Seperti kebiasaan makan makanan yang tinggi
lemak dan kolesterol yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker.
Sedangkan sayuran hijau dan merah dapat mencegah terjadinya kanker prostat.
4)
Lingkungan
Pekerja-pekerja
yang terpapar pada kadnium, para pria
yang bekerja di pabrik ban dan karet, para mekanik, petani dan pekerja tambang
tembaga mempunyai resiko yang tinggi mengalami kanker prostat, kondisi lalu
lintas dengan emisi gas buang yang tinggi (timbal) menyumbang terjadinya
kanker.
4.
Patofisiologi Proses maligna
Menurut Suzanne
C Smeltzer dan Brenda G Bare,( 2002: 317).
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika mutasi
genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai
berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam
lingkungan sekitar sel tersebut.
Kemudian
dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi
perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan
sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh- pembuluh darah, melalui
pembuluh tersebut dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk
metastase pada bagian yang lain. Terdapat beberapa pola pertumbuhan sel dan
disebut dengan istilah Hiperplasia, Metaplasia, Displasia, Anaplasia dan
neoplasia
Hiperplasia,
yaitu peningkatan jumlah sel-sel jaringan merupakan proses proliferasi yang
umum dijumpai selama periode pertumbuhan yang cepat, hal tersebut dikatakan
normal bila sesuai dengan tuntutan fisiologik. Menjadi abnormal bila
pertumbuhan melebihi tuntutan fisiologik seperti yang terjadi pada iritasi
kronis.
Metaplasia,
terjadi apabila salah satu sel matur diubah menjadi tipe yang lain melalui
stimulus yang mempengaruhi sel batang induk, seperti pada kasus inflamasi
kronik dan pemajanan bahan kimiawi.
Displasia,
adalah pertumbuhan sel yang aneh yang mengakibatkan sel-sel yang berbeda dalam
ukuran, bentuk dan susunannya dengan sel-sel lain dari tipe jaringan yang sama.
Dapat terjadi karena radiasi dan inflamasi kronik.
Anaplasia,
adalah deferensiasi sel-sel displastik pada derajat yang lebih rendah. Sel-sel
anaplastik sulit dibedakan dan bentuknya tidak beraturan atau tidak selaras
dengan pertumbuhan dan pengaturan
Neoplasma,
digambarkan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak mengikuti
tuntutan fisiologik, dapat maligna atau
benigna.
Karakteristik
sel maligna ialah mengabaikan perbedaan-perbedaan individualnya, adanya protein
tertentu, inti, abnormalitas kromosom dan kecepatan mitosis pertumbuhanya.
Membran sel maligna mengandung protein yang disebut antigen spesifik tumor dan Prostate
Specifik Antigen (PSA). Membran selular maligna juga mengandung lebih sedikit
fibronektin yaitu semen selular sehingga membran sel maligna kurang kohesif
terhadap sel-sel sekitarnya dan tidak melekat dengan cepat. Inti dari sel-sel
kanker seringkali besar dan bentuknya tidak beraturan, nukleolus tempat RNA
lebih banyak dan besar. Mitosis terjadi lebih sering pada sel maligna dibanding
sel normal.
5.
Penetapan stadium dan klasifikasi kanker
prostat
Penetapan Stadium ini
sesuai dengan UICC yang diusulkan oleh Schroder dan Hermanek klasifikasi TNM
pada tahun 1992. (C.J.H Van de Velde, F.T Bosman, DJ. TH. Wagener, 1996 : 547 )
yaitu sebagai berikut :
·
T
1 : Karsinoma yang ditemukan insidental (tidak dapat dipalpasi)
·
T1a
:Karsinoma insidental pada kurang dari 5 % jaringan yang direseksi.
·
T1b
: Karsinoma insidental pada 5 % jaringan yang direseksi.
·
T1
:Tumor diketahui karena biopsi, misalnya karena PSA yang meninggi.
·
T2
: Karsinoma palpabel, terbatas pada prostat.
·
T2a
: Tumor terbatas kurang dari setengah satu lobus prostat.
·
T2b
: Tumor lebih dari setengah dari satu lobus prostat, tetapi tidak dikedua lobus prostat.
·
T2c
: Tumor di dalam kedua lobus prostat.
·
T3 : Pertumbuhan tumor menembus kapsul prostat.
·
T3a
: Pertumbuhan di dalam kapsul unilateral.
·
T3b
: Pertumbuhan di dalam kapsul bilateral.
·
T3c
: Invasi tumor di dalam satu dari kedua vesiculae seminalis.
·
T4 : Pertumbuhan tumor lanjut dan fiksasi pada
jaringan sekitarnya.
Tabel
2.1
Derajat
diferensiasi karsinoma prostat menurut Gleason
Grade
|
Tingkat Hitopatologi
|
2-4
|
Well differentiated
|
5-7
|
Moderately differentiated
|
8-10
|
Poorly differentiated
|
Sumber : Basuki B. Purnomo,(2000 :
157)
Cepatnya penyebaran dan terjadinya metastasis suatu
tumor tampaknya dipengaruhi oleh faktor genetik penderitanya, konsep ini di
sebut sebagai biologic predeterminism” yang menerangkan bahwa akibat pada
penderita bergantung kepada “Predetermined aggressiveness” tumor (Sutisna H, 1992).
Tabel 2.2
Sistem pentahapan kanker prostat
American Joint Commitee on Cancer
Tahap
|
Tumor
|
Nodus
|
Metastase
|
histopatologis
|
I
|
T1
|
NO
|
MO
|
G2,
3-4
|
II
|
T2
|
NO
|
MO
|
Sembarang
G
|
III
|
T3
|
NO
|
MO
|
Sembarang
G
|
IV
|
T4
/ sembarang T
|
NO-N3
|
MO/M1
|
Sembarang
G
|
Tumor Primer (T)
T0 : Tidak ada bukti tumor primer.
T1
: Tumor yang secara klinis tidak tampak dan tidak dapat dirubah atau dapat
dilihat melalui pencitraan.
T2
: Tumor teletak di dalam prostat.
T3
: Tumor melalui kapsula prostat.
T4
: Tumor terikat atau menginvasi Struktur yang berdekatan selain dari
vesikula seminalis.
Nodus Limfe Regional (N)
N0
: Tidak ada metastase nodus limfe regional.
N1
: Metastase pada satu nodus limfe < 2 cm dalam dimensi yang
paling besar.
N2 : Metastase dalam satu nodus limfe > 2cm
tetapi < 5 cm dalam dimensi yang terbesar atau metastase nodus multipel, tidak > 5 cm.
N3
: Metastase pada nodus limfe > 5 cm dari dimensi yang paling besar.
Metastase jauh (M)
M0
: Tidak ada metastase jauh.
M1
: Metastase jauh.
Derajat Histopatologi (G)
G1
: Terdiferensiasi baik.
G2
: Terdiferensiasi secara moderat.
G3-4 : Terdiferensiasi dengan buruk
atau tidak terdiferensiasi.
|
Sumber : Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare (2002:1634)
6.
Tanda dan gejala
Menurut Basuki B. Purnomo, 2000 :
153 dijelaskan bahwa :
“Kanker
prostat pada tahap awal jarang
menimbulkan gejala, hanya 10 % pasien yang berobat dengan membawa keluhan yang
berhubungan dengan karsinoma prostat”.
Gejala yang terjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada
tahap lanjut. Kanker ini cenderung beragam dalam perjalananya yang menyebabkan gejala
dan tanda obstruksi urinarius terjadi seperti kesulitan dan sering berkemih,
retensi urine, hidronefrosis, gagal ginjal dan penurunan ukuran dan kekuatan
aliran urine. Gejala-gejala yang berhubungan dengan metastase seperti sakit
pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada perineal dan rektal, anemia,
penurunan berat badan, kelemahan, mual, paraplegi, fraktur patologis dan edema
tungkai dan oliguri. Hematuri dapat terjadi akibat kanker yang menyerang uretra
atau kandung kencing, atau keduanya. Tetapi haematuri ini menjadi indikasi
pertama yang jelas dari kanker.
Patofisiologi :
7.
Diagnosis
Menurut A.D.Thomson, R.E.Cotton. (1997), dan Basuki
B.Purnomo. (2000:156), danWim de Jong. (2005: 788).
Diagnosis kanker ditegakan melalui pemeriksaan sebagai
berikut :
1) Ultrasonografi transrektal.
Melalui pemeriksaan ini dapat
diketahui adanya area hipo-ekoik (60 %) yang merupakan tanda adanya kanker
prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstra kapsuler,
untuk menentukan penyebaran ke vesika seminalis, dan kelenjar limfe yang dekat
penuntun biopsi jarum.
2) CT scan dan MRI.
CT scan diperiksa bila
dicurigai adanya metastase pada
limponudi (N) yaitu pada pasien yang menunjukan skor Gleason tinggi
( > 7) atau kadar PSA tinggi. Dibandingkan dengan transrektal, MRI lebih
akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesika
seminalis.
3) Bone scan.
Pemeriksaan sintigrafi
pada tulang dipergunakan untuk mencari metasstase hematogen pada tulang.
4) Asam fosfatase.
Kadar serum yang lebih
besar dari 6 i.u /l menunjukkan dengan kuat adanya karsinoma prostat. Enzim ini dihasilkan oleh sel epitel dan
sebagian mencerminkan diferensiasi tumor, sebagian mencerminkan jumlah tumor
yang ada.
5) Apusan prostatik.
Apusan yang didapat dari
bahan yang dikeluarkan melalui masase prostatik, dapat memperlihatkan sel-sel
maligna.
6) Biopsi.
Pemeriksaan ini biasanya
memuaskan tetapi kesalahan sampling lazim terjadi dan pada tumor-tumor yang berdiferensi baik diagnosis sangat
sukar. Jika tumor kecil pada biopsi transrektal tidak akan ditemukan karsinoma.
7) PSA dan PAP (Prostate Acid
phospatase / Prostate specific antigen)
Pemeriksaan ini sangat
berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostate dan evaluasi
lanjutan setelah terapi kanker prostate.
8.
Prognosis
Untuk
kasus-kasus T1 dan T2 sesudah terapi dengan tujuan pengobatan ketahanan hidup 5
tahun sebesar 70-80 % (Pipelich dkk, 1987). Kasus yang masih operabel dalam T3
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70 %(Zincke dkk, 1987). Penderita T4 dan
metatase terapi hormonal memberi ketahanan hidup 5 tahun 10-20 %(De Voogt,
1963). Prognosis lebih bayak ditentukan oleh keadaan umum penderita dari
pada oleh terapi yang diberikan
kepadanya (De voogt, 1989.dalam Basuki B Purnomo).
9.
Penatalaksanaan adenocarsinoma
prostat
Pemilihan
cara penanganan adenocarsinoma prostat ditujukan untuk meningkatkan umur harapan
hidup dan mempertahankan kualitas hidup.
(Sylvia A Price,
Lorrraine M Wilson, 1995:1156)
Tindakan
pengobatan yang dilakukan pada pasien karsinoma prostat tergantung pada
stadium, umur harapan hidup, dan derajat diferensiasinya. (Basuki B. Purnomo,
2000 : 157) yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.3
Terapi pilihan karinoma prostat
Stadium
|
Alternatif therapi
|
T1 – T2
(A-B)
|
Radikal prostatektomi
Observasi (pasien tua)
|
T3- T4 (C
)
|
Radiasi
Prostatektomi
|
N atau M (D)
|
Radiasi
Hormonal
|
Sumber : Basuki B. Purnomo, 2000: 157
,Sylvia &Wilson.
Keterangan :
§
Stadium
A : Tumor tanpa gejala dan
ditemukan pada pemeriksaan sediaan operasi
prostat secara histologi.
§ Stadium B : Karsinoma prostat dapat diraba dengan pemeriksaan
rektum.
§
Stadium
C dan D : Ditandai dengan gangguan miksi (disuria, arus miksi kurang deras, dan
retensi urine. Rasa nyeri di perineum adalah gejala akhir). Penderita stadium D
ditandai dengan hanya nyeri pada tulang sebagai akibat dari metastase di
dalamnya.
Penjabaran dari therapi
tersebut adalah :
a) Observasi.
Ditunjukan pada pasien
dalam stadium T 1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10 tahun.
b) Prostatektomi radikal.
Dilakukan pada pasien
yang berada pada stadium T1-2 N0 M0 yaitu berupa
pengangkatan kelenjar prostat bersama vesikula seminalis. Cara ini dapat menimbulkan
penyulit berupa pendarahan, disfungsi ereksi dan inkontentia urine.
c) Radiasi
Ditunjukan pada pasien
tua dan kondisi tumor mengalami metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya
didahului dengan limfadenektomi yang dapat dilakukan dengan operasi terbuka
maupun secara laparaskopik.
d) Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari HUGINS yaitu “
Sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan”.
Sumber androgen dihilangkan dengan cara pembedahan atau medikamentosa.
Androgen tidak saja terdapat pada testis tetapi terdapat juga pada kelenjar
suprarenal sebesar 10 % dari seluruh testosteron yang beredar dalam tubuh
(Lambrie)
10. DAMPAK ADENOCARSINOMA TERHADAP
SISTEM TUBUH DAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA.
a.
Sistem Tubuh
1. Sistem Pernapasan.
Sel karsinoma dapat menyebar melalui peredaran
darah, termasuk paru-paru sebagai tempat oksigenasi darah yang berasal dari
vena kafa inferior dan superior yang diteruskan ke ventrikel kanan melalui
arteri pulmonalis ke paru-paru dan sel karsinoma membentuk anak sebar membentuk
embolus tumor.
2. Sistem kardiovaskuler.
Sel-sel tumor dapat
disebarkan melalui peredaran darah atau yang disebut peredaran secara
hematogen. Pembuluh vena dindingnya tipis, sehingga mudah ditembus oleh sel-sel
tumor, sel-sel ini sebagai embolus akan diangkut oleh aliran darah vena,
kemudian dapat tersangkut pada hati atau paru-paru membentuk anak sebar.
Embolus tadi masuk ke bagian kiri jantung, masuk ke pembuluh arteri dan masuk
pada alat-alat tubuh yang menerima banyak darah arteri (ginjal, hati ). Selain
itu sel dapat menyebar secara limfogen
(yang paling khas pada karsinoma). Oleh pengaruh renin angiotensin
I&II terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
3. Sistem Pencernaan.
Suzanne C. Smeltzer,
Brenda G. Bare, 2002 dan dr. Sutisna H. Menjelaskan bahwa :
Tumor ganas paling
banyak menyebabkan kematian oleh karena terjadinya cachexia, yaitu penderita
sangat lemah, berat badan sangat menurun dan keadaan umum sangat buruk. Tumor
yang besar dengan penyebaran yang banyak biasanya menyebabkan cachexia yang
berat.
Banyak pasien kanker
tidak mampu mengabsorpsi nutrien dari sistem pencernaan sebagai akibat dari
aktivitas tumor dan pengobatan kanker. Tumor dapat menurunkan produksi enzim
atau menimbulkan fistula, tumor mensekresi hormon dan enzim seperti gastrin (merangsang
sekresi asam lambung) yang dapat mengakibatkan meningkatnya iritasi saluran
pencernaan, penyakit ulkus peptikum, dan menurunnya pencernaan lemak dan
protein. Kakeksia (Sidrom Wasting) merupakan hal yang lazim pada pasien kanker,
terutama pada keadaan penyakit lanjut sementara kebutuhan metabolik meningkat.
4. Sistem Perkemihan.
Ginjal sebagai salah
satu organ yang menerima banyak darah arteri merupakan tempat predileksi untuk
sel karsinoma bersarang setelah sel kanker sebagai emboli masuk dalam peredaran
darah. Pertumbuhan sel yang lanjut dan membesar akan mengakibatkan haematuri
dan obtruksi uretra sehingga haluaran urine manjadi terganggu, mengakibatkan
urine kembali ke ureter dan pelvis renalis sehingga terjadi kerusakan pada
tubulus, fungsi ginjal menurun,.GFR menurun. Terjadi juga peningkatan sekresi renin
angiotensin I&II akibat GFR menurun. Pengobatan kemoterapi dapat berakibat
pada kerusakan ginjal.
5. Sistem Integumen.
Akibat dari fungsi GFR
yang menurun mengakibatkan sisa metabolik tidak terbuang sehingga ureum
menumpuk dikulit dapat terjadi gatal-gatal. Akibat pengobatan dapat menimbulkan
kerontokan rambut dan perubahan warna kulit.
6. Sistem muskuloskeletal.
Karsinoma prostat
menyebar melalui kelenjar limfe dipanggul kemudian ke kelenjar limfe
retroperitoneal atas. Penyebaran hematogen melalui V. vertebralis ke tulang
panggul, femur proximal; ruas tulang lumbal, dan tulang iga. Metastase tulang
sering bersifat osteoklastik. Dapat pula terjadi fraktur patologik.
7. Sistem Persyarafan.
Pengobatan kanker
melalui kemoterapi dari golongan alkaloid tumbuhan terutama vinkristin dapat
menyebabkan kerusakan neurologis dengan dosis berulang. Dapat terjadi neuropati
periper, kehilangan reflek tendon profunda dan ileus paralitik.
8. Sistem Reproduksi.
Akibat dari pengobatan/penatalaksanaan
kanker dengan kemoterapi bagi penderita pria dapat mengalami azoospermia (tidak
adanya sperma) temporer atau permanen. Sel-sel reproduktif mungkin mengalami
kerusakan selama pengobatan dan mengakibatkan abnormalitas kromosomal pada
keturunan.
b.
Kebutuhan dasar manusia
1) Fisik.
a) Kebutuhan oksigen.
Dapat mengalami gangguan
bila karsinoma bermetastase ke ginjal sehingga terjadi kerusakan ginjal
terutama pada fungsi eritropoetin yang mengakibatkan anemia dan berpengaruh
pada pengikatan dan transportasi oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh.
b) Kebutuhan rasa nyaman.
Pada stadium lanjut
dapat menimbulkan rasa nyeri pada tulang.
c) Kebutuhan nutrisi.
Klien akan mengalami
ganggaun nutrisi akibat dari pengeluaran enzim gastrin yang merangsang
pengeluaran asam lambung sehingga terjadi iritasi disamping iritasi tersebut
diakibatkan oleh karena tumpukan ureum dalam tubuh. Klien mengalami kakeksia.
d) Kebutuhan istirahat dan tidur.
Kebutuhan istirahat klien akan terganggu oleh rangsang nyeri yang
ditimbulkan pada kanker stadium lanjut.
e) Aktivitas.
Klien dengan karsinoma
prostat yang tergantung akan pemasangan kateter aktivitasnya akan terganggu,
juga oleh karena rasa sakit yang datang sewaktu-waktu.
2) Psikologi.
a)
Rasa
aman.
Terganggu akibat proses
penyakit, pengobatan dan dampaknya baik pembedahan, radiasi, atau kemoterapi.
b)
Konsep
diri.
Mengalami masalah yang
diakibatkan dari dampak pengobatan terutama pengobatan dengan kemoterpi atau
oleh pertumbuhan tumor yang terlewat besar.
c)
Hubungan
sosial.
Reaksi berduka yang
diakibatkan oleh perasaan diri yang terolasi, dan pemutusan yang
berangsur-angsur yang dimulai dari dirinya dan oleh orang lain.
3) Spiritual.
Penderita seringkali
merasa putus asa dengan penyakitnya, serta tidak semangat hidup karena
penyembuhan, dan pengobatan yang lama.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses
keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menentapkan, merencanakan,
dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk
mencapai dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.Tindakan keperawatan tersebut
dilakukan secara berurutan terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis.( Efendy,
Nasrul.1995: 3)
1.
Pengkajian
Adalah
tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status klien. (Nursalam, 2001: 17)
- Pengumpulan data.
Pengumpulan informasi
tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah
serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien. Sumber data diperoleh dari
klien, keluarga, dan dokumentasi medik dan keperawatan. Kegiatan pengumpulan
data dimulai saat klien masuk rumah sakit dan dilanjutkan secara terus menerus selama
proses keperawatan berlangsung yang meliputi :
1)
Identitas
a. Identitas klien
Mendapatkan data-data
nama, usia untuk menentukan prognosis umur harapan hidup dari penderita kanker
prostat. Usia penderita kanker prostat rata-rata 60-70 tahun, suku/bangsa,
agama, pekerjaan ,status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomer medrec, dan alamat yang diperlukan saat keperluan kunjungan rumah/follow
up.
b. Identitas penanggungjawab
Mendapatkan data nama,
umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, hubungan dengan klien, dan
alamat.
2) Riwayat
kesehatan.
a) Riwayat kesehatan sekarang.
(1) Keluhan utama masuk rumah sakit.
Keluhan yang disampaikan
tentang alasan mengapa dirinya sampai masuk rumah sakit untuk kepentingan klien
mencari pengobatan. Klien dengan kanker prostat akan mengeluh tentang kesulitan
atau adanya gangguan proses miksi/BAK yang bisa jadi telah berlangsung lama
termasuk adanya haematuri.
(2) Keluhan utama saat dikaji
Merupakan keluhan yang
disampaikan oleh klien saat pengkajian dan dikembangkan secara PQRST.
P ( Provokative), hal
apa yang menyebabkan nyeri bertambah atau nyeri berkurang. Klien dengan kankker
prostat akan merasakan nyeri pada tulang saat stadium lanjut . Klien biasanya
mengeluh adanya gangguan dalam BAK, nyeri, adanya haematuri atau ketergantungan
akan pemasangan dower chateter.
Q (Quality/ Quantity),
bagaimana nyeri dirasakan kilen, apakah sampai mengganggu istirahat/aktivitas
klien sehari-hari, hilang timbul atau nyeri dirasakan tidak mengganggu
keseharian dirinya.
R (Region/Radiation),
dimana nyeri dirasakan, apakah menyebar ke daerah lain atau tidak.
S (Saferity/Scale),
berapa berat nyeri dirasakan klien.
Menurut Mc Gill derajat
nyeri dibagi dalam skala nyeri, dapat
diperoleh melalui ekspresi wajah klien atau melalui cara dan klasifikasi lain
(skala 0-5, kala 1-10, dll)
T (Timing), berapa lama
nyeri dirasakan, saat kapan nyeri dirasakan, adakah nyeri dirasakan dengan
intensitas meningkat pada waktu tertentu, misalnya pada waktu malam, pagi atau
siang hari.
b) Riwayat kesehatan dahulu.
Adakah gejala khas
berupa gangguan dalam BAK yang lama, berapa gejala itu muncul, adakah keluhan
nyeri pinggang. Adakah kesenangan klien akan makanan yang mengandung lemak
tinggi terutama yang bersumber dari hewani.
c)
Riwayat
kesehatan keluarga.
Mencari data dari
anggota keluarga adakah yang menderita penyakit kanker seperti yang dialami
klien saat ini, penyakit ginjal, dan hipertensi.
2) Pola aktivitas sehari-hari.
Lakukan pengkajian
tentang kebiasan makan klien, adakah peningkatan atau penurunan. pola minum,
adakah kesesuaian antara yang masuk dan keluar bagaimana pula kebiasaan BAK/BAB
dan kaji frekwensinya. Pola kebersihan diri, dan adakah kelelahan yang dirasakan
saat beraktivitas, bagaimana aktivitas dan kebutuhan istirahat – tidur klien.
3) Pengkajian fisik
Digunakan untuk
mendapatkan data obyektif dan riwayat keperawatan klien dengan tehnik inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi dengan melibatkan semua panca indra.
a) Sistem pernafasan
Bagaimana oksigenasi
klien, jumlah respirasi per menit adakah obstruksi. Pada klien yang belum
mencapai stadium lanjut mungkin tidak akan ditemukan gangguan respirasi.
b) Sistem cardiovaskuler
Kemungkinan terjadi
peningkatan tensi darah akibat teraktifasinya renin angiotensin oleh fungsi GFR
yang menurun sehingga akan memvasokontriksi pembuluh darah sehingga dalam
rangka memenuhi kebutuhan darah tubuh, jantung akan memompa lebih kuat.
c) Sistem pencernaan
Perubahan dalam status
nutrisi dan penurunan berat badan mungkin sekunder terhadap masukan protein dan
kalori, efek lokal dari tumor, penyakit sistemik, efek samping pengobatan, atau
status emosional klien.
Perawat perlu memantau
berat badan dan masukan kalori setiap hari, riwayat diet, situasi dan makanan
yang memperburuk atau meredakan
anoreksia, adakah kesulitan mengunyah/menelan, mual, muntah, dan diare.
d) Sistem perkemihan.
Terjadi gangguan dalam
proses miksi, haematuri, dan ketergantungan klien akan pemasangan dower
chateter, sering berkemih dengan perasaan yang tidak puas menandakan adanya
sesuatu dalam sistem perkemihan termasuk yang disebabkan oleh adanya pembesaran
kelenjar prostat baik yang jinak atau yang ganas(benigna/maligna), pantau
fungsi renal dengan mengecek serum creatinin.
e) Sistem integumen.
Integritas kulit dan
jaringan beresiko pada klien penderita
kanker karena efek kemoterapi, terapiradiasi, pembedahan, dan prosedur invasif
yang dijalankan untuk diagnosis dan terapi. Kerontokan rambut, alopecia, dan
perubahan warna kulit terjadi pada klien yang menjalani pengobatan dengan cara
kemoterapi dan radiasi
f) Sistem muskuloskeletal.
Kaji adakah fraktur
patologis, nyeri tulang, lokasi kelainan tulang pada lumbal, panggul, dan
daerah lain yang dekat dengan lokasi karsinoma prostat.
g) Sistem persyarafan.
Kaji adakah gangguan
neuropati perifer, reflek tendon profunda, dan bising usus untuk menentukan
adanya ileus paralitik atau tidak.
4) Data Psikologis
Pengkajian status
psikologi dan mental penting dilakukan
karena pasien dan keluarganya menghadapi pengalaman mengancam jiwa akibat dari
uji diagnostik, modalitas pengobatan, dan perjalanan penyakit.
Kaji mekanisme koping
klien, apakah maladaftif, adakah depresi akibat prognosa kanker yang buruk,
reaksi berduka. Apakah klien mampu menceritakan tentang prognosis dan diagnosisnya
dengan keluarga. Serangan terhadap citra tubuh sepanjang perjalanan penyakit
dan pengobatan.
5) Data sexual.
Penderita kanker prostat
terutama yang dilakukan tindakan pembedahan dalam penatalaksanaannya sangat
mungkin akan mengalami ganggua sexual pasca operatif. Sehingga pengkajian perlu
hati-hati dan mendalam terutama pada klien dengan usia produktif, diskusikan
dengan pasangan alternatif keintiman dengan metode atau cara lain yang dapat
dimengerti dan dilakukan klien dan pasangan. Pengobatan kanker yang dapat
mempengaruhi alat kelamin dapat menimbulakan disfungsi sexual, motivasi klien
dan pasangan untuk ber KB, kaji juga tentang pengaruh terhadap kesuburan selama
penyakit
6) Data penunjang
Perlu memperhatikan
hasil-hasil dari pemeriksaan laboratorium di bawah ini, sebagaimana telah
dijelaskan di halaman 21-22.
a) Pemeriksaan transrektal
ultrasonografi
b) Pemeriksaan biopsi (Patologi
anatomi)
c) Kadar PSA/PAP
d) CT scan
e) Bone scan
f) Asam fosfatse
- Analisa data
Adalah kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkannya data tersebut dengan konsep, teori dan
prinsif yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan pasien
(Nasrul Efendy, 1995:
24)
- Diagnosa Keperawatan
Adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual dan potensial sebagia dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2000: 35).
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada klien yang menderita kanker prostat menurut Suzanna C
Smeltzer, Brenda G bare, 2002. adalah sebagai berikut :
1. Ansietas berhubungan dengan kekawatiran
dan kurang pengetahuan tentang diagnosa, rencana pengobatan, dan prognosi.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan
dengan obstruksi uretra terhadap pembesaran tumor.
3. Kurang pengetahuan berhubungan
dengan masalah kesehatan yang baru dan modalitas pengobatan.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
5. Disfungsi seksual berhubungan dengan
efek terapi (Hormonal, radiasi, pembedahan).
6. Nyeri berhubungan dengan kemajuan
penyakit dan modalitas pengobatan.
7. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan hipoksia jaringan, malnutrisi, dan keletihan.
2.
Perencanaan
Adalah
catatan yang ada tentang intervensi keperawatan. Rencana keperawatan untuk
penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan tindakan keperawatan, merupakan
petunjuk tertulis tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, sesuai
kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, ditentukan juga tujuan akhir dari tindakan tersebut.
1) Ansietas berhubungan dengan kekawatiran
dan kurang pengetahuan tentang diagnosa, rencana pengobatan, dan prognosi
Tujuan
: Mengurangi stress dan memperbaiki kemampuan koping.
Kriteria :
a) Tampak rileks
b) Menyatakan bahwa ansietasnya
berkurang atau telah reda
c) Menunjukan pemahaman tentang
penyakit dan pengobatanya ketika ditanya.
d) Melakukan komunikasi terbuka dengan
orang lain
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Kumpulkan riwayat
kesehatan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut :
a. Kekawatiran
pasien.
b. Tingkat pemahaman
pasien mengenai maslah kesehatannya.
c. Pengalaman masa
lalu dengan kanker.
d. Apakah klien
mengetahui tentang diagnosisnya.
e. Sistim pendukung
yang dimiliki dan metode penanganan masalah.
2. Berikan
pengajaran tentang diagnosis dan rencana pengobatan:
a. Jelaskan dengan
bahasa sederhana apa yang diperkirakan terjadi dari pemeriksaan diagnostik,
berapa lama, apa yang akan dialami selama pemeriksaan.
.
b. Tinjau rencana
pengobatan dan biarkan pasien
bertanya.
3. Kaji reksi
psikologis klien terhadapdiagnosis / prognosis dan bagaimana klien mengatasi
stres dimasa lalu.
|
1.
Perawat mengklarifikasi informasi dan memfasilitasi pemahaman dan koping
pasien.
2.
Membantu pasien untuk memahami pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan
akan mengurangi ansietas pasien dan meningkatkan kerjasama pasien.
3.
Informasi ini merupakan petunjuk dalam menentukan tindakan yang sesuai untuk
memudahkan koping.
|
2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi uretra terhadap perbesaran tumor.
Tujuan
: Mengalami perbaikan pola eliminasi.
Kriteria :
a) Berkemih pada interval yang normal.
b) Melaporkan tidak sering berkemih,
mengalami dorongan berkemih, atau tidak ada distensi kandung kemih.
c) Tidak menunjukan distensi kandung
kemih yang dapat diraba setelah berkemih.
d) Mempertahankan masukan dan haluaran
yang seimbang.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Tetapkan pola
fungsi urinarius paien yang lazim.
2. Kaji terhadap
tanda dan gejala retensi urine, jumlah dan frekwensi urine, distensi suprapubis,
keluhan tentang dorongan berkemih dan ketidak nyamanan.
3. Lakukan
kateterisasi pada pasien untuk menentukan urine residu.
4. Lakukan tindakan
untuk mengatasi retensi.
a. Berikan dorongan
untuk mengambil posisi yang normal saat berkemih.
b. Rekomendasikan
penggunaan valsava manuver
c. Berikan preparat
kolinergik yang diresepkan
d. Pantau efek-efek
medikasi
5. Konsulkan dengan
dokter mengenai kateterisasi intermiten atau inweling, bantu saat prosedur
sesuai yang dibutuhkan.
|
1. Merupakan nilai
dasar untuk perbadingan dan menetapkan tujuan lebih lanjut.
2. Berkemih 20-30 ml
secara teratur dan haluan kurang dari masukan yang menandakan adanya retensi.
3. Menetapkan jumlah
urine yang tersisa
§
Posisi
yang normal memberikan kondisi rileks
yang kondusif untuk berkemih.
a. Posisi yang
normal memberikan kondisi rileks yang kondusif untuk berkemih.
b. Mengelurkan
tekanan cenderung untuk mendorong urine keluar dari kandung kemih.
c. Menstimulasi
kontraksi kandung kemih
d. Jika
tidak berhasil, tindakan lainya mungkin diperlukan
5.
Kateterisasi akan meredakan retensi urine hingga penyebab spesifik ditemukan.
|
3) Kurang pengetahuan berhubungan
dengan masalah kesehatan yang baru dan modalitas pengobatan.
Tujuan
: Memahami masalah kesehatan dan kemampuan untuk merawat diri.
Kriteria
:
a) Mendiskusikan kekawatiranya dan masalahnya dengan bebas.
b) Mengajukan pertanyaan dan menunjukan
minat dalam kondisinya.
c) Menguraikan aktivitas yang dapat
membantu atau menghalangi pemulihan.
d) Mengidentifikasi cara-cara
mempertahankan kontrol kandung kemih.
e) Memperagakan tehnik yang memuaskan
dan memahami perawatan kateter.
f) Membuat daftar tanda-tanda dan
gejala yang harus dilaporkan ketika terjadi.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Tegakan
komunikasi dengan pasien.
2. Tinjau anatomi
dari bagian tubuh yang sakit.
3. Spesifik dalam
memilih informasi yang sesuai dengan rencana pengobatan tertentu dengan
pasien
4. Identifikasi
cara-cara untuk menurunkan tekanan pada area operatif setelah protatektomi :
a. Hindari duduk
yang lama.
b. Hindari mengejan
(defeksi, mengangkat).
5. Biasakan pasien
terhadap cara-cara
a. Berikan dorongan
berkemih setiap 2-3 jam, jangan anjurkan berkemih saat berbaring.
b. Hindari minum
kola atau kafein
c. Jelaskan latihan
perinel yang akan dilakukan setiap jam.
d. Kembangkan jadwal
sesuai dengan rutinitas pasien.
6. Peragakan perawatan
kateter.
|
1. Untuk menegakan
hubungan saling percaya.
.
2. Orientasi pada
anatomi suatu bagian tubuh dasar untuk memahami fungsinya.
3. Hal ini
didasarkan pada rencana perawatan , karena hal ini beragam untuk setiap
pasien.
4. Untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan.
5. Tindakan ini akan
membantu mengontrol sering berkemih dan urine menetes, dan membantu mencegah
retensi.
6. Dengan meminta
peragaan ulang tentang merawat, mengumpulkan, dan mengosongkan alat yang
digunakan pasien untuk menampung urine, ia akan lebih mandiri dan mencegah
urine balik, yang akan mengarah pada infeksi
|
4) Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan
status nutrisi yang optimal.
Kriteria :
a) Memberikan respon secara positif
terhadap makanan kesukaanya.
b) Menjalani tanggungjawab untuk
hygiene oralnya.
c) Terlihat adanya peningkatan berat
badan setelah terjadi peningkatan nafsu makannya.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Kaji jumlah
makanan yang dimakannya.
2. Timbang berat
badan secara rutin.
3. Dengarkan
penjelasan klien mengapa ia tidak dapat makan lebih banyak.
4. Atur penyiapan
makanan kesukaannya secara individual.
5. Kenali efek
radiasi pada nafsu makan.
6. Informasikan pada
klien bahwa perubahan pada rasa kecap dapat terjadi.
7. Lakukan tindakan
untuk mengontrol mual dan muntah-muntah.
8. Berikan makanan
dalam porsi kecil tapi sering.
9. Kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan.
|
1. Membantu
menentukan masukan nutrien.
2. Dengan menimbang
pasien dengan timbangan dan kondisi yang sama dapat membantu memantau
perubahan berat badan.
3. Penjelasan pasien
membantu memperbaiki praktik dengan mudah.
4. Pasien akan lebih
mungkin mengkonsumsi makan dalam porsi yang lebih besar jika makanannya enak
dan mengundang selera makan.
5. Banyak preparat
kemoterapetik dan terapi radiasi meningkatkan anoreksia.
6. Penuaan dan
proses penyakit dapat mengurangi sensitivitas pengecapan.
7. Muntah-muntah
dapat menurunkan nafsu makan.
8. Makanan dalam
porsi yang lebih kecil lebih menyenangkan bagi pasien.
9. Ketidak mampuan
atau kurangnya dukungan sosial dapat menghambat kemampuan pasien untuk
mendapatkan dan menyiapkan makanan.
|
5) Disfungsi seksual berhubungan dengan
efek terapi (Hormonal, radiasi, pembedahan)
Tujuan : Mampu untuk
melanjutkan / menikmati fungsi seksual yang dimodifikasi.
Kriteria :
a) Menguraikan alasan adanya perubahan
dalam fungsi seksual.
b) Mendiskusikan dengan tenaga
perawatan mengenai pendekatan alternatif dan metode akspresi seksual.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Tetapkan
kondisi-kondisi medis pasien yang memperngaruhi fungsi seksual dari riwayat
keperawatan.
2. Informasikan pada
pasien tentang efek dari bedah prostat.
3. Libatkan pasangan
pasien dalam mengembangkan pemahaman, dan menemukan alternatif hubungan
yang akrab serta memuaskan satu sama lain.
|
1. Biasanya
menurunkan libido dan kemudian impotensi mungkin akan dialami.
2. Modalitas
pengobatan akan mengubah fungsi seksual tetapi masing-masing dievaluasi
sesuai dengan efeknya pada pasien tertentu.
3. Sering ikatan
antar pasangan diperkuat dengan apresiasi yang baru dan dukungan yang tadinya
tidak ada sebelum penyakit yang saaat ini dialami.
|
6) Nyeri berhubungan dengan kemajuan
penyakit dan modalitas pengobatan.
Tujuan : Tidak terdapat
nyeri.
Kriteria :
a) Melaporkan peredaan nyeri.
b) Memperkirakan eksaserbasi,
melaporkan kualitas atau intensitasnya, dan mencapai peredaan.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Evaluasi sifat
nyeri pasien , letak serta intensitasnya dengan mengunakan skala nyeri.
2. Hindari aktivitas
yang memperburuk nyeri.
3. Pastikan tempat
tidur pasien mempunyai papan dan kasur yang kencang juga lindungi pasien dari
jatuh atau cederra.
4. Berikan sanggahan
pada ekstremitas yang sakit.
5. Siapkan pasien
untuk terapi radiasi bila diresepkan.
6. Berikan analgetik
dengan jadwal yang teratur sesuai yang diresepkan.
|
1. Menentukan sifat,
penyebab, intensitas nyeri membantu
untuk memilih modalitas peredaan yang sesuai dan memberikan dasar
untuk perbandingan kemudian.
2. Terbentur tempat
tidur adalah salah satu contoh kejadian yang memperkuat nyeri.
3. Hal ini akan
memberikan sanggahan tambahan dan lebih memberikan kenyamanan.
4. Lebih banyak sanggahan
dibarengi dengan mengurangi gerakan pada bagian yang sakit akan membatu mengontrol nyeri.
5. Terapi radiasi
mungkin akan lebih efektif dalam mengontrol nyeri.
6. nalgesik mengubah
persepsi nyeri dan memberikan rasa nyaman.
|
7) Gangguan mobilissasi fisik
berhubungan dengan hipoksia jaringan, malnutrisi, dan keletihan.
Tujuan : Memperbaiki
mobilitas fisik.
Kriteria :
a) Mencapai mobilitas fisik yanglebih
baik.
b) Menunjukan bahwa tujuan jangka
pendek lebih mendorong pasien karena tujuan tersebut lebih mudah tercapai.
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
1. Kaji terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terbatasnya gerakan.
2. Redakan nyeri
dengan memberikan medikasi yang diresepkan.
3. Dorong penggunaan
alat bantu tongkat / alat bantu jalan.
4. Libatkabn orang
terdekat dalam membantu pasien saat latihan rentang gerak, mengubah posisi,
dan berjalan.
5. Puji paien saat
ia berhasil melakukan hal-hal yang kecil.
6. Kaji status
nutrisi.
|
1. Memberikan
petunjuk tentang penyebab, jika mungkin penyebab tersebut diatasi.
2. Analgesik
memungkinkan pasien untuk meningkatkan aktivirtasnya lebih nyaman.
3. Dukungan dapat
memberikan keamanan yang diperlukan untuk menjadi lebih bergerak.
4. Bantun dari
pasangan atau orang lain yang dekat dengan pasien mendorong pasien untuk
mengulagi aktivitasnya dan mencapai tujuan.
5. Menstimuli
penampilan yang lebih baik.
6. Lihat diagnosa
keperawatan nutrisi : kurang dari kebutuhan.
|
3.
Pelaksanaan
Inisiatif
dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.Tahap dalam tindakan keperawatan : persiapan, perencanaan, dan
dokumentasi (Lyer et al, 1996 dalam Nursalam 2001: 63)
4.
Evaluasi
Tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan.(Ignatius & Bayne, 1994 dalam Nursalam 2001 : 71)
Evaluasi
terdiri dari 2 komponen, yaitu :
a. Evaluasi proses (Formatif)
Fokus dari type evaluasi
ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil dari kualitas pelayanan
tindakan keperawatan. Evaluasi ini harus segera dilakukan setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk memantau keefektifan tindakan (Nursalam, 2001 :
74)
b. Evaluasi hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil
adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan
keperawatan klien. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. (Nursalam, 2001:74)
No comments:
Post a Comment