RINGKASAN
ARTIKEL PENELITIAN
Penelitian berjudul Maternal caffein intake during pregnancy and risk of fetal growth
restriction, dilakukan oleh kelompok studi keperawatan. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji hubungan intake kafein dengan keterlambatan pertumbuhan
janin menggunakan desain penelitian studi obeservasional logitudinal
prospektif.
Penelitian dilakukan di unit kebidanan 2
rumah sakit besar di UK (Leeds dan Leicester) dengan 2635 partisipan wanita
hamil risiko rendah dengan usia kehamilan 8 – 12 minggu dari September 2003 –
Juni 2006. Kriteria inklusi meliputi
usia 18 – 45 tahun dan kehamilan tunggal yang diakurasi dengan pemeriksaan USG.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah perempuan dengan yang menderita gangguan
medis, gangguan psikiatrik, infeksi HIV, atau infeksi hepatitis B.
Jumlah intake kafein total diukur dari 4
minggu sebelum konsepsi dan selama hamil dengan menggunakan instrumen
pengkajian kafein yang telah valid. Paruh waktu kafein ditentukan dengan
pengukuran kafein dalam saliva setelah konsumsi kafein. Merokok dan alkohol dikaji
melalui status laporan dan pengukuran konsentrasi kotinin saliva.
Hasil pengukuran menunjukan keterlambatan
perkembangan janin, seperti ditemukan dalam perseratus berat lahir, ditambah intake
alkohol dan konsentrasi kotinin saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsumsi kafein selama hamil berhubungan dengan peningkatan risiko keterlambatan
perkembangan janin. Ada hubungan keeratan antara waktu intake kafein dengan keterlambatan
pertumbuhan janin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran bayi merupakan hal yang
terpenting dalam kehidupan seorang perempuan. Perempuan yang ingin mempunyai
anak perlu merencanakan kehamilan dengan tenaga kesehatan sedini mungkin.
Proses awal perencanaan ini disusun untuk menciptakan lingkungan yang sehat
bagi janin dan mencegah cacat lahir dan masalah kehamilan, yang disebut sebagai
rencana kehamilan. Issue yang berhubungan dengan rencana kehamilan meliputi
nutrisi, vitamin, berat tubuh, latihan, menghindari obat-obatan dan alkohol,
imunisasi, dan konseling genetik.
Nutrisi adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kehamilan. Status nutrisi maternal merupakan faktor yang sangat
penting karena berpotensi untuk berubah dan nutrisi yang baik sebelum dan
selama hamil membantu mencegah berbagai masalah dalam kehamilan.
Masalah-masalah ini termasuk juga berat lahir rendah dan preterm janin.
Pentingnya nutrisi yang tepat sebelum
dan selama hamil telah didokumentasikan sejak beberapa waktu lalu. Ditunjukkan
bahwa intake nutrisi yang adekuat dapat mencegah cacat lahir, menyehatkan ibu
dan janin, serta memudahkan kehamilan dan persalinan. Nutrisi tidak saja
diperoleh dari makanan namun juga asupan yang diperoleh dari minuman. Asupan
yang perlu dihindari selama periode hamil ini adalah kafein.
Banyak perempuan mengkonsumsi kafein
dari minuman dan makanan secara kebetulan ataupun tidak disadari. Kafein tidak
hanya diperoleh dari kopi, tapi juga dari teh, soda dan coklat atau bahkan dari
obat-obatan tertentu. Secara nyata,
sistem sarat pusat menstimulasi peningkatan denyut jantung, produksi urin dan
sekresi asam (Dudek, 2001 dalam Pilliteri, 2003).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
konsumsi kafein selama hamil berhubungan dengan komplikasi dalam kehamilan
seperti intrauterine growth retardation dan
aborsi spontan (Mograw-Chaffin, Cohn, Cohen, Christianson, 2007). Uraian di
atas memberikan dasar bagi penyusun untuk membahas lebih lanjut mengenai intake
kafein selama masa kehamilan dan risiko terhadap keterlambatan perkembangan
janin.
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk
membahas asupan kafein maternal selama masa kehamilan dan risiko terhadap
keterlambatan perkembangan janin.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah meliputi
ringkasan artikel, pendahuluan, analisis pustaka, pembahasan serta simpulan dan
saran.
BAB
II
ANALISIS
PUSTAKA
Kafein merupakan xenobiotik yang banyak
dikonsumsi selama hamil, yang mana berpotensi menimbulkan efek yang kurang baik
terhadap perkembangan unit fetoplasental. Stimulan ini ditemukan secara alami
pada biji kopi, daun teh, biji coklat, kacang-kacangan kola serta tambahan pada
soft drink, makanan dan obat-obatan. Produk
dengan rasa kopi seperti yoghurt dan es krim mengandung kafein, seperti juga
produk-produk seperti sirup coklat dan coklat panas. Segelas kopi mengandung
100 sampai 250 mg kafein. Teh hitam yang dimasak 4 menit mengandung 40 sampai
100 mg, sedangkan teh hijau mengandung 1 sampai tiga kali kafein teh hijau.
Sejumlah kafein terkandung dalam berbagai
jenis makanan dan minuman. Banyak jenis kopi atau teh, bagaimana disajikan,
jenis kacang-kacangan atau daun, dan gaya penyajian (espresso, latte dan
lainnya) juga mengandung kafein. Kafein merupakan jenis alkaloid yang
dimetabolisme liver dan sisa-sisa pemecahan diekskresikan melalui ginjal.
Pada wanita dengan kontrasepsi oral,
rata-rata pembuangan kafein dari tubuh berlangsung lebih lambat. Kehamilan
menurunkan kemampuan perempuan untuk memproses kafein dari biasanya. Paruh
waktu kafein pada orang dewasa berkisar 3 sampai 4 jam. Pada kondisi hamil
berlangsung sekitar 18 jam. Dengan dosis 100 sampai 200 mg, kafein meningkatkan
kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan meningkatkan konsentrasi. Dosis 250
sampai 700 mg/hari kafein dapat menyebabkan kecemasan, insomnia, kegelisahan
dan hipertensi.
Efek dari kafein adalah sebagai diuretik
dan meningkatkan urinasi. Menstimulasi sekresi insulin yang mana menurunkan
serum glukosa dan meningkatkan rasa lapar. Kafein membantu menghilangkan nyeri
kepala, dan sejumlah tertentu terkandung dalam obat-obatan seperti aspirin dan
beberapa analgesik.
Kafein dipertimbangkan memiliki resiko
tertentu selama kehamilan. Jumlah kafein yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
selama masa kehamilan masih dalam perdebatan, ada bukti yang menunjukkan
sejumlah kecil kafein dapat mempengaruhi janin. Orang dewasa memiliki kemampuan
untuk memecah kafein dengan cepat, namun tidak demikian halnya dengan janin
yang masih berkembang. Hal ini berarti kafein akan disimpan dalam darah janin
untuk waktu yang lama dan mungkin berbahaya dalam tingkat yang cukup tinggi.
Secara mudah kafein akan melewati
plasental; konsentrasi darah janin dan jaringan sebanding dengan konsentrasi
maternal. Perjalanan kafein berlangsung lambat selama kehamilan, dan pada
trimester dua dan tiga waktu paruh kafein tiga kali dibandingkan dengan
perempuan yang tidak hamil. Dengan demikian, janin mempunyai tingkat
metabolisme kafein yang rendah. Peningkatan kadar kafein mempengaruhi
perkembangan sel; sehingga meningkatkan tingkat sirkulasi katekolamin yang
dapat mengganggu sirkulasi uteroplasental dengan cara vasokonstriksi.
Kafein juga mempengaruhi aspek lain
kesehatan janin. Diketahui bahwa adanya peningkatan rata-rata denyut jantung
janin dan mungkin mempengaruhi gerakan janin dalam uterus. Kafein yang
merupakan diuretik juga berdampak terhadap nutrisi yang diperoleh janin dari
ibu. Intake kafein dapat menyebabkan berkurangnya absorpsi besi dan kalsium
sehingga mengganggu perkembangan janin secara keseluruhan.
Setelah 200 mg kafein dicerna, aliran
darah dalam plasenta menurun 25%. Sitokrom P450 1A2, enzim dasar yang terlibat
dalam metabolisme kafein, tidak ditemukan dalam plasenta dan janin. Sejumlah
kafein dan metabolit dapat masuk ke dalam unit fetoplasental sehingga
bergantung pada metabolisme kafein maternal, yang mana memperlihatkan variasi
pada setiap individu karena faktor genetik dan lingkungan seperti nikotin. Berbagai
aktifitas metabolik kafein ditemukan lebih berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan janin dibandingkan konsentrasi kafein dalam darah.
BAB
III
PEMBAHASAN
Committee
on Toxicity of Chemical in Food (2001, dalam BMJ, 2009)
menyimpulkan bahwa intake kafein lebih dari 300 mg/hari berhubungan dengan
rendahnya berat lahir dan keguguran, namun fakta-fakta kurang membuktikan. Hal
ini mungkin disebabkan adanya ketidaktepatan hasil yang meliputi kurang
akuratnya pengukuran konsumsi kafein, termasuk asumsi bahwa teh dan kopi hanya
satu-satunya sumber kafein, pengkajian retrospektif intake kafein, pengkajian berdasarkan
trimester individu dibandingan sepanjang kehamilan, kegagalan untuk memenuhi
variasi metabolisme kafein, kontrol yang tidak adekuat terhadap faktor-faktor
yang ditemukan seperti konsumsi alkohol dan merokok, dan ketidaksamaan hasil
pengukuran primer.
Penelitian lain menyebutkan bahwa intake
kafein pada maternal berhubungan dengan penurunan berat lahir, namun besarnya
intake tepat yang meningkatkan risiko tidak diketahui. Intake kafein, antara
lain kebiasaan, selama hamil telat menjadi perdebatan diantara masyarakat
medis. Beberapa ahli kandungan menyarankan perempuan hamil untuk menahan diri
untuk minum apapun yang mengandung kafein selama hamil, sementara yang lain
memperbolehkan jika dikonsumsi sekali-kali.
Sebagian penelitian menemukan bahwa
terlalu banyaknya kafein yang dikonsumsi dapat menyebabkan kelahiran preterm
atau rendahnya berat lahir bayi. Sementara penelitian lain menemukan hal yang
sebaliknya, bahwa minuman berkafein yang dikonsumsi selama hamil tidak
mempengaruhi janin selama hamil. Oleh karena itu, penelitian menyeluruh efek
kafein pada pertumbuhan janin yang harus melibatkan pengkajian metabolisme
kafein.
Dalam pengujian hubungan intake kafein
maternal terhadap pertumbuhan janin, kelompok studi keperawatan menggunakan
alat pengkajian untuk menghitung intake kafein total, dari berbagai sumber,
termasuk selama hamil. Dengan menggunakan data ini, dan memasukkan penghitungan
variasi metabolisme kafein individu, peneliti mempertahankan batas maksimal
penggunaan kafein secara aman dengan memperhatikan dampak merugikan terhadap
kehamilan (khususnya gangguan pertumbuhan janin).
Intake kafein diperkirakan dengan
menggunakan alat pengkajian kafein yang telath divalidasi, kuisioner dirancang
di University of Leeds, untuk merekam
kebiasaan intake kafein sebelum dan selama hamil. Informasi dalam kuisioner
meliputi perkiraan kandungan kafein dari berbagai sumber diet dan obat serta
kemungkian temuan seperti merokok, intake alkohol, dan mual. Tercatat beberapa
merk khusus, ukuran, metode penyajian, kuantitan dan frekuensi intake dari
periode kehamilan yang berbeda. Selain itu diperoleh kandungan kafein dari
masing-masing item dari laporan yang dipublikasikan, pabrik, dan kopi rumahan.
Tiga alat pengkajian diatur melalui
anggota klinis penelitian dan kebidanan penelitian untuk menentukan intake
kafein dalam kehamilan; pertama, pengaturan rekruitment oleh peneliti, meliputi
aspek recall intake kafein dari 4
minggu sebelum hamil sampai rekruitmen usia kehamilan 8-12 minggu; kedua,
mencakup usia kehamilan 13-28 minggu; dan ketiga, meliputi periode kehamilan
29-40 minggu.
Dari partisipan diperoleh sampel saliva
untuk dilakukan analisa di Unit Epidemiologi Molekuler. Diperoleh salivary
caffeine dan salivary cotinine.
Sedangkan untuk informasi mengenai kehamilan dan detil persalinan diperoleh
dari data elektronik maternity yang meliputi usia kehamilan saat persalinan,
berat lahir dan jenis kelamin bayi.
Rata-rata intake kafein selama kehamilan
adalah 159/hari. Menurun dari 238 mg/hari sebelum hamil hingga 139 mg/hari pada
kehamilan 5 dan 12 minggu dan akhirnya sampai trimester tiga meningkat 153
mg/hari. Sekitar 62% asupan kafein diperoleh dari teh. Sumber lain seperti kopi
(14%), minuman kola (12%), coklat (8%), dan soft
drinks (2%). Coklat panas, minuman berenergi, dan minuman beralkohol
berkontribusi 2%, 1% dan <1%. Penggunaan obat-obatan diabaikan dalam
penghitungan intake kafein.
Hubungan antara intake kafein dalam
kehamilan dengan keterlambatan pertumbuhan janin memperlihatkan tren yang
signifikan seiring peningkatan intake kafein. Dibandingkan dengan intake kafein
kurang dari 100 mg/hari, ada peningkatan keterlambatan pertumbuhan bayi sebesar
1.2 untuk intake 100-199 mg/hari. Konsumsi kafein lebih dari 200 mg/hari
berhubungan dengan penurunan berat lahir sekitar 60-70 gram. Peningkatan intake
kafein sebesar 30 mg/hari meningkatkan resiko.
Penelitian lain menunjukkan konsumsi
kafein hampir setengah kali di awal kehamilan (dari 25 mg/hari sebelum hamil
menjadi 150 mg/hari di trimester awal). Rata-rata intake kafein yang
direkomendasikan Food Standards Agency UK
dan USA selama hamil adalah lebih rendah dari 300 mg/hari. Beberapa studi
berkesimpulan bahwa intake kafein lebih dari 300 mg/hari berhubungan dengan
berat lahir rendah atau keterlambatan pertumbuhan janin. Studi ini menemukan
dan mendapatkan hubungan yang alami.
BAB
IV
SIMPULAN
DAN SARAN
Kafein terkandung tidak hanya dalam kopi
dan teh saja, tetapi banyak makanan dan minuman di dalamnya terkandung kafein.
Konsumsi kafein sebelum dan selama masa hamil berhubungan dengan peningkatan
resiko keterlambatan pertimbuhan janin. Batas minimal konsumsi kafein untuk tidak
terjadinya risiko adalah kurang dari 100 mg/hari.
Pada perempuan yang merencanakan
mempunyai anak disarankan untuk membatasi intake kafein dari makanan ataupun
minuman sebelum terjadinya konsepsi. Jika memang kehamilan telah terjadi,
sebisa mungkin berusaha untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi konsumsi
kafein.
DAFTAR
PUSTAKA
Kelompok
studi. (2008). Maternal caffeine intake during pregnancy and risk of fetal
growth restriction: a large prospective observational study. British Medical Journal. Diperoleh tanggal 1 Maret 2009 dari http://www.bmj.com/cgi/reprint/337/nov03_2/a2332
Nomoi,
N., Tinney, J.P., Jiu, L.J., Elshershari, H., et al. ((2008). Modest maternal
caffeine exposure affect developing embryonic cardiovascular function and
growth. American Journal of Physiology:
Heart and circulatory physiology. Diperoleh tanggal 13 Mei 2009 dari http://proquest.umi.com/pqdweb/index=4&sid=4&srchmode=1&vinst
Pillitteri,
A. (2003). Maternal and child health
nursing: Care of childbearing and childbearing family. Philadelphia:
Lippincott.
Schorr,
M. (2003). Moderate caffeine consumption before pregnancy shows little effect
on birth defects. Medscape medical news. Diperoleh
tanggal 12 Mei 2009 dari http://www.medscape.com/viewarticle/464711
Wong,
D.L., Perry, S.E., Hockenberry, M.J. (2002). Maternal child nursing care. St. Louis: Mosby.
No comments:
Post a Comment