BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan
berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin,
yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Tetapi pada
kondisi tertentu karena adanya gangguan pada ginjal, fungsi tersebut
akan berubah.
Gagal
ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi
glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan
terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin
Sedangkan Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara
perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi
parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Gagal ginjal
kronik dapat terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi.
Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85%.
Melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka perawat harus dapat
mendeteksi secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik.
Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien
anak dengan gagal ginjal kronik.
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapat gambaran umum
tentang asuhan keperawatan pada anak dengan gagal ginjal.
2. Tujuan Khusus.
Dengan pembuatan makalah
mahasiswa mampu :
a) Mengerti dan memahami konsep
dasar gagal ginjal.
b) Melakukan pengkajian pada pasien
dengan gagal ginjal.
c) Menentukan diagnosa keperawatan
dan merumuskan diagnosa prioritas gagal ginjal.
d) Menyusun rencana keperawatan pada
pasien dengan gagal ginjal
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Gagal ginjal
terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum
dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
B.
Jenis Gagal Ginjal
1) Gagal Ginjal Akut (GGA) = ARF (Acute Renal Failure)
·
Sering berkaitan
dengan penyakit kritis
·
Berjalan cepat
dalam hitungan hari – minggu
·
Biasanya
reversibel bila penderita dapat bertahan dengan penyakit kritisnya
2) Gagal Ginjal Kronik (GGK) =
CRF (Cronic Renal Failure)
·
Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu lama dan
ireversibel
GAGAL GINJAL AKUT
1. Pengertian GGA
Gagal ginjal akut : suatu penyakit
dimana ginjal secara tiba – tiba kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan
sisa–sisa metabolisme. (Suriadi dan Rita Y., 2001 : 111).
Gagal ginjal akut : suatu keadaan klinik
dimana jumlah urin mendadak berkurang dibawah
300 ml / m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering
dipergunakan istilah lain untuk keadaan tersebut seperti nefrosis toksik akut,
nakrosis tubular akut, nefrosis nefron rendah dan lain sebagainya. (Ngastiyah,
1997 : 310)
Gagal Ginjal
Akut Adalah suatu keadaan klinis, terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak
dengan akibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh hilang,
dan disertai gejala-gejala sebagai akibat : Gangguan keseimbangan
air dan elektrolit, Ganggua
keseimbangan asam-basa dan Gangguan
eliminasi limbah metabolisme misalnya ureum, creatinin. Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria,
produksi urin normal maupun poliuria.
2. Etiologi
GGA
1.
Faktor prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal
berkurang dengan terdapatnya hipovolemia, misalnya :
·
Perdarahan karena trauma operasi.
·
Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra
seluler (dehidrasi pada diare).
·
Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu daerah
luka (kombustio, pasc bedah yang cairannya berkumpul di daerah operasi,
peritonitis dan proses eksudatif lainnya yang menyebabkan hipovolemia).
2.
Faktor renal
Pada tipe ini
Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal. Kerusakan dapat
terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung terganggu.
Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga
mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya dapat
berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–lahan dan
akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan
kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal.
Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
·
Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom
hemolitik uremik, renjatansepsis dan renjatan hemoragik.
·
Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis
akut pasca sreptococcoc, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor
ginjal.
·
Penyakit neoplastik akut seperti leukemia,
limfoma, dan tumor lain yang langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan
kerusakan.
·
Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut
akibat renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida
organik), hemoglobinuria dan mioglobinuria.
·
Pielonefrits akut (jarang menyebabkan gagal
ginjal akut) tapi umumnya pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit
primer maupun sebagai komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan
faal ginjal secara progresif.
·
Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan
fungsi progresif.
3.
Faktor pascarenal
Pascarenal yang
biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian
distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi
glomerulus meningkat.
Meskipun
patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin
reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal
terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah
jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius
bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau
arteri bilateral ginjal.
