ASUHAN
KEPERAWATAN EFUSI PLEURA
1. Pengertian
Efusi
pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura merupakan proses penyakit primer
yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan
(5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat
cairan dalam jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Pada kondisi normal,
rongga ini hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi
permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan
mengakibatkan efusi pleura (Kowalk, 2011).
Untuk
mempermudah pengertian dan letak terjadinya effusi pleura, dapat kita
perhatikan gambar fisiologi paru sebagai mana berikut ini: Dalam keadaan
normal, rongga pleura berisi sedikit cairan (sekitar 10 – 20 ml) untuk sekedar
melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak
karena adanya kegiatan bernafas. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura
parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura
visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam
pleura parietalis dan pleura visceralis.
2.
Penyebab
dan Jenis Effusi Pleura
Beberapa penyebab umum terjadinya effusi
pleura adalah sebagaimana disebutkan di bawah ini:
a.
Hambatan
drainase limfatik dari rongga pleura.
b.
Gagal
jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan tekanan kapiler paru menjadi
sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam
rongga paru.
c.
Tekanan
osmotik koloid plasma yang sangat menurun sehingga mengakibatkan transudasi
cairan yang berlebihan.
d.
Infeksi
atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga pleura, yang
merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein plasma dan cairan ke
dalam rongga secara cepat seperti Tuberkulosis, pneumonitis, dan abses paru. (Guyton,
1997).
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah:
a.
Menurut
Penyebabnya:
1)
Bila effusi
pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi sel limfosit yang banyak dan
sering hemoragik (mengandung darah)
2)
Bila effusi
terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan dapat berupa transudat
atau eksudat dan bercampur dengan limfosit.
3)
Bila effusi
pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk
cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4)
Bila efusi
pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien dengan limfoma
maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, effusi ini dapat berupa
empiema akut atau kronik (www.medicastore.com)
b.
Menurut
Cairan Yang Terbentuk:
1)
Transudat
Transudat merupakan filtrat plasma yang
mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi menandakan
kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal jantung kongestik atau
gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
Effusi pleura transudatif biasanya
disebabkan karena:
-
Gagal
jantung kongestif
-
Sirosis
(hepatik hidrothorax)
-
Atelektasis
-
Hipoalbuminemia
-
Sindroma
nefrotik
-
Peritoneal
dialisis
-
Mixedema
-
Perikarditis
konstriktif
2)
Eksudat
Eksudat merupakan ekstravasasi cairan ke
dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau
humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi
pleura mungkinmerupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma
bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitik.
Effusi pleura eksudatif biasanya
disebabkan karena:
-
Malignansi
(karsinoma, limfoma)
-
Emboli
pulmoner
-
Kondisi
kolagen – vaskuler (arthritis reumatoid, lupus)
-
Tuberkulosis
-
Pankreatitis
-
Trauma
-
Postcardiac
injury syndrome
-
Perforasi
esofagus
-
Pleuritis
akibat radiasi
-
Penggunaan
obat (nitrofurantoin, dantrolene, methysergide, bromocriptine, procarbazine,
amiodarone)
-
Chylothorax
-
Meig’s
syndrome
-
Sarcoidosis
-
Yellow nail
syndrome
(Suzanne C
Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
3.
Tanda dan
Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala dari
effusi pleura secara umum, diantaranya adalah:
a.
Nyeri
pleuritik dada yang membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan
bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit.
b.
Sesak
nafas/ dispnea dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan
efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
c.
Akral
teraba dingin
d.
Batuk
e.
Trakhea
bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
f.
Interkosta
menonjol pada efusi yang berat
g.
Pergerakan
dada berkurang pada bagian yang terkena efusi pleura
h.
Perkusi
meredup di atas efusi pleura
i.
Suara nafas
berkurang di atas efusi pleura
j.
Vokal
fremitus meredup
(Price,
2008)
4.
Patofisiologi Effusi Pleura
Peradangan
pada saluran nafas bawah akan membuat tubuh untuk melakukan pertahanan diri
dengan merangsang sel goblet dan akan menghasilkan sekret yang berlebihan
sehingga mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif. Peningkatan
produksi sekret akan menyumbat lumen bronkiolus yang menghalangi jalan nafas, apabila
sulit dikeluarkan mengakibatkan respirasi memanjang sehingga mengganggu
pertukaran gas, terjadi penurunan oksigen dan peningkatan karbon dioksida yang
merangsang pusat pernafasan di Medulla Oblongata, selain itu terjadi pula
penurunan perfusi dan hemoglobin akan tereduksi sehingga Nampak sianosis.
Peradangan
pada efusi, eksudat menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Peradangan ini disebabkan adanya penurunan
fungsi pada sillia. Sillia terpapar oleh pemaparan kronis yang mengiritasi
saluran pernafasan seperti asap rokok, debu dan lainnya. Diketahui bahwa cairan
masuk ke dalam rongga pleura melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar
dalam jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis via sistem limfatik
dan vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat
terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid.
Cairan kebanyakan di absorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya mikropilli di
sekitar selsel mesotelial (Suryono, 2011).
Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parietalis. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke
dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hiperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
a.
Tekanan
osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma
b.
Terjadi
peningkatan: Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), Tekanan hidrostatis
di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis (kegagalan jantung kiri) dan
Tekanan negatif intra pleura (atelektasis) (Alsagaf, 2010).
Nyeri pleuritis mengacu pada imflamasi
kedua lapisan pleura: pleura parietalis dan pleura viseralis. Ketika kedua
membran yang mengalami imflamasi ini bergesekan selama respirasi terutama pada
saat inspirasi, akibatnya adalah nyeri hebat, terasa tajam seperti ditusuk
pisau. Nyeri dapat menjadi minimal atau tidak terasa ketika nafas di tahan
(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
Selain menimbulkan nyeri, efusi pleura
juga menyebabkan obstruksi bronkus yang ditimbulkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah oleh jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari
proses tuberculosis paru. Obstruksi tersebut dapat menghambat udara masuk ke
zona alveolus dan menyebabkan atelektasis.
Udara yang berada dalam alveolus menjadi
sulit untuk keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit ke
dalam aliran darah yang menyebabkan alveolus kolaps (Suzanne C Smeltezer dan
Brenda G. Bare, 2002).
5.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan
diagnosis, penyebab, serta therapy medis perlu dilakukan sebagai penunjang
dalam pelaksanaanya. Adapun pemeriksaan penunjang yang yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
a.
Foto
rontgen dada (sinar tembus dada)
b.
USG pleura,
berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
c.
CT Scan
dada.
d.
Torakosentesis
(untuk mengambil cairan dan mengetahui warna cairan)
-
Kekuning-kuningan:
warna normal cairan pleura
-
Agak
Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan trauma, infark paru,
keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
-
Kehijauan
dan agak purulen: menunjukkan adanya empiema.
-
Merah
Coklat: menunjukkan adanya abses karena amuba.
Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh
keterangan sebagai berikut:
-
Biokimia:
basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar
pH, glukosa, amilase.
-
Sitologi:
sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar
dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
-
Bakteriologi:
menentukan jenis bakteri yang menginfeksi.
-
Biopsi
pleura.
6.
Penatalaksanaan
1)
Penatalaksanaan Diet Effusi Pleura
Jenis diet
yang diberikan pada kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein untuk
mencegah dan mengurangi adanya kerusakan jaringan tubuh, khususnya paru-paru.
Selain itu diet TKTP juga memberikan manfaat sebagai berikut:
a.
Pembentukan
ikatan-ikatan esensial tubuh
Hemoglobin sebagai pigmen sel darah merah
yang berfungsi sebagai zat pengangkut oksigen dan karbondioksida akan berikatan
dengan protein, begitu pula dalam proses penggumpalan darah, protein juga dibutuhkan.
b.
Mengatur
keseimbangan cairan tubuh
Keseimbangan cairan dalam intraseluler,
intravaskuler, dan interstisial diatur oleh protein dan elektrolit, sehingga
apabila terjadi kekurangan protein akan dapat mengakibatkan penurunan dan
perpindahan cairan.
(Prinsip Dasar Ilmu
Gizi, 2009)
2)
Penatalaksanaan
Medis Effusi Pleura
a.
Therapy
oksigen
Dapat diberikan jika terjadi pernafasan
yang tidak adekuat.
b.
Pemberian
obat-obatan
Obat-obatan yang biasa diberikan pada
effusi pleura diantaranya adalah antibiotik, analgetik, antiemetik, dan
vitamin. Tujuan pemberian obat-obat tersebut adalah untuk menghambat terjadinya
infeksi, mencegah penumpukan cairan kembali, menghilangkan ketidak nyamanan
serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar dari timbulnya
effusi pleura (misalnya gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis, TBC,
trauma, dll)
c.
Pemasangan
WSD (water selaed drainage)
WSD (Water Selade Drainage) / CTT (Chest
Thorax Tube) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan
udara atau cairan (darah atau pus) dari rongga toraks dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung selang/drain yang dimasukan ke dalam rongga pleura
(DepKes RI, 2008).
d.
Pleurodesis
Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan
pada kavum pleura untuk melekatkan dua lapis pleura. Hal ini dapat mencegah
terkumpulnya cairan pleura kembali. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin
(terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa,
5-Fluorourasil.
e.
Thoracosintesis
Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis)
berguna sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya
dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum kateter nomor
14-16.
f.
Pengobatan
lainnya
Bertujuan untuk penanganan pada effusi
pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi
deuretik. (Kowalk dkk, 2011)
g.
Latihan
Meniup Balon
Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps,
diperlukan tekanan udara yang lebih besar dengan cara meniup balon lebih keras
pada waktu mulai mengembangkan balon. Hal ini dimaksudkan untuk melatih pernafasan
dan pengembangan alveolus yang sempat terendam cairan pleura agar fungsinya
dapat kembali seperti semula.
(Suzanne C
Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002)
7.
Komplikasi
Effusi Pleura
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, maka effusi pleura dapat berdampak atas
beberapa komplikasi berikut ini:
-
Pneumonia
-
Penumothorax
-
Hipertensi
paru
-
Hemothorax
(karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
-
Emoli udara
(karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk
ke vena pulmonalis)
-
Laserasi
pleura viserali
Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki dampak
terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
-
Sistem
pernafasan
Terakumulasinya
cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan paruparu yang mengakibatkan daya
pengembangan paru terganggu sehingga mengakibatkan sesak nafas.
-
Sistem
kardiovaskuler
Adanya
peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak nafas karena terjadi
kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
-
Sistem
gastrointestinal
Kegagalan
nafas mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang, diteruskan ke hipotalamus,
merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, maka
terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
-
Sistem/pola
aktivitas dan istirahat
Sesak nafas
pada saat istirahat dapat mengganggu atau merubah respon terhadap aktivitas
atau latihan.
Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA
KEPERAWATAN Untuk Update VIDIO KESEHATAN Berikutnya, Klik https://youtu.be/QyzjjBXlkWU
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFFUSI PLEURA DENGAN WATER SEALED DRAINAGE
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan
proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga
atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito,
2000).
Peran perawat dalam menangani
pasien dengan Efusi Pleura Post CTT (Chest Thorax Tube) adalah ditekankan pada
perawatan luka post CTT setiap hari, yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi
dengan tetap memperhatikan kepatenan CTT yang terpasang untuk mencegah
terlepasnya selang CTT yang akan mengakibatkan udara masuk kedalam paru-paru melalui luka pemasangan
CTT yang berdampak pada kolapsnya paru-paru sehingga terjadi henti nafas dan
berujung kematian pada pasien. Serta mengobservasi jumlah dan warna cairan yang
tertampung dalam botol dan dokumentasikan.
Proses keperawatan digunakan untuk
membantu perawat dalam melakukan praktek asuhan keperawatan secara sistematis
dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana kelima komponennya saling
mempengaruhi satu sama lain yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu suatu mata rantai (Budianna
Keliat, 1994).
Proses keperawatan adalah metode dimana
suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan (Nursalam, 2001).
2. Pengkajian
a.
Anamnesa
1)
Identitas
Pasien
Terdiri dari: nama,
umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
2)
Keluhan
Utama
-
Keluhan
utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan oleh
-
pasien.
-
Biasanya,
dada pasien dengan effusi pleura didaptkan keluhan berupa: sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuretik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3)
Riwayat
Penyakit Sekarang
Menceritakan
perjalanan penyakit pasien saat ini sehingga di bawa ke rumah sakit.
4)
Riwayat
Penyakit Dahulu
Membahas tentang
riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita klien berhubungan dengan yang
diderita pasien saat ini.
5)
Riwayat
Penyakit Keluarga
Membahasa tentang
riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang
disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang. Contohnya: kanker paru,
TBC, dll
6)
Riwayat
Psikososial
Bahasan ini
meliputi perasaan pasien terhadap sakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap
dirinya.
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Tanda-tanda
Vital
Meliputi: tekanan
darah, suhu, nadi, respirasi, saturasi oksigen (jika dibutuhkan)
2)
Tingkat
Kesadaran
Disini perlu dikaji
bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnese, mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien,
sebagai bahan memperkuat memperoleh data apakah composmentis, apatis, somnolen,
sopor atau koma.
3)
ROS (review
Of System)
-
B1 (Breath)
Kaji ada
tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak
Batuk
(produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
Irama nafas
pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
Adanya
peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
Fremitus
fokal
Perkusi
dada : hipersonor
Pada
inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
Pada kulit
terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
Selain itu
kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi
paruB2 (Blood)
-
B2 (Blood)
Taki kardi, irama jantung tidak teratur (
disaritmia )
Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung
sekunder
Hipertensi / hipotensi
CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,
normalnya < 3 detik
Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
-
B3 (Brain)
Tentukan GCS pasien
Tentukan adanya keluhan pusing,
Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan
istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
Ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran,
penglihatan, penciuman.
Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien,
lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan datang
secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri menyebar ke dada, badan
dan perut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
-
B4 (Bladder)
Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria,
oliguria, anuria, retensi, inkontinensia
Produksi urine tiap hari, warna, dan bau.
Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak,
adanya nyeri tekan
Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui
oral atau parenteral.
Intake cairan yang normal setiap hari adalah
sekitar 1 liter air.
Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
-
B5 (Bowel)
Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau
berbau
Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran
tonsil, nyeri tekan
Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas
operasi
Peristaltic usus tiap menitnya
Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras,
lunak, cair atauberdarah)
Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan
tiap hari
-
B6 (Bone)
Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas,
terbatas)
Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan
tualang belakang dan fraktur
Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau
hiperglikemi
Keadaan turgor kulit
c.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan laboratorium
2)
Darah lengkap dan kimia darah
3)
Bakteriologis
4)
Analisis cairan pleura
5)
Pemeriksaan radiologis
6)
Biopsi
3. Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan
dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
b.
Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor
biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
c.
Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam
tubuh
d.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
4. Intervensi,
Tujuan, Kriteria Hasil dan Rasional Disesuaikan Dengan SAK Rumah Sakit Yang
Bersangkutan
Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA
KEPERAWATAN Untuk Update VIDIO KESEHATAN Berikutnya, Klik https://youtu.be/QyzjjBXlkWU
DAFTAR
PUSTAKA
Alsagaf, H. 2010. Patofisiologi dan
Konsep Penyakit. Jakarta: Salemba Medika.
Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
dan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, M, E. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien.
Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C & Hall, John E.
1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, Budiana. 1994. Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Khaerudin. 2012. Anatomi Paru-paru.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kowalk, dkk. 2011. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika.
Price. A, Sylvia, M. Wilson Lorraine.
2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat. 2005. Ilmu Penyakit
Dalam Untuk Perawat. FKUI: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal- Bedah Brunner dan Suddarth.Jakarta: EGC
Suryono, S. Dkk. 2001. Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
No comments:
Post a Comment