DIFTERI
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh corynebacterium diphteriae yang berasal dari membran mukosa hidung
nasofaring, kulit, dan lesi lain dari orang yang terinfeksi.
Patofisiologi
-
Kuman berkembang biak pada
saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva, kulit, mata walaupun jarang
terjadi.
-
Kuman membentuk pseudo membran
dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membran timbul lokal dan menjalar dari
faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak
membengkak dan mengandung toksin.
-
Eksotoksin bila mengenai otot
jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul paralisis
otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
-
Sumbatan pada jalan nafas
sering terjadi akibat dari pseudo membran pada laring dan trakea dan dapat
menyebabkan kondisi yang fatal.
Komplikasi
-
Miokarditis (minggu ke-2)
-
Neuritis
-
Bronkopneumonia
-
Nefritis
-
Paralisis
Etiologi
-
Corynebacterium diphteriae,
bakteri berbentuk batang gram negatif
TONTON VIDIO DIBAWAH INI
Manifestasi Klinis
-
Khas adanya pseudo membran
-
Lihat dari alur atau jaras
patofisiologi
Penatalaksanaan Terapeutik
-
Pemberian oksigen
-
Terapi cairan
-
Perawatan isolasi
-
Pemberian antibiotik sesuai
program
Penatalaksanaan
Perawatan
Pengkajian
-
Riwayat keperawatan ; riwayat
terkena penyakit infeksi, status immunisasi
-
Kaji tanda-tanda yang terjadi
pada nasal, tonsil/faring, dan laring
-
Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan
alur patofisiologis
Diagnosa Keperawatan
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan
nafas berhubungan dengan obstruksi pada halan nafas
2.
Resiko penyebarluasan infeksi
berhubungan dengan organisme virulen
3.
Resiko kurangnya volume cairan
berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat, intake cairan
menurun)
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
Perencanaan
1.
Anak akan menunjukkan
tanda-tanda jalan nafas efektif
2.
Penyebarluasan infeksi tidak
terjadi
3.
Anak menunjukkan tanda-tanda
kebutuhan nutrisi terpenuhi
4.
Anak akan mempertahankan
keseimbangan cairan
Implementasi
Asuhan Keperawatan
Pada Anak
1.
Meningkatkan jalan nafas eketif
-
Kaji status pernafasan,
observasi irama dan bunyi pernafasan
-
Atur posisi kepala dengan
posisi ekstensi
-
Suction kepala dengan posisi
ekstensi
-
Suction jalan nafas jika
terjadi sumbatan
-
Berikan oksigen sebelum dan
setelah dilakukan suction
-
Lakukan fisioterapi dada
-
Persiapkan anak untuk dilakukan
trakeostomi
-
Lakukan pemeriksaan analisa gas
darah
-
Lakukan intubasi jika ada
indikasi
2.
Perluasan infeksi tidak terjadi
-
Tempatkan anak pada ruang
khusus
-
Pertahankan isolasi yang ketat
di rumah sakit
-
Gunakan prosedur perlindungan
infeksi jika melakukan kontak dengan anak
-
Berikan antibiotik sesuai order
3.
Kekurangan volume cairan tidak
terjadi
-
Memonitor intake output secara
tepat, pertahankan intake cairan dan elektrolit yang tepat
-
Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (membran mukosa kering, turgor kulit kurang, produksi urin menurun,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan meningkat, tekanan darah menurun,
fontanel cekung).
-
Kolaborasi untuk pemberian
cairan parenteral jika pemberian cairan melalui oral tidak memungkinkan
4.
Meningkatkan kebutuhan nutrisi
-
Kaji ketidakmampuan anak untuk
makan
-
Memasang NGT untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi anak
-
Kolborasi untuk pemberian
nutrisi parenteral
-
Menilai indikator terpenuhinya
kebutuhan nutrisi (berat badan lingkar lengan, membran mukosa) yang adekuat.
Perencanaan
Pemulangan
-
Jelaskan terapi yang diberikan
: dosis, efek samping
-
Melakukan immunisasi jika
immunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur
-
Menekankan pentingnya kontrol
ulang sesuai jadual
-
Informasikan jika terdapat
tanda-tanda terjadinya kekambuhan
Difteri
Difteri merupakan penyakit menular
akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae.
Etiologi. Corynebacterium diphteriae (basil
Klebs-Loeffler) merupakan hasil gram positif tidak teratur, tidak bergerak,
tidak membentuk spora dan berbentuk batang pleomorfis.
Epidemiologi. Difteri tersebar diseluruh dunia, tetapi
insidens penyakit ini menurun secara menyolok setelah penggunaan toksoid
difteri secara meluas setelah Perang Dunia II.
Diteri didapat melalui kontak dengan
karier atau seseorang yang sedang menderita difteri.
Patogenesis dan Patologis. Difteri
diawali oleh masuknya C. Diphtheriae kedalam hidung atau mulut dimana basil
akan menetap pada permukaan mukosa saluran napas bagian atas. Kadang-kadang
kulit atau membran mukosa mata atau kelamin bertindak sebagai tempat lokalisasi
. setelah masa inkubasi selama 2-4 hari, strain-strain yang terinfeksi oleh
bakteri ofaga mengeluarkan toksin, yang pada awalnya akan diserap kedalam
membran sel, kemudian menembus membran dan mengganggu proses sintesis protein
didalam sel bakteri.
Toksin dapat merusak organ-organ
atau jaringan-jaringan tetapi terutama adalah lesi-lesi yang mengenai jantung,
susunan saraf dam ginjal. Walaupun anti toksin difteri dapat menetralkan toksin
yang beredar tetapi bila toksin telah diserap oleh sel, maka antitoksin menjadi
tidak efektif. Setelah toksin melekat pada jarigan, maka terjadi masa laten
yang berbeda-beda, sebelum terjadinya manifestasi-manifestasi klinis.
Miokarditis biasnaya ditemukan 10-14.
Manifestasi-manifestasi klinis.
Tanda-tanda dan gejala-gejala difteri tergantung pada fokus infeksi, status
kekebalan pejamu dan apakah toksin yang dikeluarkan itu telah memasuki sistem
peredaran darah atau belum.
Masa tunas penyakit berkisar antara
1-6 hari. Difteri, secara klinis diklasifikasikan berdasarkan lokalisasi
anatomi infeksi awal dan membran difteri (nasal, tonsil, faring, laring atau
laringotrakea, konjungtiva, kulit dan genital).
Difteri nasa mula-mula menyerupai
penyakit selesma dan ditandai dengan sedikit gejala sistemis.
Secara-berangsur-angsur sekret hidung menjadi serosanguinosa kemudian menjadi
mukopurulen dan menimbulkan ekskoriasi cuping hidung dan bibir bagian atas.
Timbul bau busuk dan pada pemeriksaan yang seksama menunjukkan adanya membran
putih pada septum nasi. Penyebaran toksin yang lambat disertai berkurangnya
gejala-gejala sistemis, sering mengakibatkan keterlambatan penegakan diagnosis
yang tepat. Bentuk penyakit ini paling sering ditemukan pada bayi.
Difteri tonsil dan faring dimulai
sebagai penyakit yang tersamar tetapi merupakan bentuk yang lebih berat.
Mula-mula terjadi anoreksia, matese, demam ringan dan faringitis.
Perjalanan penyakit difteri faring
tergantung pada luasnya membran dan banyaknya toksin yang dihasilkan. Pada
kasus berat dapat terjadi kegagalan sistem pernapasan dan sistem peredaran
darah. Peningkatan denyut nadi tidak sebanding dengan suhu badan, yang umumnya
tetap normal atau mengalami sedikit peningkatan. Dapat terjadi pula kelumpuhan
palatum. Bila hal ini terjadi hanya pada satu sisi maka palatum akan berdeviasi
menjauhi sisi yang mengalami kelumpuhan ; jika kelumpuhan timbul pada kedua
sisi maka dapat terjadi suara sengau, regurgitasi pada hidung dan kesukaran
menelan.
Diagnosis. Diagnosis sebaiknya
ditegakkan berdasarkan hasil temuan-temuan klinis, karena setiap keterlambatan
pengobatan merupakan bahaya besar bagi penderita.
Tes Schick. Tes kulit ini digunakan
untuk menentukan status kekebalan penderita. Tes ini dapat membantu diagnosis
dini, karena hasil tes tersebut belum dapat dibaca hingga beberapa hari
kemudian, tetapi tes ini berguna untuk menentukkan kerentanan para kontak dan
pada diagnosis serta penatalaksanaan defisiensi kekebalan.
Diagnosis Banding. Bentuk-bentuk
difteri nasal ringan pada para pejamu dengan kekebalan parsial dapat menyerupai
selesma. Bila terdapat sekret hidung lebih bersifat serosanguinosa atau
purulen, maka difteri nasal harus dibedakan dari benda asing yang mungkin
terdapat didalam hidung, sinusitis, adenoiditis atau “bindeng” pada sifilis
kongenital. Pemeriksaan hidung yang seksama dengan spekulum hidung,
roentgenogram sinus dan tes-tes serologis sifilis dapat menyingkirkan
gangguan-gangguan ini.
Penyulit-penyulit. Penisilin yang
digunakan untuk membasmi C. diphtheriae berhasil menurunkan frekuensi
penyulit-penyulit bakteri sekunder secara bermakna, terutama penyakit
streptokokus.
Pencegahan. Imunisasi. Tindakan
pencegahan yang paling efetif terhadap difteri adalah imunisasi aktif. Agen
yang lebih disukai untuk anak-anak berusia kurang dari 6 tahun adalah toksoid
difteri, yang diberikan dalam kombinasi dengan tetanus toksoid dan antigen
pertusis (DPT).
Imunisasi primer bagi anak-anak
berusia lebih dari 6 tahun dapat dilakukan dengan mempergunakan vaksin difteri
tipe dewasa dan toksoid-serap tetanus (TD).
Pengobatan. Pengobatan difteri
terdiri atas netralisasi toksin bebas dan pemberantasan C. diptheriae dengan
antibiotika. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah antitoksin yang berasal
dari kuda. Antitoksin sebaiknya diberikan berdasarkan tempat membran berada,
derajat toksisitas dan lamanya penyakit.
Difteria
Penyakit difteria adalah suatu
infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama saluran
pernapasan bagian atas, dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”. Kuman juga
melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
Terdapat 3 jenis basil, yakni bentuk
gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan
agar (agar-agar) darah yang mengandung kalium telurit. Basil difteria mempunyai
sifat :
1.
Membentuk pseudomembran yang
sukar diangkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi
daerah yang terkena, terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan
kuman.
2.
Mengeluarkan eksotoksin yang
sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan
memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung,
ginjal dan jaringan saraf (toksin ini amat ganas ; 1/50 ml toksin dapat
membunuh kelinci).
Patogenesis
Kuman hidup dan berkembang biak pada
saluran napas bagian atas, tetapi dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun
jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut kuman membentuk pseudomembran dan
melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar dari
faring, tonsil, laring dan saluran napas atas, kelenjar getah bening sekitarnya
akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung
akan menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer
sehingga timbul paralisis terutama otot-otot pernapasan. Toksin juga dapat
menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menyebabkan
timbulnya nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada umumnya
disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan napas akibat pseudomembran pada
laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi sumbatan jalan napas akibat
pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi miokarditis,
atau gagal napas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit diferia adalah
melalui udara (droplet infection), tetapi juga dapat perantaraan alat/benda
yang terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tetapi
kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit difteria dapat berat atau ringan
bergantung dari virulensi, banyaknya hasil, dan daya tahan sembuh anak. Bila
ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat
menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi
kebanyakan pasien yang datang berobat sering dalam keadaan berat seperti lelah
adanya bullneck atau sudah stridor dan dispnea. Pasien difteria selalu dirawat
dirumah sakit karena mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti miokarditis
atau sumbatan jalan napas.
1.
Difteria faring dan tonsil
Difteria ini paling sering dijumpai ialah sekitar 75%.
Dalam keadaan ringan tidak terbentuk pseudomembran, dapat memebentuk kekabalan.
Bila berat akan timbul gejala demam tetapi tidak tinggi,
nyeri telan, terdapat pseudomembran yang mula-mula hanya ada bercak-becak putih
keabu-abuan dan cepat meluas kedaerah faring dan laring.
2.
Difteria laring dan trakea
Difteria ini merupakan yang terbanyak dan umumnya
sebagai penjalaran dari difteria faring dan tonsil. Gejala sama dengan difteria
faring hanya lebih berat.
Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung kepada :
1.
Umur pasien. Makin muda usianya
makin jelek prognosisnya
2.
Perjalanan penyakit ; makin
terlambat ditemukan makin buruk keadaannya
3.
Letak lesi difteria. Bila
dihidung tergolong ringan
4.
Keadaan umum pasien, bila
keadaan gizinya buruk, juga buruk
5.
Terdapatnya kompikasi
miokarditis sangat memperburuk prognosis
6.
Pengobatan ; terlambat
pemberian ADS, prognosis makin buruk
Komplikasi
1.
Pada saluran pernapasan :
terjadi obstruksi jalan napas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia,
atelektasis
2.
kardiovaskular ; miokarditis,
yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk kuman difteria
3.
Kelainan pada ginjal : nefritis
4.
Kelainan saraf : kira-kira 10%
pasien difteria mengalami komplikasi yang mengenai susunan saraf terutama
sistem motorik, dapat berupa :
a.
Paralisis/parelisis palatum
mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau), tersedak/sukar menelan. Dapat
terjadi pada minggu I-II
b.
Paralisis/paresis otot-otot
mata : dapat mengakibatkan strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau
ptosis yang timbul pada minggu III.
c.
Paralisis umum yang dapat
terjadi setelah minggu ke-IV. Kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota
gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot pernapasan.
Pencegahan
1.
Imunisasi
2.
Isolasi ; pasien difteria harus
dirawat dengan isolasi dan baru dapat pulang setelah pemeriksaan sediaan
langsung tidak ditemukan corynebacterium diphteriae 2 kali berturut-turut.
3.
Pencarian seorang karier
difteria dengan dilakukan Uji Shick. Bila diambil hapusan tenggorok dan
ditemukan C. diphteriae pasien diobati ; bila perlu dilakukan tonsilektomi (ini
ideal sekarang belum dapat dilaksanakan).
Gambaran Klinik
Masa tunas : 2-7 hari. Gejala umum :
terdapat demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia
sehingga pasien tampak sangat lemah.
Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah
pasien diferia) gejala yang timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur
darah yang berasal dari pseudomembran dalam hidung.
Pemeriksaan
diagnositik
Laboratorium. Pada pemeriksaan darah
terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukosit polimorfonukleus, penurunan
jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan.
Penatalaksanaan
Medik
1.
Pengobatan umum
2.
Pengobatan spesifik
a.
Antidiphtheria serum
b.
Antibiotik
c.
Kortikosteroid
Keperawatan
Pasien diffteria harus dirawat
dikamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun khusus (celemek) dan
masker yang harus diganti tiap penggantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor
(jangan dari pagi sampai malam). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai
gaun tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan : desinfektan.
Masalah yang perlu diperhatikan
adalah resiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, komplikasi
pada ginjal, komplikasi susunan saraf pusat, gangguan masukan nutrisi, gangguan
rasa aman dan nyaman, resiko terjadi efek samping dari pengobatan, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit, dan jika pasien perlu dilakukan
trakeostomi/perawatan trakeostomi.
Patogenesis
Basil hidup dan berkembang biak pada saluran napas atas,
terlebih-lebih bila terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus, dll. Basil
dapat pula hidup pada vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.
Klasifikasi
1.
Infeksi ringan : pseudomembran
terbatas pada mukosa hidung atau fasial dengan gejala hanya nyeri menelan.
2.
Infeksi sedang : pseudomembran
menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring dengan edema ringan
laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3.
Infeksi berat : disertai gejala
sumbatan jalan napas yang berat, yang hanya dapat diatasi dengan trakeostomi.
Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis tataupun nefritis dapat
menyertainya.
Manifastasi Klinis
·
Difteri hidung : pilek dengan
sekret bercampur darah. Gejala konstitusi ringan.
·
Difteri faring dan tonsil
(fausial) : terdapat radang akut tenggorok, demam sampai 38,5 OC,
trakikardi, tampak lemah, napas berbau, timbul pembengkakan kelenjar regional (bull neck). Membran dapat berwarna
putih, abu-abu kotor atau abu kehijauan dengan tepi yang sedikit terangkat.
Bila membran diangkat akan timbul pendarahan. Tetapi, prosedur ini
dikontraindikasikan karena mempercepat penyerapan toksin.
·
Difteri laring : jenis yang
terberat, terdapat afonia, sesak, stridor inspirasi, demam sampai 40 OC,
sangat lemah, sianosis, bull neck.
·
Difteri kutaneus dan vaginal :
lesi ulseratif dengan pembentukan membran. Lasi peresisten dan sering terdapat
anestesi.
Pemeriksaan Penunjang
Dapat terjadi leukositosis ringan.
Diagnosis
Ditegakan dengan ditemukannya corynebacterium diphtheriae pada preparat langsung dengan pewarnaan
biru metilen atau biru toluidin tau biakan dengan media loeffler.
Diagnosis Banding
Difteria nasal : perdarahan akibat luka dalam hidung,
korpus alineum atau sifilis kongenital.
Difteria faring dan tonsil (fausial) : tonsilitis
folikularis atau lakunaris, angina Plaut Vincent, infeksi mononukleosis
infeksiosa, blood dyscrasia.
Difteria laring : laringitis akut, laringotrakeitis,
laringitis membranosa, benda asing pada laring.
Penatalaksanaan
Dilakukan bila klinis menyokong ke arah difteria tanpa
menunggu hasil pemeriksaan penunjang. Tata laksana umum dengan tirah baring,
isolasi pasien, pengawasan ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain
pemeriksaan EKG setiap minggu. Pasien dirawat selama3-4 minggu. Sedangkan
secara khusus.
·
Anti-Diptheria Serum (ADS) diberikan
dengan dosis 20.000-100.000 U bergantung pada lokasi, adanya komplikasi dan
durasi penyakit. Sebelumnya lakukan uji kulit (pengenceran 1:100) atau mata
(pengenceran (1:10 ). Bila
pasien sensitif, lakukan desensitisasi cara besredka.
·
Antibiotik. Penisilin prokain
50.000 U/kgBB/hari sampai 10 hari. Bila alergi, berikan eritromisin 40
mg/kgBB/hari. Bila dilakukan trakeostomi, tambahkan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari dalam dosis.
·
Kortikosteroid. Digunakan untuk
mengurangi edema laring dan mencegah komplikasi miokarditis. Diberikan
prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang dihentikan secara bertahap.
·
Bila ada paresis otot dapat
diberikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg setiap hari, 10 hari
berturut-turut.
Komplikasi
1.
Saluran napas : obstruksi jalan
napas, bronkopneumonia, atelektasis paru.
2.
Kardiovaskular : miokarditis
akibat toksin kuman.
3.
Urogenital : nefritis.
4.
Susunan syaraf :
paralisis/paresis palatum mole (minggu I dan II), otot mata (minggu III) dan
umum (setelah minggu IV).
Pencegahan
1.
Isolasi pasien. Isolasi
dihentikan bila hasil pemeriksaan sediaan langsung C. diphtheriae 2 hari
berturut-turut negatif.
2.
Imunisasi.
3.
Pencarian dan pengobatan
karier. Dilakukan dengan uji Schick. Bila hasil negatif, dilakukan apusan
tenggorok. Jika ditemukan C. diphtheriae, harus diobati.
Prognosis
Prognosis lebih buruk lagi pada pasien dengan usia yang
lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, letak lesi yang dalam, gizi kurang
dan pemberian antitoksin yang terlambat.
BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT, klik:
http://macrofag.blogspot.co.id/2017/12/tahukah-anda-tentang-penyakit-difteri.html
INFORMASI TERKAIT: 1. Materi Laporan pendahuluan DIFTERI, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 2. Materi DIFTERI DAN PENANGANANNYA, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 3. Makalah Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... 4. SAP Alat Pelindung Diri, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 5. Mengenal FLU BURUNG, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA KEPERAWATAN: VIDIO BERITA PENYAKIT DIFTERI: https://youtu.be/2VZ15E1sCDM VIDIO CARA MEMASANG INFUS: https://youtu.be/5ph17Qv3J9M VIDIO CARA MEMBUAT BOTOL WSD versi plabot: https://youtu.be/U8aTWS7xivM VIDIO HAND HYGINE DANCE: https://youtu.be/Jz9GmwUQHN8 VIDIO PENDIDIKAN KESEHATAN HAND HYGINE: https://youtu.be/c118TT8oxsA VIDIO MENGETAHUI BAGIAN INFUS & TRANFUSI SET: https://youtu.be/gAiBL0Eyhjg VIDIO CARA PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH: https://youtu.be/KFueosbrwaA VIDIO HAND HYGINE VERSI HANDRUB & AIR MENGALIR: https://youtu.be/cS999xl30tE VIDIO CARA MEMASANG ALAT PELINDUNG DIRI UNTUK PASIEN ISOLASI DIFTERI, MDR, FLU BURUNG dll, Klik: https://youtu.be/6MOj9i-UITQ
INFORMASI TERKAIT: 1. Materi Laporan pendahuluan DIFTERI, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 2. Materi DIFTERI DAN PENANGANANNYA, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 3. Makalah Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... 4. SAP Alat Pelindung Diri, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 5. Mengenal FLU BURUNG, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA KEPERAWATAN: VIDIO BERITA PENYAKIT DIFTERI: https://youtu.be/2VZ15E1sCDM VIDIO CARA MEMASANG INFUS: https://youtu.be/5ph17Qv3J9M VIDIO CARA MEMBUAT BOTOL WSD versi plabot: https://youtu.be/U8aTWS7xivM VIDIO HAND HYGINE DANCE: https://youtu.be/Jz9GmwUQHN8 VIDIO PENDIDIKAN KESEHATAN HAND HYGINE: https://youtu.be/c118TT8oxsA VIDIO MENGETAHUI BAGIAN INFUS & TRANFUSI SET: https://youtu.be/gAiBL0Eyhjg VIDIO CARA PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH: https://youtu.be/KFueosbrwaA VIDIO HAND HYGINE VERSI HANDRUB & AIR MENGALIR: https://youtu.be/cS999xl30tE VIDIO CARA MEMASANG ALAT PELINDUNG DIRI UNTUK PASIEN ISOLASI DIFTERI, MDR, FLU BURUNG dll, Klik: https://youtu.be/6MOj9i-UITQ
DAFTAR PUSTAKA
Nelson dkk. 2001. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15. EGC : Jakarta .
Setiawan, SKp. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Suriadi, SKp, Rita Yuliani, SKp.
2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi
I. EGC : Jakarta .
CV Agung Seto.
Arif, Mansjoer. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. 2000 jilid 2 edisi ke-3.
No comments:
Post a Comment