3. Manifestasi klinis
GGA
Keluhan dan gejala Gagal Ginjal Akut pada anak tidak khas. Gagal Ginjal
Akut hendaknya dipertimbangkan pada anak-anak dengan gejala-gejala sebagai
berikut :
a) Gejala-gejala
non-spesifik dari uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang.
b) Oliguria atau
anuria (< 300 ml/m2/hari atau <1 ml/kg BB/jam)
c) Hiperventilasi karena asidosis.
d) Sembab.
e) Hipertensi.
f) Kelainan sedimen
urine, misalnya : hematuria, proteinuria.
g) Tanda-tanda obstruksi saluran kemih, misalnya :
pancaran urine yang lemah, kencing menetes atau adanya masa pada palpasi
abdomen.
h) Keadaan-keadaan yang merupakan faktor
predisposisi Gagal Ginjal Akut, misalnya diare dengan dehidrasi berat,
penggunaan aminoglikosida, khemoterapi pada leukemia akut.
4.
Fase GGA
Secara klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase,
yaitu :
a.
Fase oliguri / anuria
Jumlah urin berkurang hingga 10–30 ml sehari. Pada bayi,
anak – anak berlangsung selama 3–5 hari. Terdapat gejala–gejala uremia (pusing,
muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi,
hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
b.
Fase diuretik
Pada fase ini urine bertambah setiap hari hingga
menjadi poliuri. Hal ini disebabkan karena kadar ureum tinggi dalam darah
(diuresis osmotik), faal tubulus belum baik, pengeluaran cairan berlebihan.
Terjadi hiponatremia karena kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak.
Lamanya fase ini berlangsung selama 2
minggu.
c.
Fase penyembuhan atau fase pasca diuretik
Pada fase ini poliuria berkurang demikian juga gejala
uremia. Fungsi glomerulus dan tubulus berangsur – angsur membaik.
5.
Patofisiologi GGA
Pada gagal ginjal akut terjadi
ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa buangan, pengaturan cairan, dan
mempertahankan keseimbangan kimia.
Tipe prerenal merupakan hasil dari penurunan perfusi renal
yang dapat disebabkan oleh dehidrasi, asfiksia perinatal, hipotensi, septic
syok, syok hemoragik atau obstruksi pada arteri renal, diare atau muntah, syok
yang disebabkan oleh pembedahan, luka bakar, hipoperfusi berat ( pada
pembedahan jantung ). Hal ini menimbulkan penurunan aliran darah renal dan
terjadi iskemik.
Tipe intrarenal merupakan hasil dari
kerusakan jaringan ginjal yang mungkin disebabkan oleh nefrotoksin seperti
aminoglycosides, glomerulonefritis, dan pyelonefritis.Tipe postrenal adanya
obstruksi pada aliran urine. Obstruksi dapat meningkatkan tekanan dalam ginjal
yang mana dapat menurunkan fungsi renal. Penyebabnya dapat
obstruksiureteropelvic, obstruksi ureterovesical, neurogenik bladder, posterior
urethral valves, tumor atau edema.
6.
Komplikasi GGA
·
infeksi
·
asidosis
metabolic
·
hiperkalemia
·
uremia
·
payah jantung
·
kejang uremik
·
perdarahan
·
Gagal ginjal kronik.
GAGAL GINJAL KRONIK
1.
Definisi GGK
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan
ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz
Sowden, 2002 )
Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif pada nefron yang
mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan meningkat ( Rosa M.
Sacharin, 1996).
Gagal ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan
patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik
(Sumber: Chonchol, 2005)
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu
stadium yang lebig tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang
lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima
stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih
normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi
ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan
stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada
table 2.2 berikut :
|
|||||||||||||||||||||
Tabel
2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
(Sumber: Clarkson, 2005)
|
2.
Etiologi GGK
·
Glumerulonefritis kronis
·
Pielonefritis
·
Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
·
Obstruksi saluran kemih
·
Lesi herediter (seperti : penyaklit ginjal polikistik,
gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau agen toksik)
·
Nefrosklerosis
·
Sindroma Nefrotik
·
Tumor Ginjal
3.
Manifestasi klinis
GGK
·
Umum : malaise, debil, letargi, tremor,
mengantuk, koma.
·
Kulit : pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik.
·
Mulut : lidah kering dan berselaput, fetor
uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
·
Mata : mata merah.
·
Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan,
gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub perikardial.
·
Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru,
efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
·
Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis,
konstipasi/diare, vomitus, perdarahan saluran GI.
·
Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan
otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
·
Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan
libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
·
Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku.
·
Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah
mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
4.
Patofisiologi GGK
Gagal ginjal kronis selalu
berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
a.
Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi
bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada
akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah
rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
ginjal.
b.
Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR
turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan
mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi
akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema.
Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari
GFR, sehingga perlu pengobatan medis.
c.
Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR
kurang dari 20% normal.
d.
Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan
pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Corwin, 1994)
5.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul
akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a) Hiperkalemia
b)
Perikarditis
c)
Hipertensi
d)
Anemia
e)
Penyakit tulang. (Smeltzer & Bare,
2001)
C.
Pemeriksaan Penunjang Pada
Gagal Ginjal
1)
Tes Darah
·
Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum –
meningkat. kadar
kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
·
Natrium dan Kalsium serum – menurun.
·
Kalium dan Fosfor serum – meningkat.
·
pH dan bikarbonat (HCO3) serum –
menurun (asidosis metabolik).
·
Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun
(disertai penurunan fungsi sel darah putih dan trombosit).
·
Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
·
Asam urat serum – meningkat.
·
Kultur darah – positif (disertai infeksi
sistemik).
·
SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
·
GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,
·
Protein (albumin) : menurun
·
Magnesium: meningkat
2)
Tes Urine
·
Urinalitas – sel darah putih dan silinder.
·
Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis –
bervariasi berdasarkan proses penyakit dan tahap GGA.
·
Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, mioglobin, porfirin
·
Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
·
Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan
ginjal berat
·
Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
·
Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
·
Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
·
Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium
3)
Elektrokardiogram (EKG) – perubahan yang terjadi
berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
4)
Kajian foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi
berhubungan dengan retensi cairan.
5) Osmolalitas serum:
·
Lebih dari 285 mOsm/kg
6) Pelogram Retrograd:
·
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
7) Ultrasonografi Ginjal :
·
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
8) Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
·
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
9) Arteriogram Ginjal:
·
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
D.
Penatalaksanaan Medis
Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Dukung fungsi kardiovaskuler
Cegah infeksi
Tingkatkan status nutrisi
Kendalikan perdarahan dan anemia
Lakukan dialisis
Transplantasi ginjal
1) Gagal Ginjal Akut
·
Pemberian manitol atau furosemid jika dalam
keadaan hidrasi yang adekuat terjadi oliguria.
·
Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein,
kalium dan garam, jika anak tidak dapat makan melalui mulut maka makanan
diberikan melalui intravena dan zat nutrisi yang diberikan mengandung asam
amino esensial.
·
Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan
pengeluaran cairan atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai
elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin.
·
Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium
glukonas 0,5 ml/kgbb, diberikan intravena selama 2–4 menit disertai dengan monitoring EKG,
pemberian sodium bicarbonat, 2–3 mEq / kgbb, diberikan intravena selama 30–60
menit untuk meningkatkan pH darah.
·
Pemberian glukosa 50 % dan insulin, 1 U/kg,
diberikan secara intravena, mempercepat pembentukan glikogen menyebabkan
glukosa dan kalium masuk dalam sel.
·
Pemberian resin ion perubah seperti polystyrene
sodium sulfonate (kayexalate), 1/kgbb diberikan secara oral atau rektal yang
bertujuan untuk mengikat kalium dan mengeluarkannya dari tubuh.
·
Dialisis dilakukan jika disertai dengan tanda –
tanda asidosis berat yang sudah berlangsung lama, cara – cara lain sudah
ditempuh untuk mengurangi kalium, terlihat gejala – gejala uremik, overload
sirkulasi, hipertensi, gejala gagal jantung.
2) Gagal Ginjal Kronis
a) Konservatif:
·
Penentuan
dan pengobatan penyebab
·
Pengoptimalan
dan maintanance keseimbangan garam dan air
·
Koreksi
obstruksi saluran kemih
·
Deteksi
awal dan pengobatan infeksi
·
Pengendalian
hipertensi
·
Diet
rendah protein, tinggi kalori
·
Deteksi
dan pengobatan komplikasi
b) Terapi penggantian Ginjal
·
Hemodialisis
(membran semipermiabel ada pada mesin)
·
Dialisis
peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum)
·
Transplantasi
ginjal
E.
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL
1.
Pengkajian
Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, fokus
pengkajian pada anak dengan gagal ginjal adalah :
1) Pengkajian awal
·
Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus
pada pengukuran parameter pertumbuhan.
·
Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi
ginjal, perilaku makan, frekuensi infeksi, tingkat energi.
·
Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal
kronik.
2) Pengkajian terus menerus
·
Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau
peningkatan gejala.
