BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang
dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui
pembangungan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat
2010. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk
mencapai status gizi keluarga yang optimal.
Keadaan
gizi dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, dan juga oleh keadaan ekonomi,
sosial, politik dan budaya. Pada saat ini, selain dampak dari krisis ekonomi
yang masih terasa, juga keadaan dampak dari bencana nasional mempengaruhi
status kesehatan pada umumnya dan status gizi khususnya.
Gambaran
perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan kecenderungan yang sejalan.
Prevalensi kurang energi protein, yang kemudian disebut masalah gizi makro,
pada balita turun dari 37.5 % pada tahun 1989 menjadi 26.4 % pada tahun 1999,
keadaan ini juga diikuti dengan prevalensi masalah gizi lain.
Upaya
untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di masa datang perlu
dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan
kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini diharapkan
dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam menetapkan program
yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan.
Sejalan
dengan sasaran global dan perkembangan keadaan gizi masyarakat, rumusan tujuan
umum program pangan dan gizi tahun 2001-2005 yaitu menjamin ketahanan pangan
tingkat keluarga, mencegah dan menurunkan masalah gizi, mewujudkan hidup sehat
dan status gizi yang optimal. Menyadari faktor penyebab masalah gizi yang
sangat komplek dan arah kebijakan desentralisasi, maka perlu dirumuskan
strategi program gizi khususnya pada program perbaikan gizi makro, sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor: 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Status
Gizi adalah Interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai
metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang beresiko atau dengan
status gizi buruk (Dinkes RI, 2008).
Keadaan gizi meliputi
proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari beberapa
akibat, yaitu ketidakseimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit
pencernaan, absorsi dan penyakit infeksi.
Masalah
gizi makro adalah:masalah gizi yang utamanya disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan
asupan energi dan protein.
Status
gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita
hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi makro ini
berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu
hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah.
B.
Gambaran Gizi Makro
1)
Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)
Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat dari
dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan adalah ibu dan pada akhirnya akan
mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan dan anak yang dibesarkan.
Bayi dengan berat lahir rendah adalah salah satu hasil
dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status
gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita,
juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada
penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai
resiko kehilangan IQ 10 – 13 poin. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang
lebih1,3 juta anak bergizi buruk, maka berarti terjadi potensi kehilangan IQ
sebesar 22 juta poin.2 Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan
7 – 14 % (yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi).
2)
Gizi Kurang pada Balita
Gizi Kurang merupakan salah satu masalah gizi utama
pada balita di Indonesia. Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999
adalah 26.4%, sementara itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11.4 %. Sedangkan
untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang 24.9 % dan gizi buruk 7.1%.
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan
sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari
gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor.
3)
Gangguan Pertumbuhan
Dampak selanjutnya dari gizi buruk pada anak balita
adalah terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini
akan menjadi serius bila tidak ditangani secara intensif.
Hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah
(TB-ABS) di lima propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya)
pada tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak
usia 5 – 9 tahun masing-masing 42.4 % dan 37.8 %. Dari angka tersebut terjadi
penurunan yang cukup berarti, tetapi secara umum, prevalensi gangguan
pertumbuhan ini masih tinggi.
4)
Kurang Energi Kronis (KEK)
KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan
pada ibu hamil (bumil). KEK adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. (Departemen Kesehatan, 1995)
5)
Pada Wanita Usia Subur (WUS)
Pemantauan kesehatan dan status gizi pada WUS
merupakan pendekatan yang potensial dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi baik akan
menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik, dan akan mempunyai risiko yang
kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan.
Dari data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa
status gizi pada WUS yang menderita KEK (LILA < 23.5 cm) sebanyak 24.2 %.
Hasil analisis IMT pada 27 ibukota propinsi menunjukkan KEK pada wanita dewasa
(IMT< 18.5) sebesar 15.1 %.
6)
Pada Ibu Hamil (Bumil)
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian
ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan,
sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Data SDKI tahun 1997 angka kematian bayi adalah 52.2
per 1000 kelahiran hidup dan dari data SDKI tahun 1994 angka kematian ibu
adalah 390 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan dari data
Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 27.6 %.
C.
Penyebab
Masalah
UNICEF
(1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (lihat skema.) sebagai salah
satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa
masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
1.
Penyebab langsung
Makanan
dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi
kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga
penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada
akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah
terserang penyakit.
2.
Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi
kurang yaitu :
-
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik jumlah maupun mutu gizinya.
-
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan
dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
-
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan
dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga
faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
D.
Pokok
masalah di masyarakat
Kurangnya
pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
E.
Akar
masalah
Kurangnya
pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat terkait dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis
ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997.
Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat
kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Pemerintah
dapat melaksanakan berbagai upaya untuk menurunkan penderita gizi kurang yaitu
antara lain dengan cara menjamin setiap ibu menyusui ASI eksklusif, menjamin
setiap ibu memperoleh pendampingan dan dukungan program gizi. Sesuai dengan skema berikut, upaya perbaikan
gizi tidak hanya melibatkan soal teknis kesehatan akan tetapi menyangkut aspek
sosial, politik, ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu dilakukan upaya terintegrasi lintas program maupun lintas
sektor terkait baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten.
F.
Penanggulangan Masalah Gizi
Keadaan gizi masyarakat tergantung
pada tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta
kuantitas hidangan, Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang
diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap
yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh akan mendapat
kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya disebut konsumsi adekurat.
Menggalakkan komunikasi informasi
dan edukasi suatu cara pemberian informasi atau pesan yang berkaitan dengan
gizi seseorang atau institusi terhadap masyarakat. Sebagai penerima pesan dari
media tertentu.
Pesan dasar gizi seimbang yang di
tunjukkan kepada masyarakat sebagai pedoman umum Penyuluhan Gizi Masyarakat ada
“ 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang ” yang di terbitkan oleh Dirjen Binkesmas Depkes
RI, yaitu :
·
Makanlah makanan yang
beraneka ragam,
·
Makanlah makanan untuk
memenuhi kebutuhan energi,
·
Makanlah makanan sumber
karbohidrat setengah dari kebutuhan energi,
·
Batasi konsumsi lemak
dan minyak sampai seperempat data kecukupan energi,
·
Gunakanlah garam yang
beryodium,
·
Makanlah makanan sumber
zat besi,
·
Berikan ASI saja kepada
bayi sampai berumur 6 bulan,
·
Biasakan makan pagi,
·
Minumlah air bersih,
aman dan cukup jumlahnya,
·
Lakukanlah kegiatan
fisik dan olagraga yang teratur,
·
Hindari minuman
beralkohol,
·
Makanlah makanan yang
yang aman bagi kesehatan,
·
Bacalah tabel pada
makanan yang dikemas (Ranti, 1999).
G.
Upaya Perbaikan Gizi di Indonesia
Upaya perbaikan gizi masyarakat
telah lama dilakukan di Indonesia. UPGK usaha keluarga untuk memperbaiki gizi
seluruh anggota keluarga terutama golongan yang rawan. Usaha ini dilakukan dengan
pengawasan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai sektor secara
terkoordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Nita, 2008).
Ada beberapa jenis usaha yang
dilakukan oleh pemerintah, antara lain :
1)
Program perbaikan gizi,
2)
Program Makanan
Tambahan,
3)
Program Fortifikasi
Pangan
adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke pangan.
Seperti contoh Misalnya fortifikasi tepung ketela
dengan vitamin B kompleks, besi, dan kalsium, Yodium pada garam, Vitamin A pada
minyak, lemak, gula, dan susu, Zat besi pada tepung, mie, dan permen (Nita,
2008).
Masalah gizi adalah sesuatu yang
tidak dikehendaki oleh siapaun juga. Oleh karena itu harus dengan cara untuk
menanggulanginya melalui berbagai tindakan. Keterlambatan dalam memberikan
pelayanan gizi akan berakibat kerusakan yang sukar atau malahan tidak dapat
ditolong (Nita, 2008).
Masalah gizi masyarakat bukan
semata-mata masalah masyarakat meskipun akibat dari kekurangan gizi pada umumnya
adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada
dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program
peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin,
baik jenis produksi, pertanian dan lain sebagainya. (Nita, 2008).
Pemerintah dapat melaksanakan berbagai upaya untuk
menurunkan penderita gizi kurang yaitu antara lain dengan cara menjamin setiap
ibu menyusui ASI eksklusif, menjamin setiap ibu memperoleh pendampingan dan
dukungan program gizi. Sesuai dengan skema berikut, upaya perbaikan gizi tidak
hanya melibatkan soal teknis kesehatan akan tetapi menyangkut aspek sosial,
politik, ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Sehubungan dengan hal tersebut,
perlu dilakukan upaya terintegrasi lintas program maupun lintas sektor terkait
baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten.
Program perbaikan gizi makro diarahkan pada kelompok wanita usia subur,
pria/wanita dewasa, bayi dengan berat lahir rendah, ibu hamil, ibu menyusui,
ibu yang mempunyai balita, balita dan anak sekolah.
1)
Upaya masyarakat dalam meningkatkan status Gizi anak
Dalam upaya memperluas jaringan
pelayanan kesehatan dasar ditingkat desa, karena tahun 2007 ditingkatkan pelaksanaan
Politeknik Kesehatan Desa sebagai salah satu upaya perwujutan Desa Siaga.
Pendekatan yang positif terhadap kader memegang peranan dalam menggerakkan
masyarakat dalam melakukan faktor group diskusi yang terjadi di masyarakat
bahwa gizi buruk dan gizi kurang merupakan masalah mereka. Maka upaya yang
dilakukan memampukan masyarakat untuk menyadari dan mengatasi masalahnya dengan
sendiri (Mulia, 2007).
a) Pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi
Pemberdayaan
keluarga adalah proses dimana keluarga-keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan dan gizi bekerja bersama-sama menanggulangi masalah yang mereka
hadapi. Cara terbaik untuk membantu mereka adalah ikut berpartisipasi dalam
memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Upaya perbaikan gizi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan
kemandirian dengan fokus keluarga mandiri sadar gizi dengan harapan mereka
dapat mengenal dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan
operasional yang dilaksanakan adalah:
·
Pemetaan
keluarga mandiri sadar gizi oleh dasawisma dalam rangka survey mawas diri
masalah gizi keluarga.
·
Asuhan
dan konseling gizi, Pada akhir tahun 2005, 50% institusi pelayanan kesehatan
telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi bagi keluarga dengan tenaga
profesional dengan menggunakan tatalaksana asuhan dan konseling gizi.
b) Pemberdayaan
Masyarakat Di Bidang Gizi
Pemberdayaan
masyarakat di bidang gizi dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam memerangi kelaparan dan peduli terhadap masalah gizi yang muncul di
masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penanggulangan masalah gizi
makro, sehingga akan tercipta komitmen yang baik antara masyarakat dan petugas.
Pelatihan kader sebagai petugas kesehatan
secara berjenjang, mendorong swadaya masyarakat lewat pembentukan Desa Siaga
dalam melakukan edukasi mengenai gizi agar orangtua biasa memberikan makanan
yang tepat untuk mempertahankan status gizi anak yang telah dipilihkan. Semua
anak gizi kurang untuk selanjutnya meningkatkan status gizi baik, pertambahan
berat badan perbulan, tidak perlu pertahankan lagi sehingga anak tetap berada
dalam daerah gizi baik (Toni, 2009).
Hal-hal yang
perlu dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat adalah:
·
Pemberdayaan ekonomi mikro : Kegiatan dilaksanakan secara lintas sektor terutama dalam rangka income
generating
·
Advocacy : Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memperoleh dukungan baik teknis maupun non teknis dari pemerintah daerah
setempat untuk memobilisasi sumber daya masyarakat yang dimiliki
·
Fasilitasi : Memberikan bantuan teknis dan
peralatan dalam rangka memperlancar kegiatan penanggulangan gizi makro berbasis
masyarakat, misalnya home economic set untuk PMT.
Meningkatkan akses masyarakat dalam pelayanan
kesehatan dengan lebih mendekatkan prasarana pelayanan ke komunitas-komunitas
miskin, atau menerapkan sistem pelayanan keliling dan meningkatkan peran
masyarakat yang telah menjadi kader sebagai petugas kesehatan yang telah
dipilih untuk memonitori status kesehatan anak terutama mengenai Gizi di Posyandu
dan kesehatan masyarakat (Mulia, 2007).
c) Pemberdayaan Petugas
Agar
kualitas pelayanan gizi meningkat, maka diharapkan para petugas kesehatan dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu dilakukan serangkaian kegiatan dalam peningkatan peran petugas
yaitu antara lain dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan baik melalui
kegiatan workshop dan capacity building.
H.
Program Masyarakat dalam
meningkatkan status gizi anak
Program dalam meningkatkan status anak sebagai
upaya kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan
mutu upaya kesehatan yang berhasil dan berdaya guna serta terjangkau oleh
segenap anggota masyarakat, sasaran program ini adalah tersedianya pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan baik pemerintah maupun swasta, dan didukung oleh
peran serta masyarakat dan sistem pembiayaan. Perhatian utama diberikan pada
pengembangan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap
peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Soedirja, 2009).
1)
Pemberdayaan
keluarga di bidang kesehatan dan gizi
Pemetaan
keluarga mandiri sadar gizi oleh dasawisma dalam rangka survey mawas diri
masalah gizi keluarga.
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)
adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam tiap
keluarga di Indonesia. Usaha ini bersifat lintas sektor. Secara lebih rinci
UPGK dapat dijelaskan sebagai berikut :
-
Merupakan usaha keluarga untuk
memperbaikai gizi seluruh anggota keluarga.
-
Dilaksanakan oleh
keluarga/masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas
berbagai sektor sebagai pembimbing dan pembina.
-
Merupakan bagian dari kehidupan
keluarga sehari-hari dan juga meruapakan bagian integral dari pembangunan
nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
-
Secara operasional adalah
rangkaian yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana
kepada keluarga/masayarakat
Program perbaikan gizi masyarakat, bertujuan
untuk meningkatkan status gizi masyarakat maupun di instansi dalam rangka
meningkatkan kemandirian, Intelektualitas Sumber Daya Manusia, mengidentifikasi keluarga-keluarga yang
belum melaksanakan perilaku gizi yang baik dan benar.
Program Pondok Gizi Budarzi merupakan program
pelayanan gizi masyarakat yang berorientasi pada pemeliharaan kesehatan dan
gizi balita (anak), pembangunan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk
menerapkan kaidah gizi dan kesehatan dalam menyusun menu keluarga khususnya
balita (anak) mendampingi dan melayani serta memanfaatkan potensi lokal dalam
upaya meningkatkan dan memperbaiki status gizi masyarakat, Kegiatannya antara lain :
-
Pelatihan Kadarzi bagi Kader dasawisma
-
Pengadaan bahan-bahan pemetaan
-
Pemetaan, analisa dan tindak lanjutnya
-
Asuhan dan konseling gizi bagi keluarga yang belum
menerapkan perilaku gizi yang baik dan benar antara lain : Menyusun standar tata laksana asuhan dan konseling
gizi, Melaksanakan
kegiatan asuhan dan konseling gizi di setiap sarana pelayanan kesehatan, Melaksanakan kegiatan asuhan gizi melalui
penyuluhan kelompok mengenai makanan padat gizi dari bahan local dan Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi
secara profesional.
-
Kampanye keluarga mandiri sadar gizi yaitu : Pengadaan bahan-bahan KIE local, Pesan-pesan Kadarzi melalui kelompok kesenian
tradisional, Pesan-pesan
Kadarzi melalui media cetak dan elektronik
Lingkup kegiatan Pondok Gizi Budarzi meliputi :
a)
Scaning status gizi,
b)
Scanning kualitas konsumsi,
c)
Pemberian makanan tambahan,
d)
Konsultasi gizi dan kesehatan,
e)
Pendampingan keluarga pembedayaan
masyarakat (Soedirja, 2009).
Kegiatan yang dilakukan dalam program ini
antara lain :
a)
Pengembangan media promosi
kesehatan dan teknologi komunikasi informasi dan edukasi (KIE),
b)
Pengembangan upaya kesehatan
bersumber dari masyarakat (seperti pos pelayanan terpadu, Pondok Bersalin desa,
dan usaha kesehatan sekolah) dan generasi muda, dan
c)
Peningkatan kesehatan kepada
masyarakat (Plepu, 2009).
Adanya Pondok Gizi Burdarzi (Ibu Sadar Gizi)
yaitu sebuah pelayanan yang terdapat dalam masyarakat dan berkonsentrasi untuk
menangani masalah gizi balita serta memelihara status gizi balita agar tetap
baik dan sehat, dengan jalan pendampingan keluarga serta pemanfaatan potensi
lokal yang bermanfaat.
Dalam suatu wilayah pondok gizi ditingkat
perkotaan setara dengan satu wilayah posyandu, sehingga keberadaan gizipun
membina keberlangsungan aktivitas posyandu. Satu pondok gizi terdiri dari
75-100 balita/anak dan dikelola oleh 6 kader Budarzi sebutan para kader yang
telah dilatih dan dipilih dari masyarakat sebagai kader gizi dari masyarakat
setempat.
2)
Pemberdayaan masyarakat di bidang gizi
Pemberdayaan
ekonomi mikro Kegiatan dilaksanakan secara lintas sektor terutama dalam rangka
“income generating” yang bertujuan : meningkatkan pendapatan keluarga.
Kegiatan
pemberdayaan di masyarakat antara lain :
-
Usaha Bersama : pengembangan koperasi simpan pinjam
-
Pemanfaatan pekarangan bekerjasama dengan sektor
pertanian
-
Advocacy dan sosialisasi : Advocacy dan sosialisasi program pemberdayaan
keluarga di bidang gizi kepada Gubernur dan Bupati
-
Fasilitasi : Memberikan
bantuan teknis dan peralatan dalam rangka memperlancar kegiatan penanggulangan
gizi makro berbasis masyarakat antara lain :
Ø Bantuan
teknis untuk petugas lapangan : Pengadaan konsultan, pelatihan/workshop
Ø Pengadaan
sarana : dacin, food model, home
economic set, bahan-bahan KIE dll
3)
Pemberdayaan
Petugas
Bertujuan
untuk meningkatkan ketrampilan petugas dalam memberikan pelayanangizi sesuai
dengan standar.
Kegiatan :
·
Workshop tata laksana gizi buruk tingkat kabupaten,
puskesmas dan RT
·
Workshop tata laksana penanggulangan WUS KEK
tingkat kabupaten, puskesmas dan RT
·
Capacity building tentang perencanaan daerah untuk
menanggulangi masalah gizi makro
4) Subsidi
langsung
Subsidi
dalam diberikan dalam bentuk paket dana untuk pembelian makanan tambahan dan
penyuluhan kepada balita gizi buruk dan wanita usia subur kurang energi kronis.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah :
a)
Identifikasi sasaran yang perlu disubsidi (target
sasaran).
Target sasaran ditentukan berdasarkan hasil antropometri yang
dilaksanakan langsung di lapangan dengan beberapa tambahan kriteria antara lain
: balita dan Ibu hamil tergolong miskin,
jumlah anggota keluarga lebih dari 3, kondisi rumah dan sarana air bersih
kurang memadai.
b)
Distribusi dana subsidi secara langsung ke keluarga
melalui bidan di desa. Bidan di desa menjelaskan cara penggunaan dana dan
mekanisme PMT (sesuai Pedoman Tata laksana Gizi Buruk di Rumah Tangga)
c)
Evaluasi PMT : penggunaan dana, proses PMT dan
perubahan status gizi
I.
EVALUASI
Evaluasi ditujukan untuk menilai :
1.
Input : ketenagaan (jumlah dan qualitas), dana,
fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan dll.
2.
Proses :
menilai pelaksanaan kegiatan apakah telah mencapai target yang ditetapkan,
mengidentifikasi kendala dan masalah
yang dihadapi serta pemecahannya.
3.
Output :
menilai pencapaian setiap kegiatan penanggulangan gizi makro.
4.
Impact :
Menilai prevalensi status gizi pada sasaran.
KESIMPULAN
Keadaan gizi meliputi proses
penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari beberapa
akibat, yaitu ketidakseimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit pencernaan,
absorsi dan penyakit infeksi.
Masalah gizi terbagi menjadi
masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya
disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan
asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi
pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah
berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita
akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan
selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.
Program perbaikan gizi makro
diarahkan untuk menurunkan masalah
gizi makro yang utamanya mengatasi masalah kurang energi protein terutama di
daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan meningkatkan keadaan
gizi keluarga, meningkatkan partisipasi masyarakat, meningkatkan kualitas
pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di posyandu, dan meningkatkan konsumsi
energi dan protein pada balita gizi buruk.
Strategi yang dilakukan untuk
mengatasi masalah gizi makro adalah melalui pemberdayaan keluarga di bidang
kesehatan dan gizi, pemberdayaan masyarakat di bidang gizi, pemberdayaan
petugas dan subsidi langsung berupa dana untuk pembelian makanan tambahan dan
penyuluhan pada balita gizi buruk dan ibu hamil KEK.
Evaluasi juga dilaksanakan dalam
pelaksanaan program perbaikan gizi makro, yaitu dimulai dari evaluasi input,
proses, output dan impact dengan tujuan untuk menilai persiapan, pelaksanaan,
pencapaian target dan prevalensi status gizi pada sasaran.
Daftar
Pustaka:
1.
___The Impact of Asian Financial Crisis on Health
Sector in Indonesi.
2.
RI dan WHO, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional
2001 – 2005, Jakarta, Agustus 2000
3.
Direktorat Gizi Masyarakat, Tata Laksana
Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta 2000
4.
Departemen Kesehatan, Status Gizi dan Imunisasi Ibu
dan Anak di Indonesia, Jakarta, 1999
5.
Departemen Kesehatan, Tuntutan Praktis Bagi Tenaga gizi Puskesmas,
Bekalku Membina Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Jakarta, 1999
6.
Departemen Kesehatan, Pedoman Penggunaan Alat Ukur
Lingkar Lengan Atas (LILA) Pada Wanita Usia Subur, Jakarta, 1995
7.
UNICEF, Strategy for Improved Nutrittion of
Children and Women in Developing Countries, New York, 1992
8. Direktorat Gizi Masyarakat, Tata Laksana Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta 2000
9. Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat, Situasi Pangan dan gizi di Indonesia, Jakarta, 2000
10. Departemen Kesehatan, Tuntutan Praktis Bagi Tenaga gizi Puskesmas, Bekalku Membina Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Jakarta, 1999
11. Gizi. (2005). Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia (Keadaan Sampai Bulan November Tahun 2005)
8. Direktorat Gizi Masyarakat, Tata Laksana Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta 2000
9. Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat, Situasi Pangan dan gizi di Indonesia, Jakarta, 2000
10. Departemen Kesehatan, Tuntutan Praktis Bagi Tenaga gizi Puskesmas, Bekalku Membina Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Jakarta, 1999
11. Gizi. (2005). Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia (Keadaan Sampai Bulan November Tahun 2005)
No comments:
Post a Comment