TINJAUAN TEORITIS ASUHAN PERAWATAN PASIEN EPILEPSI
Proses
keperawatan adalah metode sistemik dimana langsung perawat bersama klien secara
bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan
dan bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
keperawatan optimal (La Ode Jumadi Gaffar, 1999 : 54).
Proses keperawatan terdiri dari dari 5 tahap
yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi, yang masing-masing saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama
lain.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau
langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua
data/informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk
menentukan diagnosa keperawatan (La Ode jumadi Gaffar, 1999 : 57).
Adapun pengkajian pada klien dengan
epilepsi, meliputi :
a. Identitas klien dan penanggung jawab
1) Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomber rekam medik,
diagnosa medis
2) Identitas penanggung jawab orang tua meliputi : Nama, umur, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan,
alamat dan hubungan dengan klien seperti : ayah, ibu, anak, ataupun hubungan
lainnya
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang
dirasakan biasanya pada klien dengan epilepsi adalah kejang
c. Riwayat kesehatan
1)
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan
utama dan data yang menyertai
menggunakan pendekatan PQRST yaitu :
P :
(Paliatif/provokatif) merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit, hal yang
memperberat dan memperingan, epilepsi bisa diperberat oleh adanya trauma pada
kepala, infeksi, bahkan stressor juga dapat mengakibatkan epilepsi, pada klien
epilepsi dengan gangguan jalan nafas kondisinya akan semakin berat dan dapat
menimbulkan gagal nafas.
Q : (Quantitas) menggambarkan seperti apa keluhan
yang dirasakan klien. Pada klien dengan epilepsi biasanya mengeluh sakit kepala
yang dirasakan sangat berat, dan mengganggu.
R :
(Region/radiasi) untuk mengetahui lokasi dan keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan epilepsi.
Keluhan biasanya dirasakan di daerah frontal atau rasa sakit di daerah
oksipital.
S : (Skala) intesitas nyeri apabila klien
merasakan nyeri. Pada klien dengan epilepsi cenderung merasakan nyeri dengan
sekala 3-4 bahkan apabila serangan terjadi secara serentak skala nyeri bisa menjadi 5 dari rentang nyeri
1-5
T : (Time)
waktu keluhan dirasakan dan durasinya berapa lama keluhan dirasakan.
Pada epilepsi biasanya kejang terjadi setiap 1 jam kurang lebih 3X, lamanya
setiap kejang kurang lebih 1/ 2 menit
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan menjelaskan tentang
riwayat perawatan di RS, alergi, penyakit yang pernah diderita klien yang ada
hubungannya dengan penyakit sekarang seperti panas, batuk pilek, atau penyakit
yang serupa diderita klien.
1)
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat
kesehatan keluarga perlu ditanyakan mengenai penyakit yang sifatnya menular dan
apakah penyakit tersebut tertular dari anggota keluarga maupun penyakit
keturunan.
2)
Genogram
Merupakan gambaran keturunan dalam keluarga serta pola asuh klien.
3)
Riwayat persalinan dan
kehamilan
Ditanyakan keadaan ibu selama hamil, keluhan saat hamil, apakah ibu
mendapatkan imunisasi TT, apakah ada makanan pantangan selama hamil, apakah ada
riwayat yang berhubungan dengan kehamilan, pola kebiasaan ibu yang mempengaruhi
terhadap kehamilan.
1)
Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan
a) Pertumbuhan menceritakan yang meliputi :
berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar tangan dan lingkar perut.
Pada anak usia infat berat badan akan menjadi dua kali lipat pad usia 6 bulan,
panjang badan rata-rata 65 cm, lingkar kepala mencapai 42,5 cm. Pada anak
dengan penyakit epilepsi biasanya tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan
fisiknya, klien mungkin saja akan tumbuh besar sesuai dengan usianya.
b) Perkembangan menceritakan tentang yang
meliputi : motoris halus, motoris kasar, bahasa, perkembangan psikoseksual,
perkembangan psikososial, perkembangan moral, dan perkembangan kepercayaan.
Perkermbangan pad anak usia infant seperti motorik kasar dapat mengangkat kepala
sambil berbaring terlentang, motorik halus minum dari cangkir dengan bantuan,
perkembangan sensoris mengenali namanya sendiri, perkembangn kognitif memahami
arti kata dan perintah sederhana, perkembangan bahasa mampu menggunakan kalimat
satu kata. Akan tetapi pada klien dengan epilepsi akan memperlihatkan penurunan
terhadap perkembangannya, anak mungkin akan menderita retradasi mental sehingga
perkembangannya terhambat dan tidak sesuai dengan usianya.
2)
Riwayat imunisasi
Merupakan hal-hal spesifik tentang imunisasi (jenis, umur, dan usia
diberikan imunisasi) serta reaksi yang tidak diharapkan. Bila anak belum
mendapatkan imunisasi catat alasannya. Pada anak usia 9 bulan harus sudah
mendapatkan imunisasi lengkap seperti lengkap seperti : BCG, Hepatitis 1, 2 dan
3, DPT 1,2, dan 3, Polio 1, 2, 3 dan campak. Dan pada usia sekolah wajib sudah
mendapatkan imunisasi DTP (difteri, tetanus, dan pertusis), OPV (paksin polio
oral), HBC (vaksin konjugat haemophilus influenza tipe B dan MMR : virus hidup
measles (campak), mups (gondongan), dan rubella (campak jerman) dikombinasi
dalam satu vaksin.
3)
Riwayat pemberian makan
Menjelaskan tentang pemberian ASI
ekslusif atau pemberian PASI usia kurang dari 6 bulan dan jika diberikan PASI
sebutkan jenisnya serta pemberian makanan padat dari mulai usia 6 bulan.
d. Pemeriksaan
Fisik
1)
Keadaan umum
Pada klien dengan epilepsi sewaktu
dilakukan pengkajian, biasanya klien mengalami kejang dan kesadaran compos
mentis. Tanda tanda vital Tidak terdapat kelainan.
2)
Antropometri
Pemeriksaan antropometri ditujukan untuk mengetahui
berat badan, dan tinggi badan. Karena pada penderita apilepsi biasanya ada yang
mengalami retradasi mental sehingga tak jarang tubuh anak tersebut pun
mengalami kelainan, anak dapat menjadi lebih pendek tubuhnya dibandingkan
anak-anak seusianya.
3)
Pemeriksaan umum
a)
Kepala
Pengkajian
kepala meliputi : ukuran , kesimetrisan, distribusi rambut dan lingkar kepala.
Pada klien dengan epileapsi biasanya klien mengeluhkan nyeri oleh karena adanya
spasme atau penekanan pada tulang tengkorak akibat peningkatan TIK sewaktu
kejang.
b)
Mata
Pengkajian mata meliputi ketajaman penglihatan, gerakan ekstra ocular,
kesimetrisan, penglihatan warna, warna konjungtiva, warna sclera, pupil, reflek
cahaya kornea. Pada klien dengan epilepsi saat terjadi serangan klien biasanya
mata klien cenderung seperti melotot bahkan pada sebagian anak lensa mata dapat
terbalik sehingga pupil tidak Nampak.
c)
Hidung
Pengkajian hidung meliputi : fungsi
penciuman, kesimetrisan, amati ukuran dan bentuk, kebersihan dan epitaksis.
Pada penderita epilepsi jarang di temukan
kelainan pada hidung.
d) Mulut
Pengkajian pada mulut meliputi :
pemeriksaan bibir terhadap warna, kelembaban, lesi, gusi, lidah dan dalam
palatum terhadap kelembaban, pendarahan, jumlah gigi dan tonsil. Pada penderita
epilepsi biasanya ditemukan adanya kekakuan pada rahang.
e)
Telinga
Pengkajian
pada telinga meliputi: hygiene, kesimetrisan, ketajaman pendengaran.
f)
Leher
Pengkajian pada leher meliputi :
pemeriksaan gerakan kepala ROM (Range
Of Motion ), pembengkakan dan
distensi vena. Pada sebagian penderita
epilepsi juga ditemukan kaku kuduk pada leher.
g)
Dada
Pengkajian
pada dada meliputi : kesimetrisan, amati jenis pernafasan, amati
kedalaman dan regularitas, bunyi nafas dan bunyi jantung.
h)
Abdomen
Pengkajian pada abdomen meliputi :
pemeriksaan warna dan keadaan kulit
abdomen, auskultasi bising usus, perkusi secara sistemik pada semua area
abdomen, palpasi dari kuardan bawah keatas. Pada penderita epilepsi biasanya
terdapat adanya spasme abdomen.
i)
Ekstermitas
Atas : pengkajian meliputi : kesimetrisan, antara tangan kanan dan kiri,
kaji kekuatan ektermitas atas dengan menyuruh anak meremas jarinya. Pada
penderita epilepsi biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstermitas
Bawah : pengkajianya meliputi
kesimetrisan antara kaki kanan dan kiri, kaji kekuatan ektermitas bawah. Pada
penderita epilepsi biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstemitas
j)
Genetalia
Pengkajian pada
genetalia meliputi ; pemeriksaan kulit sekitar daerah anus terhadap kemerahan
dan ruam, pemeriksaan anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid, polip,
atresia ani.
e. Pola kebiasaan sehari-hari
1)
Pola nutrisi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan nutrisi,
karena apabila klien mengalami serangan maka akan terjadi spasme pada saluran
pencernaan, terjadi kekakuan pada otot rahang sehingga klien tidak dapat
mengunyah makanan dengan baik, hal ini dapat mengganggu status nutrisi klien
2)
Pola eliminasi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan pola
eliminasi, klien cenderung mengalami inkontinensia urin pasca serangan oleh
karena adanya spasme pada saluran urogenital.
3)
Pola istirahat tidur
Kaji pola istirahat tidur klien, apakah terganggu atau
tidak sehubungan dengan adanya kejang. Pada klien epilepsi biasanya pola
istirahat tidur terganggu karena adanya kejang.
4)
Pola aktivitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien
terbatas hanya di tempat tidur karena adanya kejang.
5)
Pola personal hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi,
menyikat gigi, keramas, menggunting kuku sebelum sakit dan setelah sakit,
pengkajian ini efektif untuk mengetahui apakah ada perubahan yang signifikan
pada aktivitas personal hygiene klien dengan epilepsi setelah terjadi serangan,
dan apakah klien masih bisa melakukan aktivitas personal hygiene dengan normal
setelah terjadi serangan epilepsi.
a. Data psikososial
Respon psiklogis klien dan orang tua
akibat hospitalisasi juga perlu dikaji agar memudahkan dalam menentukan
intervensi. Hospitalisasi pada anak dan orang tua. Hospitalisasi adalah suatu
keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit, hospitalisasi pada anak
merupakan stresor bagi dirinya atau klien maupun keluarga. Adanya stress pada
anak dan orang tua disebabkan karena tidak mengerti mengapa harus dirawat di
rumah sakit, dimana bagi anak merupakan lingkungan asing. Stresor hospitalisasi
akan mencetuskan rasa tidak aman dan nyaman bagi anak dan keluarga, dimana
keadaan ini memacu anak untuk
menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress yang dapat berkembang
kearah krisis (Nursalam, 2001 : 17).
b. Data perkembangan keluarga
Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga
saat klien dirawat di rumah sakit. Keluarga klien dengan epilepsi harus
diikutsertakan atau dilibatkan dalam perawatan klien, keluarga perlu mengetahui
tentang status kesehatan anak, status perkembangan anak, karena pengetahuan
tersebut efektif untuk memotivasi keluarga dalam perawatan klien dan
pengetahuan tersebut juga efektif untuk mencegah injuri yang mungkin terjadi
apabila perawatan dilakukan tidak intensif.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut (Gaffar, 1999 : 61-62)
diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan yang aktual atau potensial. Berdasarkan sifat masalah kesehatan
klien, diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa keperawatan aktual,
menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada saat ini atau yang telah ada
pada saat pengkajian.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien epilepsi
menurut Donna L. Wong, 2003 : 576.
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan tipe
kejang.
2. Resiko tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi
berhubungan dengan aktivitas motorik
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
kerusakan kesadaran
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan epilepsi menurut Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001:
2207.
1. Ketakutan yang berhubungan dengan
kemungkinan yang terjadi setelah kejang
2. Koping tidak efektif yang berhubungan
dengan stres akibat epilepsi
3. Kurang pengetahuan tentang epilepsi dan
cara mengontrolnya berhubungan dengan kurang informasi
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi menurut Doenges E.
Marilynn.dkk, 2000: 262.
1. Resiko tinggi terhadap trauma penghentian
pernafasan berhubungan dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan
kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atu kecil,
kesulitan emosional.
2. Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi
trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
3. Gangguan harga diri/ identitas pribadi
berhubungan dengan stigma berhubungan dengan kondisi, persepsi tentang tidak
terkontrol.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kegagalan untuk
berubah.
3.
Perencanaan
Setelah diagnosa
keperawatan dirumuskan maka intervensi
dan aktivitas perawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah
menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan,
penetapan kriteria, evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan ( Gaffar,
1999 : 63)
Rencana tindakan keperawatan menurut (Donna
L. Wong, 2003 : 577)
antara
lain :
1. Resiko tinggi cedera
berhubungan dengan tipe kejang
a. Tujuan : Klien tidak
mengalami cedera
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari resiko
cedera
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Diskusikan dengan orangtua dan anak mengenai aktivitas yang tepat untuk
anak
2. Dampingi anak selama aktivitas
3. Anjurkan anak untuk melakukan mandi dengan shower
4. Berikan pengertian pada orang terdekat dengan anak mengenai bantuan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak tetapi meminimalkan resiko
cedera
|
1. Anak dan keluarga dapat menyutujui aktivitas yang tepat untuk anak yang
mengurangi meminimalkan cedera
2. Supaya anak terhindar dari cedera
3. Mandi shower efektif untuk meminimalkan cedera yang mungkin terjadi dari
pada anak mandi di bak, dan mandi shower juga mengeluarkan butiran air yang
kecil sehingga dapat memberikan pijatan lembut pada punggung anak
4. Agar orang terdekat mengerti mengenai cara membantu anak yang baik akan
tetapi meminimalkan cedera.
|
2. Resiko
tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi berhubungan dengan aktivitas motorik
a.
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera dan aspirasi
b.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien
tidak menunjukan tanda-tanda cedera dan aspirasi
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Hitung lamanya kejang
2.
Lindungi anak selama kejang
3.
Longgarkan pakaian
|
1. Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
3.
Melonggarkan pakaian
|
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan
kesadaran
a. Tujuan : Klien tidak
mengalami cedera dan tetap tenang
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien
tidak mengalami cedera fisik dan tetap tenang
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Hitung lamanya kejang
2.
Lindungi anak selama kejang
3.
Lindungi anak setelah kejang
|
1. Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
3. Melindungi
anak setelah kejang
|
Rencana tindakan keperawatan menurut
(Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001: 2207)
antara lain :
1. Ketakutan yang berhubungan dengan
kemungkinan yang terjadi setelah kejang
a. Tujuan : Klien tidak mangalami ketakutan setelah
kejang berlangsung
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari rasa takut yang
akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kolaborasi
bersama klien dan keluarga dalam pelaksanaan prosedur tindakan dan kepatuhan
pengobatan yang baik untuk peningkatan kesehatan klien.
2. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian anti konvulsan secara rutin dan terus
menerus
3. Hindari
semua faktor yang dapat menimbulkan klien kejang seperti kondisi tegang,
gangguan emosi, dan konsumsi alkohol, berikan aktivitas sedang diselingi
istirahat dan berikan penjelasan pada klien bahwa mengkonsumsi anti konvulsan
bukan merupakan suatu kebiasaan yang dapat menimbulkan ketagihan.
|
1. Kepatuhan
pengobatan yang dilakukan klien efektif untuk menurunkan resiko timbulnya
kejang sehingga rasa takut yang akan dialami klien pasca kejang akan
berkurang karena frekuensi kejangnya pun berkurang
2. Obat
anti konvulsan tidak menimbulkan ketagihan konsumsi yang rutin tidak
menimbulkan ketergantungan, akan tetapi konsumsi yang rutin disini
dimaksudkan untuk mencegah serangan, dan memberikan kenyamanan pada klien,
serta menghilangkan rasa takut akan timbulnya serangan ulang.
3. Menghindari
semua faktor yang dapat mencetuskan kejang bermanfaat dalam mencegah serangan
ulang, dan bermanfaat untuk menghilangkan ketakutan yang mungkin timbul pasca
serangan.
|
2. Koping tidak efektif yang berhubungan
dengan stres akibat epilepsi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Koping individu pada klien
efektif
2) Stress akibat epilepsi tidak
terjadi
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Bimbing klien untuk melakukan konseling terhadap ahli syaraf
2. Kaji koping yang digunakan dalam menghadapi stress sehubungan dengan
epilepsi
3. Berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan klien dengan epilepsi
|
1. Konseling dapat membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang
diakibatkan oleh. epilepsi sehingga mengaktifkan koping yang baik pula.
2. Jenis koping yang digunakan berpengaruh terhadap stess yang mungkin
terjadi akibat epilepsi.
3. Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat untuk menurunkan stress pada klien
dan upaya untuk mengubah sikap pasien dan keluarga terhadap penyakit itu
sendiri
.
|
3. Kurang pengetahuan tentang epilepsi dan
cara mengontrolnya berhubungan dengan kurang informasi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien dan
keluarga mengetahui tentang ruang lingkup epilepsi dan keluarga serta klien
mengetahui cara mengontrol epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan
penjelasan kepada klien dan kelurga tentang pentingnya mengetahui ruang
lingkup epilepsi
2. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga klien mengenai
ruang lingkup epilepsi dan cara mengontrol epilesi
3. Evaluasi tentang pendidikan kesehatan yang diberikan pada klien dan keluarga klien
|
1. Meyakinkan klien dan kelurga tentang pentingnya mendapat pengetahuan ruang lingkup epilepsi guna pencegahan
serangan ulang
2. Pendidikan kesehatan efektip untuk memberikan informasi kepada klien
tentang epilepsi dan cara mengontrolnya
3. Evaluasi yang dilakukan setelah pendidikan kesehatan berguna untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman klien tentang epilepsi dan pemahaman tentang
cara mengontrol epilepsi
|
Rencana tindakan keperawatan menurut (Doenges
E. Marilynn.dkk, 2000: 262)
antara
lain :
1. Resiko tinggi terhadap trauma penghentian
pernafasan berhubungan dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan
kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atau kecil,
kesulitan emosional.
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien terhindar dari resiko tinggi
penghentian pernafasan
2) Menurunkan resiko terjadinya
kejang yang merupakan faktor pencetus dari penghentian jalan nafas
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Gali
bersama-sama pasien stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang
2. Atur
kepala, tempatkan diatas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakan pada
lantai jika keluar dari tempat tidur
3. Kolaborasi
dalam pemberian obat anti epilepsi fenobarbital, diazepam, fenitoin,
karbamazepin, klonazepam, asam valproat
|
1. alkohol,
dan berbagai obat stimulasi lain, kondisi kurang tidur, lampu yang terlalu
terang, menonton televisi yang terlalu lama, dapat meningkatkan aktivitas
otak, dan selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang
2. mengarahkan
ekstermitas dengan hati-hati menurunkan resiko trauma secara fisik ketika pasien kehilangan
kontrol terhadap otot volunter pernafasan
3. obat
anti epilepsi maningkatkan ambang kejang dengan menstabilkan membran sel
saraf, yang menurunkan eksitasi neuron atau melalui aktivitas langsung pada
sistem limbik
.
|
2. Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi
trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien
bebas dari gangguan nafas. (bersihan jalan nafas efektif, pola nafas klien
efektif).
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Anjurkan
pasien untuk mengosongkan mulut, benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang
lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala awal
2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen / ventilasi manual sesuai indikasi
3. Anjurkan keluarga untuk meletakan
pasien dengan
posisi miring pada permukaan datar, dan miringkan kepala selama serangan
kejang
4. Lakukan penghisapan/suction bila perlu
|
1. Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring
2. Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang
menurunkan atau oksigen sekunder terhadp spasmevaskuler selama vaskuler
3. Untuk meningkatkan
alirkan sekret yang dapat menyumbat jalan nafas
4. Menurunkan resiko
aspirasi atau asfiksia
|
3. Gangguan harga diri/ identitas pribadi berhubungan
dengan stigma berhubungan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien
bebas dari rasa takut yang akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Diskusikan perasan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap
penanganan yang di lakukan. Anjurkan untuk mengungkapkan/mengekspresikan
perasaannya
2. Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat
|
1. Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan/pengalaman
awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan
pengobatan.
2. Kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan
pasien/orang terdekat dapat merasa berdosa atau keterbatasan penerimaan
terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi
perasaan terhadap kesadaran diri sendiri
|
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien .
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasan
keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal. Intervensi harus dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan ( Gaffar, 1999 : 65 ).
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah
klien sehingga dapat diketahui
tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi
hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat
pada kriteria hasil intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999 : 67 ).
6.
Catatan Perkembangan
Catatan
perkembangan merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang
didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pada klien, modifikasi rencana dan
tindakan mengikuti perubahan keadaan klien. Pada teknik ini catatan
perkembangan dapat menggunakan bentuk SOAPIER (Aziz Alimul Hidayat, 2002 : 44).
Komponen dalam catatan perkembangan :
S : Data Subjektif. Perkembangan keadaan
didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
O : Data Objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisa. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif
dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran.
Hasil analisnya dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi
atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan
baru.
P : Perencanaan. Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada
hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila
keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal
tidak efektif.
I : Implementasi. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi. Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana
tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien
teratasi.
R : Reassesment. Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum
teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan
data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.
Untuk Daftar Pustakanya Silahkan REQUEST di Kolom KOMENTAR, sertakan alamat Email,, Trimaksih
As reported by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason this country's women get to live 10 years longer and weigh an average of 42 lbs less than we do.
ReplyDelete(And realistically, it has NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and absolutely EVERYTHING related to "HOW" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", and not "WHAT"...
Click on this link to see if this short questionnaire can help you find out your true weight loss potential