ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL
A.
Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental (Baihaqi dkk,
2005 : 4). Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa
adalah adanya stresor psikososial.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa):
sehingga orang itu terpaksa menadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi
tekanan yang timbul (Hawari, 2001 : x ). Stressor psikososial ini muncul
sebagai akibat dari perubahan-perubahan sosial yang serba cepat yang merupakan
dampak proses modernisasi dan industrialisasi.
Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu
bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (American
Nurses Association dalam Hamid 2000).
B. Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Mampu menjelaskan mengenai isolasi sosial
2.
Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan isolasi sosial
C. Sistematika Penulisan
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
Bab
I Pendahuluan
A. Latar
Belakang
B. Tujuan
C. Sistematika
Penulisan
D. Metode
Penulisan
Bab
II Tinjauan Teori
A.
Pengertian
B.
Psikodinamika
C.
Faktor
Predisposisi
D.
Faktor
Presipitasi
E.
Mekanisme
Koping
Bab
III Konsep
Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
B.
Masalah
Keperawatan dan data yang perlu dikaji
C.
Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul
D.
Rencana
Tindakan Keperawatan
E.
Implementasi
F.
Evaluasi
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar
Pustaka
D. Metode Penulisan
Penulisan
makalah ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu meringkas, merangkum,
dan mengambil inti sari dari bahan–bahan atau sumber-sumber yang sudah ada. Selain itu ditambah dengan informasi yang didapat dari
internet
BAB
II
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Secara kodratiyah, manusia sebagai makhluk berpikir
yang membedakanya dengan hewan, manusia tidak mungkin hidup tanpa orang lain.
Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupannya mereka harus membina hubungan
interpersonal.
Interaksi sosial atau sosialisasi adalah hubungan
interpersonal yang sehat, terjadi jika individu terlibat saling merasakan
kedekatan, sementara identitas pribadi masih dapat di pertahankan. Juga perlu
untuk membina perasaan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Stuart dan Sundeen, 1998
: 345).
Interaksi sosial adalah keadaan dimana individu
mengalami atau beresiko mengalami respon negative, ketidak adekuatan
ketidakpuasan dalam interaksi.
( Carpenito, 2001 :
385).
Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan
bahwa interaksi sosial adalah kemampuan individu melakukan suatu aktifitas dengan
individu lainnya dalam menjalin hubungan kerjasama, adanya saling
ketergantungan, keseimbangan dan kepuasan serta kemandirian dalam suasana
hubungan yang sehat.
Menurut
Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan
mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri
atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap.
Isolasi
sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381).
Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik
diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang
lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan
dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu
gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
B.
Proses
Terjadinya Masalah
Menurut
Stuart Sundeen rentang respon klien
ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan social merupakan suatu kontinum
yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut :
a. Rentang respon sosial
Respom Adaptif :
Respon
yang masih dapat diterima oleh norma – norma social dan kebudayaan secara umum
serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1.
Menyendiri
: respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
dilingkungan sosialnya.
2.
Otonomi
: kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam hubungan social.
3.
Bekerjasama
: kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4.
Interdependen
: saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
Respon Maladaptif :
Respon
yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social. Yang termasuk respon
maladaptive adalah :
1.
Menarik
diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2.
Ketergantungan
: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain.
3.
Manipulasi
: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan social secara mendalam.
4.
Curiga
: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
C.
Faktor
Predisposisi
a.
Faktor
Perkembangan
Tiap
gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang disebutkan pada tabel 1.2
akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon social maladaptip.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaptip. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai ini adalah
orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga
mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di luar keluarga.
Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu alcohol dan
penganiaya anak juga mempengaruhi seseorang berespon social maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga professional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa
dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan
keluarga oleh tenaga professional.
Tabel
1.2
Tugas
perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan
|
Tugas
|
Masa bayi
Masa bermain
Masa pra sekolah
Masa sekolah
Masa pra remaja
Masa remaja
Masa dewasa
Muda
Masa tengah baya
Masa dewasa tua
|
· Menetapkan
landasan rasa percaya
· Mengembangkan
otonomi dan awal perilaku mandiri
· Belajar
menunjukan inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
· Belajar
berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
· Menjadi
intim dengan sesama
jenis kelamin
· Menjadi
intim dengan teman lawan jenis kelamin
· Menjadi
saling tergantung dengan orang lain
· Teman,
menikah, mempunyai anak
· Belajar
menerima
· Berduka
karena kelahiran dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya
|
b. Faktor Biologik
Faktor genetik
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang
terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi
sosial merupakan faktor dalam anggota gangguan berhubungan, ini akibat dari norma
yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak mengahargai
anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia orang cacat, dan berpenyakit kronik, isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda
dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
D.
Faktor
Presipitasi.
Stressor
pencetus umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan stress. Faktor pencetus ini di kategorikan:
a. Stressor
sosiokultural, stress dapat ditimbulkan oleh :
1). Menurunnya stabilitas unit keluarga
2). Berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya
b. Stressor
Psikologik, Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan
dapat menimbulkan ansietas tinggi.
E.
Mekanisme
Koping
Mekanisme
pertahanan diri yang di gunakan pada gangguan hubungan sosial sangat
bervariasi, seperti pada gangguan menarik diri, mekanisme yang di gunakan
adalah regresi, represi, isolasi.
a. Tanda
dan Gejala Menarik diri
1. Menurut
SAK kesehatan jiwa ( 1998 )
·
Gangguan pola makan, tidak nafsu makan
atau makan berlebihan
·
Berat badan menurn drastic
·
Kemunduran kesehatan fisik
·
Tidur berlebihan
·
Tinggal ditempat tidur dalam waktu lama
·
banyak tidur siang
·
Kurang bergairah
·
Tidak memperdulikan lingkungan
·
Kegiatan menurun
·
Imobilisasi
·
Sikap mematung
·
Melakukan gerakan berulang-ulang
·
Keinginan seksual menurun
2. Menurut
Towsend ( 1958 : 152 )
·
Menyendiri dalam ruangan
·
Tidak berkomunikasi
·
Tidak melakuakn kontak mata
·
Sedih
·
Afek datar
·
Tindakan tidak sesuai
·
Berfikir tentang sesuatu menurut
pemikirannya sendiri
·
Tindakan berulang-ulang
3.
Menurut Budi Anna Kelia (2009),
tanda dan gejala ditemui seperti:
·
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
·
Menghindar dari orang lain
(menyendiri).
o
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien
tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
o
Tidak ada kontak mata, klien sering
menunduk.
o
Berdiam diri di kamar/klien kurang
mobilitas.
§ Menolak
berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
§ Tidak
melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Dampak
Kerusakan Interaksi sosial : Menarik Diri Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
menurut Hirarki maslow
1. Kebutuhan
nutrisi
Klien lebih menikmati
kesendiriannya sehingga kurang berminat untuk makan, bila hal ini berlangsung
terus maka akan terjadi penurunan berat badan, selain itu dampak obat yang
diberikan yaitu anti Parkinson dan anti psikotik dapat mengakibatkan mual,
mulut kering dan konstipasi sehingga hal itupun akan menyebabkan proses asupan
nutrisi jadi terganggu.
2. Kebutuhan
istirahat tidur
Klien dengan menarik diri sengan berlama-lama
dikamar dan banyak tidur siang selain itu obat-obatan juga berpengaruh sehingga
klien cendrung untuk tidur terus.
3. Aktifitas
sehari-hari
Klien kurang senang
dengan kegiatan sehingga kegiatan yang bekaitan dengan perawatan dirinya terabaikan,
penampilan klien kusut dan kusam, selain itu efek terapi anti psikotik adalah
kelemahan otot sehingga klien terlihat lemah dalam beraktifitas.
4. Kebutuhan
dan rasa aman
Klien dengan menarik
diri akan merasa aman bila tidak berhubungan dengan orang lain, karena klien
beranggapan hal itu akan membahayakan dirinya. Efek samping obat anti psikotik
adalah timbulnya keresahan dan kegelisahan continue sehingga klien merasa lebih
nyaman bila sendiri.
5. Kebutuhan
akan rasa cinta dan memiliki
Klien dengan menarik
diri mengalami kegagalan dalam pemenuhan dasar ini, karena klien lebih senang
dunianya sendiri.
6. Kebutuhan
aktualisasi diri
Klien dengan menarik
diri tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya, tidak mempunyai
perasaan bersaing dan tidak mempunyai keinginan untuk dapat diakui kebaikannya
atau perannya.
BAB
III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan dara atau informasi tentang klien agar dapat
mengidentifikasi kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan masalah
dan diagnosa keperawatan klien.
Pengkajian
meliputi : Pengumpilan data, analisa data, diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah.
a. Pengumpulan
data
Pengumpulan data bertujuan untuk menilai
status kesehatan klien dan kemungkinan masalah keperawatan yang memerlukan
intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif dan
data objektif. Data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini
didapatkan secara observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Data
subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga ,
data ini didapat melalui wawancara kepada klien dan keluarga, pengumpulan data
ini mencakup :
a) Identitas
klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
status mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek, ruang rawat, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b) Identitas
penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
1) Faktor
predisposisi
a) Faktor
yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa
kanak-kanak dapat merupakan factor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep
diri.
Meliputi
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b) Faktor
yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah
streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.
Peran sesuai
dengan jenis kelamin, konflik oerandan peran yang tidak sesuai muncul dari
factor biologis.
c) Faktor
yang mempengaruhi identitas diri
Orang tua yang
selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang percaya diri pada anak, teman
sebaya merupakan factor lain yang mempengaruhi identitas.
Ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan dalam struktur social.
d) Faktor
tumbuh kembang
Pada dasarnya
kemampuan hubungan sosisal berkembang sesuai dengan tumbuh kembang individu
mulai dari dalam kandungan sampai dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan
social yang positif setiap tugas perkembangan harus dilalui dengan sukses. Bila
salah satu tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan mengahambat tahap
perkembangan berikutnya. Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali
dengan kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan perkembangan
pada masa dewasa dengan kemampuan saling ketergantungan.
Faktor
predisposisi dan presipitasi tersebut diatas dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif, efektif, psikologis, perilku dan social bagi individu sebagai
stersor. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan perilaku dimana terjadi
ketidak seimbangan sehingga individu cernderung menggunakan mekanisme
destruktif yang pada akhirnya masalah tidak terselesaikan menjadi stressor bagi
klien yang semakin lama mengakibatkan timbunya korban jiwa baik berupa gangguan
neuorosa atau ganguan kepribadian serta dapat berupa pula gangguan psikosa atau
skizofrenia.
Proses
terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui rentang respon sosial yang
berawal dari respon adaptif sampai maladaptif dan salah satunya adalah menarik
diri sehingga terjadi ganguan interaksi sosial.
e) Faktor
sosial budaya
Nilai-nilai,
norma-norma , adat dan kebiasaan yang ada dan sudah menjadi suatu budaya dalam
masyarakat merupakan tantangan antara budaya dan keadaan social dengan
nilai-nilai yang dianut.
f)
Faktor Biologis
Faktor
Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan social. Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan social adalah otak. Sebagai contoh : pada klien skizoprenia yang
mengalami masalah dalam hubungan social terdapat struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, perubahan ukuran dan sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
2) Faktor
Presipitasi
1. Faktor
Ekstrenal
Contohnya adalah sterssor social
budaya, yaitu sress yang di timbulkan oleh faktor social budaya yang antatra lain
adalah keluarga.
2. Faktor
Internal
Contohnya adalah stressor
psikologis, yaitu sres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan
untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.
3)
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan
fisik mencakup semua system yang ada hubungannya dengan klien depresi berat di
dapatkan pada system integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan
kurang perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi
klien
4) Status
Mental
a) Penampilan
Biasanya pada
pasien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan penampilan, biasanya
penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
b) Pembicaraan
Cara berpakaian
biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan karakteristik. Frekuansi
merujuk pada kecepatan pasien berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras
pasien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau
lambat, jumlah sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau
kata-kata bersambungan.
c) Aktifitas
Motorik
Aktifitas
motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien. Tingkat aktifitas : letargik,
tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan
tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau
penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau kompulsif bisa
merupakan kelainan obsesif kompulsif.
d) Alam
Perasaan
Alam perasaan
merupakan laporan diri pasien tentang status emosional dan cerminan situasi
kehidupan pasien. Alam perasaan dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan
yang sederhana dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini”
apakah pasien menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira
atau ansietas (cemas).
e) Afek
Afek adalah nada
emosi yang kuat pada pasien yang dapat di observasi oleh perawat selama
wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan,
durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania,
dan afek yang datar,tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.
f) Persepsi
Ada dua jenis
utama masalah perceptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di definisikan
sebagai kesan atau pengalaman sensori
yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus
sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh pasien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
g) Interaksi
selama wawancara
Interaksi
menguraikan bagaimana pasien berhubungan dengan perawat. Apakah pasien bersikap
bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis,
defensive,curiga atau sedatif.
h) Proses
pikir
Proses pikir
merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien
proses diri pasien di observasi melalui kemampuan berbicaranya.
Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya
i)
Isi Pikir
Isi pikir
mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam komunikasi pasien. Merujuk
pada apa yang di pikirkan pasien walaupun pasien mungkin berbicara mengenai
berbagai subjek selama wawancara, beberapa area isi harus di catat dalam
pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat kompleks dan sering di sembunyikan oleh pasien.
j)
Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan
status mental secara rutin mengkaji orientasi pasien terhadap situasi terakhir.
Berbagai istilah dapat di gunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien
seperti bingung, tersedasi atau stupor.
k) Memori
Pemeriksaan
status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap masalah-masalah
memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban definitive apakah terdapat
kerusakan yang sfesifik. Pengkajian neurologis di perlukan untuk menguraikan
sifat dan keparahan kerusakan memori. Memori di definisikan sebagai kemampuan
untuk mengingat pengalaman lalu.
l)
Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi
adalah kemampuan pasien untuk memperhatikan selama jalannya wawancara.
Kalkulasi adalah kemampuan pasien untuk
mengerjakan hitungan sederhana.
m) Penilaian
Penilaian
melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaftif termasuk kemampuan
untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan
n) Daya
titik diri
Penghayatan
merujuk pada pemahaman pasien tentang sifat penyakit. Penting bagi perawat
untuk menetapkan apakah pasien menerima atau
mengingkari penyakitnya.
5)
Psikososial dan spiritual
a)
Konsep Diri
1.
Gambaran Diri : kumpulan dari sikap
individu yang di sadari dan tidak disadari terhadap tbuhnya. Termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang
baru.
2.
Ideal diri : persepsi individu tentang
bagaimana dia harus berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau
nilai personel tertentu.
3.
Harga diri : penilaian individu tentang
personal yang di peroleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang
sesuai dengan ideal diri. Harga diri ynag tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
4.
Penampilan peran : serangkaian pola
prilaku yang diharapkan oleh lingkungan social berhubungan dengan fungsi
individu di berbagai kelompok social. Peran yang di tetapakan adalah peran
diman seseorang tidak mempunyai pilihan, peran yang di terima adalah peran yang
tepilih atau yang dipilih oleh individu.
5.
Identitas personal : pengorganisasian
prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan,
kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi
dan meliputi persepsi seksualitas seseorang pembentukan identitas dimulai pada
masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama
pada masa remaja.
6) Spiritual
Nilai dan
keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapa gangguan jiwa sesuai
dengan norma dan agama yang dianut pandangan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
7) Perencanan
Pasien Pulang
Pengkajian
diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan keluarga, lingkungan
dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali
diperlukan adanya penjelasan atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang
mendukung pengobatan secara rutin dan teratur.
8) Analisa
Data
Analisa data
merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan mengelompokkan data menjadi
data subjektif dan objektif, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta
menentukan mmasalah
keperawatan.
B.
Masalah keperawatan dan data yang
perlu dikaji
a. Masalah
keperawatan:
·
Isolasi sosial: menarik diri
·
Resiko perubahan persepsi sensori:
halusinasi
·
Gangguan konsep diri: harga diri
rendah
b.
Data yang perlu dikaji
Isolasi
Sosial : menarik diri
Data
Subyektif:
·
Klien mengatakan saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data
Obyektif:
·
Klien terlihat lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
·
Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
·
Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata.
·
Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus.
·
Klien merasa makan sesuatu.
·
Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya.
·
Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar.
·
Klien ingin memukul/melempar
barang-barang.
Data Objektif:
·
Klien berbicara dan tertawa sendiri.
·
Klien bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu.
·
Klien berhebti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
·
Disorientasi
Gangguan konsep diri : harga diri
rendah
Data
subyektif:
·
Klien mengatakan: saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data
obyektif:
·
Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau
ingin mengakhiri hidup.
C.
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul
·
Isolasi sosial: menarik diri
·
Resiko
perubahan persepsi sensori : halusinasi
·
Gangguan konsep diri : harga diri
rendah.
D.
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga
tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1.
Klien dapat membina hubungan saling
percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1.
Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
2.
Perkenalkan diri dengan sopan
3.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
4.
Jelaskan tujuan pertemuan
5.
Jujur dan menepati janji
6.
Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
7.
Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat
menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik
diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik
diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat
menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji
pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
1. Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan prang lain.
2. Diskusikan
bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri
reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji
pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1.
beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan dengan orang lain
2.
diskusikan bersama klien tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3.
beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
4. Klien dapat
melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang
lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan
orang lain melalui tahap :
·
Klien – Perawat
·
Klien – Perawat – Perawat lain
·
Klien – Perawat – Perawat lain –
Klien lain
·
K – Keluarga atau kelompok
masyarakat
o
Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai.
o
Bantu klien untuk mengevaluasi
manfaat berhubungan
o
Diskusikan jadwal harian yang
dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
o
Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan
o
Beri reinforcement positif atas
kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
·
Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
o
Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
o
Diskusikan dengan klien tentang
perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
o
Beri reinforcement positif atas
kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
·
Klien dapat memberdayakan sistem
pendukung atau keluarga
Tindakan:
o
Bina hubungan saling percaya dengan
keluarga :
·
Salam, perkenalan diri
·
Jelaskan tujuan
·
Buat kontrak
·
Eksplorasi perasaan klien
o
Diskusikan dengan anggota keluarga
tentang :
·
Perilaku menarik diri
·
Penyebab perilaku menarik diri
·
Akibat yang terjadi jika perilaku
menarik diri tidak ditanggapi
·
Cara keluarga menghadapi klien
menarik diri
o
Dorong anggota keluarga
untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
o
Anjurkan anggota keluarga secara
rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
o
Beri reinforcement positif positif
atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
FOKUS
INTERVENSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL
Pasien
SP 1
SP 1
1.
Mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial pasien
2.
Berdiskusi
dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3.
Berdiskusi
dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4.
Mengajarkan
pasien cara berkenalan dengan satu orang
5.
Menganjurkan
pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang – bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3
1.
Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2.
Memberikan
kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3.
Menganjurkan
klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
1.
Mendiskusikan
masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.
Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3.
Menjelaskan
cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1.
Melatih
keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2.
Melatih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3
1.
Membantu
keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge
planning)
2.
Menjelaskan
follow up pasien setelah pulang
Diagnosa 2 : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi
Tujuan umum : Klien Tidak Mencederai Diri Sendiri, Orang
Lain Dan Lingkungan
Tujuan
khusus :
1.
Klien dapat membina hubungan saling
percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan
cara :
1.
Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
2.
Perkenalkan diri dengan sopan
3.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
4.
Jelaskan tujuan pertemuan
5.
Jujur dan menepati janji
6.
Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
7.
Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
8.
Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan
kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien
mengenal halusinasinya
1.
Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
2.
Apa yang dikatakan halusinasinya
3.
Katakan perawat percaya klien
mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
4.
Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti itu
5.
Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
2.4 Diskusikan
dengan klien :
1.
Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
2.
Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan
dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
2. Klien dapat
mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1 Identifikasi
bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan
manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan
cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1.
Katakan “ saya tidak mau dengar”
2.
Menemui orang lain
3.
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4.
Meminta keluarga/teman/perawat untuk
menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4 Bantu
klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
3.5 Beri
kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan
klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
3. Klien
mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
o
Anjurkan klien untuk memberitahu
keluarga jika mengalami halusinasi
o
Diskusikan dengan keluarga (pada
saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1.
Gejala halusinasi yang dialami klien
2.
Cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus halusinasi
3.
Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4.
Beri informasi waktu follow up atau
kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri atau orang lain
5.
Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1 Diskusikan
dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan
klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan
klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang
dirasaka
5.4 Diskusikan
akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa 3 :
Harga Diri Rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara optimal
Tujuan khusus :
1.
Klien dapat membina hubungan saling
percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1.
Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
2.
Perkenalkan diri dengan sopan
3.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
4.
Jelaskan tujuan pertemuan
5.
Jujur dan menepati janji
6.
Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
7.
Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien
2.3 Setiap
bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistic
3. Klien dapat
menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit.
3.2 Diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat
(menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
·
Kegiatan mandiri
·
Kegiatan dengan bantuan sebagian
·
Kegiatan yang membutuhkan bantuan
total
4.2 Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3 Beri contoh
cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat
melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:
5.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3 Diskusikan
kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat
memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1 Beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
6.2 Bantu
keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu
keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
E.
Implementasi
Implementasi
adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien,
beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a. Intervensi
dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi
b. Kemempuan
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan
c. Kemampuan
fisik dan psikologis dilindungi
d. Dokumentasi
intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15 )
TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK (TAK)
TAK yang dapat
dilakukan untuk pasien isolasi social adalah TAK sosialisasi yang terdiri dari
7 sesi, meliputi :
a. Sesi 1 :
Kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2 :
Kemampuan berkenalan
c. Sesi 3 :
Kemampuan bercakap – cakap
d. Sesi 4 :
Kemampuan bercakap – cakap topik tertentu
e. Sesi 5 :
Kemampuan bercakap – cakap masalah pribadi
f. Sesi 6 :
Kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7 :
Evaluasi kemampuan sosialisasi
F.
Evaluasi
Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon klien tehadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif
dan sumatif, Formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi sumatif dilakuakn dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus
dan umum yang telah ditentukan dengan menggunakan SOAP.
S : Respon
subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa
ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalh baru
atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P
: Perencanaan
atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.
(
Keliat ,1998 : 15 )
DAFTAR
PUSTAKA
Fitria,
Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP). Jakarta :
Salemba Medika
Muhith,
Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: CV Andi Offset
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama