GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
ASKEP ANEMIA APLASTIK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan
makalah Sistem Hemetologi yang berjudul
” Askep Anemia Aplastik”
tepat pada waktunya.
Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengerjaan makalah ini.
Penulis juga
menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat berbuat lebih
banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Mei.2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah
..........................................................................
2
1.3
Tujuan ............................................................................................
3
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1
Pengertian
Anemia aplastik ........................................................... 4
2.2
Etiologi...........................................................................................
5
2.3
Patofisiologi....................................................................................
6
2.4
Manifestasi
klinis............................................................................
7
2.5
Penatalaksanaan..............................................................................
7
2.6
Komplikasi......................................................................................
8
2.7
Asuhan
Keperawatan......................................................................
9
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
.................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis
yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam
sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak
dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang
menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau
ketiga system hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai system eritropoitik disebut
anemia hipoplastik (ertroblastopenia), yang hanya mengenai system granulopoitik
disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariositik
disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga
sistem disebut Panmieloptisis atau lazimya disebut anemia aplastik. Menurut The
International and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila :
Kadar Hemoglobin 10 gr/dl atau
Hematokrit 30; hitung trombosit 50.000/mm3; hitung leukosit 3500/mm3ataugranulosit1.5x109/I.(1)
Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fanconi genetik dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomali fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sumsum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fanconi genetik dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomali fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sumsum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Dalam makalah ini penulis membahasa tentang
konsep teori serta Asuhan keperawatan pada anemia aplastik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas maka penulis dapat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Anemia aplastik?
2. Apa Etiologi dari anemia aplastik?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada anemia aplastik?
4. Apa saja manifestasi dari anemia aplastik?
5. Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
6. Apa saja komplikasi nya ?
7. Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Anemia aplastik ?
1.3 Tujuan
Tujuan umum penulisan
makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Hematologi yang berjudul ” Askep Anemia Aplastik ”. Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan
pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep anemia
aplastik serta proses keperawatan dan pengkajiannya.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1
Pengertian
Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm3 darah
atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam
100 ml darah.
Anemia aplastik merupakan
keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti
eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah
anemia yang normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum
tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik adalah
anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang
(kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka
keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti
eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah
kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu
penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam
sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
2.2
Etiologi
a.
Faktor congenital :
sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.
Faktor didapat
-
Bahan kimia : benzena,
insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-
Obat : kloramfenikol,
mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat
sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan
sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-
Radiasi : sinar roentgen,
radioaktif.
-
Faktor individu : alergi
terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
-
Infeksi : tuberculosis
milier, hepatitis dan lain – lain.
- Keganasan ,
penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.(Mansjoer.2005.Hal:494)
2.3
Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan
hingga saat ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas.
Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoitik dapat
diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan
sel padanan induk hematopoitik dikenal sebagai, longterm culture-initiating
cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/ CD 34 sangat
menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-stone
area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum
tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk
dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik.
Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses
imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta
diferensiasi sel induk hematopoitik tergantung pada lingkungan mikro sumsum
tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan berbagai sitokin
perangsang seperti GM-CSF,G-CSF dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin
penghambat seperti –? (IFN-?), tumor necrosis factor-? (TNF-?), protein
macrophage inflamatory 1? (MIP-1?), dan transforming growth factor –?2 (TGF-?2)
akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan
sel induk, tapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang
berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro
sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia apalstik makin banyak
ditinggalkan.
Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh
kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sumsum terjadi setelah trauma radiasi
dan kimiawi seperti dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk
reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada dosis rendah obat, perubahan
metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur
metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar
dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi
enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang
disebut intermediate); komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya
untuk berikatan dengan makromolekul seluler.
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkrona
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkrona
2.4
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang
sering dialami pada anemia aplastik adalah :
Ø Lemah dan mudah lelah
Ø Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah
terkena infeksi bakteri
Ø Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
Ø Pucat
Ø Pusing
Ø Anoreksia
Ø Peningkatan tekanan sistolik
Ø Takikardia
Ø Penurunan pengisian kapler
Ø Sesak
Ø Demam
Ø Purpura
Ø Petekie
Ø Hepatosplenomegali
Ø Limfadenopati.
2.5
Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia
aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai berikut :
1.
Terapi
Kausal
Terapi
kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini
sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat
dikoreksi.
2.
Terapi
suportif
Terapi suportif bermanfaat
untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia. Adapun bentuk
terapinya adalah sebagai berikut :
a.
Untuk
mengatasi infeksi
-
Hygiene
mulut
-
Identifikasi
sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat/.
-
Transfusi
granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b.
Usaha
untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC)
jika hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat
simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai normal karena akan
menekan eritropoesis internal
c.
Usaha
untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jika
terdapat pedarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
3.
Terapi
untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang
adalah sebagai berikut :
a.
Anabolik
steroid Ã
dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek
terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami berupa virilisasi
dan gangguan fungsi hati.
-
Kortikosteroid
dosis rendah sampai menengah.
-
GM-CSF
atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4.
Terapi
Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat
memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik
terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut :
a.
Terapi
imunosuprersif
-
Pemberian
anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG)
dapat menekan proses imunologis
-
Terapi
imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi
b.
Transplantasi
sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi
definitif yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
2.6
Komplikasi
1.
Perdarahan
2.
Infeksi organ
3.
Gagal jantung
2.7
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia
Aplastik
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Ø Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
7
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia
Aplastik
A. Pengkajian
1.
Anamnesa
Ø
Identitas Klien
Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
Ø
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan.
Ø
Riwayat Penyakit
Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara
genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / Istirahat
-
Keletihan, kelemahan
otot, malaise umum
-
Kebutuhan untuk tidur
dan istirahat lebih banyak
-
Takikardia, takipnea ;
dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
-
Letargi, menarik diri,
apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
-
Ataksia, tubuh tidak
tegak
-
Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
-
Riwayat kehilangan darah
kronis, mis : perdarahan GI
-
Palpitasi (takikardia
kompensasi)
-
Hipotensi postural
-
Disritmia : abnormalitas
EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombangT
-
Bunyi jantung murmur
sistolik
-
Ekstremitas : pucat pada
kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
-
Sclera biru atau putih
seperti mutiara
-
Pengisian kapiler
melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
-
Kuku mudah patah,
berbentuk seperti sendok (koilonikia)
-
Rambut kering, mudah
putus, menipis
c. Integritas Ego
-
Keyakinan agama / budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi darah
-
Depresi
d. Eliminasi
-
Riwayat pielonefritis,
gagal ginjal
-
Flatulen, sindrom
malabsorpsi
-
Hematemesis, feses
dengan darah segar, melena
-
Diare atau konstipasi
-
Penurunan haluaran urine
-
Distensi abdomen
e. Makanan / cairan
-
Penurunan masukan diet
-
Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring)
-
Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia
-
Adanya penurunan berat
badan
-
Membrane mukusa
kering,pucat
-
Turgor kulit buruk,
kering, tidak elastic
-
Stomatitis
-
Inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah
f.
Neurosensori
-
Sakit kepala, berdenyut,
pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
-
Insomnia, penurunan
penglihatan dan bayangan pada mata
-
Kelemahan, keseimbangan
buruk, parestesia tangan / kaki
-
Peka rangsang, gelisah,
depresi, apatis
-
Tidak mampu berespon
lambat dan dangkal
-
Hemoragis retina
-
Epistaksis
-
Gangguan koordinasi,
ataksia
g. Nyeri/kenyamanan
-
Nyeri abdomen samar,
sakit kepala
h. Pernapasan
-
Napas pendek pada
istirahat dan aktivitas
-
Takipnea, ortopnea dan
dispnea
i. Keamanan
-
Riwayat terpajan
terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon, naftalen
-
Tidak toleran terhadap
dingin dan / atau panas
-
Transfusi darah
sebelumnya
-
Gangguan penglihatan
-
Penyembuhan luka buruk,
sering infeksi
-
Demam rendah, menggigil,
berkeringat malam
-
Limfadenopati umum
-
Petekie dan ekimosis
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak
mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
6. Konstipasi atau Diare
berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek
samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan
sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ;
tidak mengenal sumber informasi.
C.
NCP
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
|
Peningkatan perfusi
jaringan
KH :
Klien menunjukkan
perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
|
-
AwasiØ tanda vital kaji
pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
-
Tinggikan kepala
tempat tidur sesuai toleransi.
-
Awasi upaya pernapasan
; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
- Selidiki keluhan nyeri
dada/palpitasi.
-
Hindari penggunaan
botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan
thermometer.
-
Kolaborasi pengawasan hasil
pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi.
-
Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi.
|
-
Memberikan informasi
tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan
intervensi.
-
Meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan :
kontraindikasi bila ada hipotensi.
-
Gemericik
menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan
kompensasi curah jantung.
-
Iskemia seluler
mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
-
Termoreseptor jaringan
dermal dangkal karena gangguan oksigen
-
Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
-
Memaksimalkan transport
oksigen ke jaringan.
|
2.
|
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
|
Dapat mempertahankan
/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
KH :
-
melaporkan peningkatan
toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
-
menunjukkan penurunan
tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah
masih dalam rentang normal
|
-
Kaji kemampuan ADL
pasien.
-
Kaji kehilangan atau
gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot
-
Observasi tanda-tanda
vital sebelum dan sesudah aktivitas.
-
Berikan lingkungan
tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring
bila di indikasikan
-
Gunakan teknik
menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan
diri).
|
-
Mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan
-
Menunjukkan perubahan
neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera
-
Manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan
-
Meningkatkan istirahat
untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan
paru
-
Meningkatkan aktivitas
secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
|
3.
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
|
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
KH :
-
Menunujukkan
peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
-
Tidak mengalami tanda
mal nutrisi.
- Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.
|
-
Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makan yang disukai
-
Observasi dan catat
masukkan makanan pasien
-
Timbang berat badan
setiap hari.
-
Berikan makan sedikit
dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
-
Observasi dan catat
kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
-
Berikan dan Bantu
hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
-
Kolaborasi pada ahli
gizi untuk rencana diet.
-
Kolaborasi ; pantau
hasil pemeriksaan laboraturium
-
Kolaborasi; berikan
obat sesuai indikasi
|
-
Mengidentifikasi
defisiensi, memudahkan intervensi
-
Mengawasi masukkan
kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
-
Mengawasi penurunan
berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
-
Menurunkan kelemahan,
meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
-
Gejala GI dapat
menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
-
Meningkatkan nafsu
makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan
kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
-
Membantu dalam rencana
diet untuk memenuhi kebutuhan individual
-
Meningkatakan
efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
-
Kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan
defisiensi yang diidentifikasi.
|
4.
|
Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan).
|
Infeksi tidak terjadi.
KH :
- mengidentifikasi
perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. |
-
Tingkatkan cuci tangan
yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien
-
Pertahankan teknik
aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
-
Berikan perawatan
kulit, perianal dan oral dengan cermat
-
Motivasi perubahan
posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam
-
Tingkatkan masukkan
cairan adekuat
-
Pantau/batasi
pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan
-
Pantau suhu tubuh.
Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
-
Amati eritema/cairan
luka
-
Ambil specimen untuk
kultur/sensitivitas sesuai indikasi
-
Berikan antiseptic
topical ; antibiotic sistemik
|
-
mencegah kontaminasi
silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik
dapat berisiko akibat flora normal kulit.
-
menurunkan risiko
kolonisasi/infeksi bakteri
-
menurunkan risiko
kerusakan kulit/jaringan dan infeksi
-
meningkatkan ventilasi
semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia
-
membantu dalam
pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah
stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
-
membatasi pemajanan
pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik,
bila respons imun sangat terganggu.
-
adanya proses
inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
-
indikator infeksi
lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
-
membedakan adanya
infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan
-
mungkin digunakan
secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses
infeksi local
|
5.
|
Konstipasi atau Diare
berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek
samping terapi obat.
|
Membuat/kembali pola
normal dari fungsi usus.
KH: Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat. |
-
Observasi warna feses,
konsistensi, frekuensi dan jumlah
-
Auskultasi bunyi usus
-
Awasi intake dan
output (makanan dan cairan).
-
Dorong masukkan cairan
2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
-
Hindari makanan yang
membentuk gas
-
Kaji kondisi kulit
perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
-
Kolaborasi ahli gizi
untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
-
Berikan pelembek
feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi.
Pantau keefektifan. (kolaborasi)
-
Berikan obat
antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan
obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
|
- Membantu
mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
- bunyi usus secara umum
meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
- dapat mengidentifikasi
dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi
diet
- membantu dalam
memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan
status hidrasi pada diare
- menurunkan distress
gastric dan distensi abdomen
- mencegah ekskoriasi
kulit dan kerusakan
- serat menahan enzim
pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal
dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk
defekasi.
- mempermudah defekasi
bila konstipasi terjadi.
- menurunkan motilitas
usus bila diare terjadi.
|
6.
|
Kurang pengetahuan
sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ;
tidak mengenal sumber informasi.
|
Pasien mengerti dan
memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
KH :
-
Pasien menyatakan
pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
-
Mengidentifikasi
factor penyebab.
-
Melakukan tiindakan
yang perlu/perubahan pola hidup.
|
-
Berikan informasi
tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada
tipe dan beratnya anemia.
-
Tinjau tujuan dan
persiapan untuk pemeriksaan diagnostic
-
Kaji tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
-
Berikan penjelasan
pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
-
Anjurkan klien dan
keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya
-
Minta klien dan
keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan
|
-
memberikan dasar
pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
-
ansietas/ketakutan
tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban
jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
-
megetahui seberapa
jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
-
dengan mengetahui
penyakit dan kondisinya sekarang, klien akan tenang dan mengurangi rasa cemas
-
diet dan pola makan
yang tepat membantu proses penyembuhan.
-
mengetahui seberapa
jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan
yang dilakukan
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan
bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan
trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum
tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan
fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau
tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
Penyebab dari
anemia aplastik adalah :
a. Faktor congenital :
sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b. Faktor didapat
-
Bahan kimia : benzene,
insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-
Obat : kloramfenikol,
mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat
sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan
sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-
Radiasi : sinar roentgen,
radioaktif.
-
Faktor individu : alergi
terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
-
Infeksi : tuberculosis
milier, hepatitis dan lain – lain.
-
Keganasan , penyakit
ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
3.2
Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali
kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik
lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda
Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta
: EGC
Doengoes, Mariliynn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia.
Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York;
McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia.
Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill
Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology
of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 :
103-25.
Price, Sylvia. 2005.
Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
http://poetriezhuzter.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anemia.html
No comments:
Post a Comment