·
Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan
perhatian khusus pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis
·
Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
·
Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian
(urinalisis, hitung darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal).
a)
Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu pertama
kahidupannya.
b)
Keluhan utama
c)
Riwayat penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan klien
muntah.
d)
Riwayat penyakit dahulu
1)
Diare hingga terjadi dehidrasi
2)
Glomerulonefritis akut pasca streptokok
3)
Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya
tidak adekuat sehingga menimbulkan obstruksi.
e)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada hubungan secara langsung dalam timbulnya penyakit gagal ginjal.
f)
Activity Daily Lifa
1)
Nutrisi :
Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
2)
Eliminasi : Jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml
sehari (fase oliguria)
3)
Aktivitas :
Klien mengalami kelemahan
4)
Istirahat tidur
: Kesadaran menurun
g)
Pemeriksaan
1)
Pemeriksaan Umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung
penyebab primer gagal ginjal.
2)
Pemeriksaan Fisik:
·
Keadaan Umum : malaise, debil, letargi, tremor,
mengantuk, koma.
·
Kepala :Edema
periorbital
·
Dada :Takikardi,
edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan.
·
Abdomen :Terdapat distensi abdomen karena
asites.
·
Kulit : pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik.
·
Mulut : lidah kering dan berselaput, fetor
uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
·
Mata : mata merah.
·
Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan,
gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub perikardial.
·
Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru,
efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
·
Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis,
konstipasi/diare, vomitus, perdarahan saluran GI.
·
Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan
otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
·
Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan
libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
·
Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku.
·
Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah
mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
2.
Diagnosa
Keperawatan
a)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi
ginjal, menurunnya filtrasi glomerulus, retensi cairan dan sodium.
b)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema
polmonal.
c)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
d) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.
e)
Gangguan istirahat tidur berhubungan berhubungan dengan
edema paru.
f)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
edema paru.
g)
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kelebihan
volume cairan.
h)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan kadar ureum dalam darah.
i)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia iskemik.
3.
Intervensi
a)
Dx. Kep. I
Tujuan : Tidak
memperlihatkan tanda-tanda kelebihan cairan.
Kriteria hasil : Tidak ada
edema.
Intervensi:
1)
Monitor intake dan output
R/ Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.
2)
Pertahankan pembatasan cairan
R/ Membantu
menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan terbatas dan
menurunkan rasa kekurangan dan haus.
3)
Monitor berat badan
R/ Penimbangan BB
harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan BB 0,5 kg/hari diduga adanya retensi cairan.
4)
Monitor TD dan HB
R/ Tachycardi dan
HT terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan pembatasan
cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi/perubahan fase
oliguria gagal ginjal.
5)
Kaji edema, turgor kulit, membran mukosa
R/ Edema terjadi
terutama pada masa jaringan yang tergantung pada tubuh. BB pasien dapat
meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema
periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini, karena jaringan
rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
b)
Dx. Kep. II
Tujuan : Pola
nafas anak menjadi efektif kembali.
Kriteria hasil : Bunyi
nafas bersih.
Intervensi :
1)
Kaji bunyi nafas
R/ Kelebihan cairan
dapat menimbulkan edema paru dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan.
2)
Bila sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian
oksigen dan latihan nafas dalam
R/ Meningkatkan
lapang paru.
c)
Dx. Kep. III
Tujuan : Anak
menunjukkan BB yang sesuai dan ada nafsu makan serta dapat menyelesaikan makanan
sesuai diit.
Kriteria hasil : Klien
menghabiskan porsi diitnya.
Intervensi :
1)
Timbang BB tiap hari
R/ Px.
puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari. Perubahan
kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
2)
Kaji pola makan anak dan pembatasan makanan
R/ Memberikan Px.
tindakan terkontrol dalam pembatasan diit.
3)
Jelaskan tentang diit yang diberikan dan alasannya
R/ Pengetahuan
Px./keluarganya tentang diit yang diberikan membuat klien/keluarga lebih
kooperatif.
d)
Dx. Kep. IV
Tujuan : Anak dan keluarga
akan memahami proses penyakit, prognosis dan pengobatan yang diberikan.
Kriteria hasil :
Pengetahuan klien dan keluarga meningkat dan kooperatif terhadap tindakan
keperawatan.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat pamahaman anak dan keluarga tentang proses
penyakit, prognosis dan pengobatan.
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana Px./keluarga dapat membuat pilihan informasi.
e)
Dx. Kep. V
Tujuan : Kebutuhan
istirahat terpenuhi
Kriteria hasil : Klien
dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1) Temani
dan bantu bila anak muntah.
R/ Dengan ditemani dan dibantu pada saat muntah
akan menghilangkan kegelisahan dan kecemasan anak.
2) Batasi
aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih,
bercanda berlebihan).
R/ Pembatasan aktivitas fisik dan stress
emosional penting untuk menghindarkan adanya penyebab serangan batuk.
3) Anjurkan
keluarga memberikan lingkungan yang tenang.
R/ Lingkungan yang tenang merupakan sebagian
dari terapi suportif yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien.
f)
Dx. Kep. VI
Tujuan : Bersihan jalan nafas
efektif, pola nafas dan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :Suara nafas
vesikuler.
Intervensi :
1)
Lakukan auskultasi suara 2 – 4 jam sekali.
R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan
menifestasinya pada suara nafas.
2)
Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan
dan kaki
R/ Penurunan diafragma dapat membantu ekspansi
paru maskimal.
3)
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus
dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada dibagian
bawah.
4)
Monitor tanda vital tiap 4 jam.
R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasi
tingkat keparahan.
g)
Dx. Kep. VII
Tujuan :Meningkatkan
derajat rasa nyaman klien.
Kriteria hasil :Klien
terlihat rileks, dapat tidur dan beristirahat.
Intervensi :
1)
Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu
tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur.
R/ Tirah baring mungkin diperlukan sampai
perbaikan objektif dan subjektif didapat.
2)
Dorong penggunaan tekhnik manajemen sterss, misalnya
relaksasi.
R/ Meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa
kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
3)
Libatkan dalam aktivitas atau latihan yang direncanakan
sesuai petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan
otot / spasme memudahkan untuk ikut serta dalam dalam terapi.
h)
Dx. Kep. VIII
Tujuan :Klien tidak menunjukkan tanda-tanda adanya
kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil :Mempertahankan
kulit utuh / kulit tidak pecah-pecah.
Intervensi :
1) Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan
yang dapat menimbulkan decubitus atau infeksi.
2) Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit.
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat
seluler.
3) Inspeksi
area tergantung terhadap edema.
R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.
4) Ubah
posisi dengan sering, beri bantalan pada tonjolan tulang.
R/ Menurunkan tekanan pada edema.
5) Pertahankan
linen tetap kering.
R/ Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan
kulit
6) Anjurkan
menggunakan pakaian katun longgar.
R/ Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
i)
Dx. Kep. IX
Tujuan :Perfusi jaringan
perifer tetap adekuat.
Kriteria hasil :
·
Suhu ekstremitas hangat, tidak lembab, warna
merah muda.
·
Ekstremitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan.
·
Turgor kembali dalam 1 detik.
Intervensi :
1)
Kaji dan cacat tanda-tanda vital (kualitas dan
frekuensi nadi, tensi, capilarry refill).
R/ Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
penurunan perfusi jaringan.
2)
Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu,
kelembaban dan warna).
R/ Suhu dingin, warna pucat dan ekstremitas
menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat.
3)
Nilai kemungkinan kematian jaringan ekstremitas lebih
awal dapat berguna untuk mencegah kematian jaringan.
R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.
4.
Pelaksanaan
a)
Mempertahankan keseimbangan cairan
b)
Menjaga fungsi pernapasan
c)
Memberikan stimulus untuk meningkatkan nafsu makan
d) Menciptakan
metode komunikasi yang dapat dipahami oleh klien dan keluarga.
e)
Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
f)
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien untuk
memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya.
g)
Mempertahankan keefektifan bersihan jalan nafas
h)
Memberikan suasana dan posisi yang nyaman bagi klien.
i)
Mempertahankan agar tidak terjadi kerusakan integritas
kulit.
j)
Memantau terjadinya tanda-tanda perubahan perfungsi
jaringan.
5.
Evaluasi
a.
Suhu tubuh 365 - 372 °C
b.
Adanya minat dan selera makan
c.
Porsi makan sesuai dengan kebutuhan
d.
Klien tidak sesak
e.
Orang tua mengerti tentang penyakit anaknya
f.
Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
g.
Bersihan jalan nafas efektif
h.
Klien menyatakan merasa nyaman
i.
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
j.
Perfusi jaringan adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C.
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine,
Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku
Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment