ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS
MAKALAH
STIKES
DHARMA HUSADA BANDUNG
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan ke hadirat Allah SWT,Karen berkat
rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun solawat
serta salam buat untuk imam besar kita
semua Nabi Muhammad SAW.
Adapun makalah yang
berjudul Asuhan Keperawatan
Anak Diabetes Melitus membahas tentang
.
Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun
redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang
lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
memberikan kontribusi bagi kita dalam
memajukan ilmu keperawatan.
Bandung, April 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat ganguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf,
dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International
Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta
penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta
orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar
keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh
diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di
negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di
tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan.
Diabetes
pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu memproduksi
insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi
kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga
terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1
sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan
bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada
saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah
penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1
belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan.
Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui
sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya
timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak
segera ditolong dengan suntikan insulin.
World
Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak dengan
gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula
darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula
terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak
dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan asimtomatik, aktif,
sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang
diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya
jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.
Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan
sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah
yang sistematis melalui proses keperawatan.
II.
TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini
antara lain adalah :
A. Tujuan
umum
Memberikan pengetahuan, dapat
memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan
diabetes mellitus.
B. Tujuan
khusus
1. Mengetahui
definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui
klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui
etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui
patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui
pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Mengetahui
manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Mengetahui
akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Mengetahui
pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Mengetahui
penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Dapat
menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
III.
METODE
Metode yang kami gunakan dalam
pembuatan makalah ini diantaranya melalui media literature, perpustakaan dan
elektonik.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN DM
Ø
Menurut
American Diabetes Association (ADA)
2002, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Ø Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang
berlangsung kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono,
2007).
Ø
Diabetes
melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Ø
Diabetes Melitus adalah gangguan yang
melibatkan metabolisme karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi
(relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong, 2003)
Ø
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit
gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas
sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi. 2001).
Ø
Diabetes Melitus Juvenilis adalah
diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15 tahun. (FKUI, 1988)
II. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi
diabetes mellitus sebagai berikut :
- Tipe I : Diabetes mellitus
tergantung insulin (IDDM)
- Tipe II : Diabetes mellitus
tidak tergantung insulin (NIDDM)
- Diabetes mellitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
- Diabetes mellitus gestasional
(GDM)
Menurut ADA
(American Diabetes Association) tahun
2002 diabetes melitus dibagi
menjadi :
1.
Diabetes
Melitus Tipe 1
Destruksi
sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui proses
imunologik atau idiopatik.
2.
Diabetes
Melitus Tipe 2
Bervariasi
mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3.
Diabetes
Melitus Tipe Lain
a.
Defek
genetik fungsi sel beta
kromosom 12,
kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid
acid (DNA) Mitokondria.
b.
Defek
genetik kerja insulin
Resistance
insulin type A, leprechaunism, sindrom
Rabson-Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c.
Penyakit
Eksokrin Pankreas
Pankreatitis,
trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic
fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
d.
Endokrinopati
Akromegali,
sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma,
aldosteronoma.
e.
Karena
Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin,
asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon
alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
f.
Infeksi
Rubella
kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g.
Imunologi
(jarang)
antibodi anti
reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h.
Sindroma
genetik lain
Sindrom Down,
Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi, ataksia
friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.
4.
Diabetes
Melitus Gestasional (Kehamilan).
Diabetes Melitus Gestasional adalah
diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui
karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
III.
ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes
( DM Tipe I ), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor
genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic
ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya
diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki
salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu
penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen
kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk
wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus
IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan
menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi
insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody
sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
IV.
PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak
melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas
bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)
Asinus,
yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)
Pulau
Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia
mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans
mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang
mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau
dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam
sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng.
Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran
polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus
didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh
suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel
fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa
dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi
Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau
langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan
pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama
pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah.
Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin
bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang
dibutuhkan untuk pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan
diperlukan untuk metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami
gangguan metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa
insulin Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen
vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan
meningkatkan konsentrasi dalam darah. Terjadinya
hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan
perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial
kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan
yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel akan
kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia (kehausan).
Terjadinya
polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium dan sodium dan
terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang mencapai sel,
maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau kelaparan)
sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa
hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM
tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak
terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B
pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis
merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang
menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi
fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus
penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat
toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit
yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah
infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon
sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien
sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
V.
MANIFESTASI
KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang
kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes melitus juvenil) mempunyai
gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah
yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan
diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang
klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar
glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
Poliuria
nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c. Polidipsia
d. Poliphagia
e. Penurunan
berat badan , Malaise atau kelemahan
f. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam
urine)
g.
Ketonemia
dan ketonuria
Penumpukan
asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal
lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
h.
Mata
kabur
Hal
ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i.
Gejala-gejala
lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan
abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan
klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1.
Fase
Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai
dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan
emosi maupun trauma fisik.
2.
Fase
Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan
pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat
sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.
Fase
Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM
tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun sehingga dapat terjadi
hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1
IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus
dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara
teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM
atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4.
Fase
Intensifikasi
Fase
ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
VI.
KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit
diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara
bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
A.
Komplikasi metabolik akut yang sering
terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi
hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak
emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel
permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat
anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita
terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma
Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar
darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala
koma diabetik yang sering timbul adalah:
·
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi
mempunyai nafsu makan yang besar)
·
Minum banyak, kencing banyak
·
Kemudian disusul rasa mual, muntah,
napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton
·
Sering disertai panas badan karena
biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah
sakit
B.
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya
terjadi setelah tahun ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati,
neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita
DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark
miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan
Anak. 1988 ) :
·
Gangguan pertumbuhan dan pubertas
·
Katarak
·
Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
·
Hepatomegali
VII.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan
puasa
1.
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa
plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
|
Bukan
DM
|
Belum
pasti DM
|
DM
|
Kadar
glukosa darah sewaktu
Plasma
vena
Darah
Kapiler
Kadar
glukosa darah puasa
Plasma
vena
Darah
Kapiler
|
<110
<90
<110
<90
|
110-199
90-199
110-125
90-109
|
>200
>200
>126
>110
|
b. Aseton plasma (keton) : positif
secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan
kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya
kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
·
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
·
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
·
Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya
menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin
meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon
terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau
normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
i.
Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka
sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody . ( autoantibody)
j.
Pemeriksaan
fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif :
berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
VIII.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan
DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk
tujuan jangka panjangnya adalah mencegah
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa,
lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan
kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
|
Baik
|
Sedang
|
Buruk
|
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
|
80-109
110-159
|
110-139
160-199
|
>140
>200
|
HbA1c (%)
|
4-6
|
6-8
|
>8
|
Kolesterol total (mg/dl)
|
<200
|
200-239
|
>240
|
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
|
<130
<100
|
130-159
11-129
|
>159
>129
|
Kolesterol HDL (mg/dl)
|
>45
|
35-45
|
<35
|
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK
|
<200
<150
|
<200-249
<150-199
|
>250
>200
|
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
|
18,9-23,9
20 -24,9
|
23-25
25-27
|
>25 atau <18,5
>27 atau <20
|
Tekanan darah (mmHg)
|
<140/90
|
140-160/90-95
|
>160/95
|
Akan tetapi, perbedaan utama antara
penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2
adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian
injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut
Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma
dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan
mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan
penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga
mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian
insulin dan komplikasinya serta perencanaan
diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada
fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas
normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa
sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1,
diantaranya :
1.
Bebas
dari gejala penyakit
2.
Dapat
menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3.
Dapat
terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan
khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal
2. Mengalami perkembangan emosional
yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar
glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala
hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat
penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh
penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab
kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia
dan intelegensinya
Diabetes
Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes
tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi
hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin
untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam
kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya
komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua
penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b) DM
dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c) DM
yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan
terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari
karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus
menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan,
kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat
tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan
masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang
normal.
Struktur
kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak
bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin
adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai
secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain
kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat
(Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang
(Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting
Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very
Long Acting Insulin)
Insulin
yang Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
|
Mulai Kerja
|
Puncak
|
Lama Kerja
|
Ultra Short Acting (Quick-Acting,
Rapid Acting) Insulin
Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid,
Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
|
15-30 min
|
60-90 min
|
3-5 hr
|
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin
R
|
30-60 min
|
2-4 hr
|
6-8 hr
|
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
|
1-2 hr
|
4-8 hr
|
16-24 hr
|
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin
Zn
|
1-3 hr
|
4-12 hr
|
16-24 hr
|
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)
|
2-4 hr
|
4-24hr (nopeak)
|
24-36 hr
|
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin
30/70
|
30 min
|
2-8 hr
|
24 hr
|
Terapi
Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin
merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan untuk mengelola
masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri
dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk
menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui
selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit
subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap
minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada
distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini
kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin
harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-
Menggunakan
insulin lebih dari 3 kali sehari
-
Kadar
glukosa darah sering tidak teratur
-
Lelah
menggunakan terapi injeksi insulin
-
Ingin
mengurangi resiko hipoglikemi
-
Ingin
mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
-
Ingin
lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk
menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah (
setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin
yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda
makan. Apakah makanan tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap
setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir kerusakan.
Menurut
studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000
penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin
yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi
komplikasi diabetes secara efektif.
Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
-
Mengurangi
komplikasi kebutaan 76 %
-
Mengurangi
komplikasi amputasi 60 %
-
Mengurangi
resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi
pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi
yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin
yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau
rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial
“bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan
penggunaan pompa insulin yakni :
1.
Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2.
Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3.
Mengurangi frekuensi terkena
hipoglikemia
4.
Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5.
Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen
diabetes
Kekurangan
Penggunaan pompa insulin yakni :
1.
Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara
eratur
2.
Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3. Memiliki
resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan
pompa dalam jangka waktu yang lama.
Di
Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia,
akan tetapi harganya relatif mahal.
b.
Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10
– 15 %
3) Lemak sebanyak 20
– 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal =
(TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat
badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat
badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat
badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk
= > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal
dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita
25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk
pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan
kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 %
diantaranya.
c. Latihan
Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan
adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat
selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan
untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang
lebih baik. Edukasi merupakan
bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
IX.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa,dll.
2. Riwayat
Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Diduga
diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan
anggota keluarga lain yang menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan
timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga
tentang penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani
penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk
belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat
kecemasan.
e.
Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami
tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga /
orang tua
Pengalaman infeksi saluran
pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan
fisik
a. Aktivitas
/ istrahat.
Lemah,
letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas. Letargi /
disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya
riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia. Perubahan
tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
c. Pernapasan
Batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing
/ pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /
koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks
fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala
: Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi :
tampak sangat berhati – hati.
f.
Keamanan
Kulit
kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g.
Eliminasi
Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen
keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h.
Integritas Ego
Stress,
ansietas
i.
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan
tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar
bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan
Diagnostik
a. Glukosa
darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton
plasma : positif secara menyolok.
c. Asam
lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas
serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare,
muntah, poliuria, evaporasi.
2
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan
intake oral : anoreksia,
mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik
akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses
luka.
3
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan adanya
luka ( trauma ).
4
Resiko gangguan persepsi sensoris :
penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis akibat
ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
5
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
6
Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus
(luka diabetes mellitus).
7
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8
Kurang
pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)
C.
PERENCANAAN
1) Defisit
volume cairan berhubungan dengan
diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
Tujuan : kebutuhan
cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria
Hasil :
Pasien
menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
·
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
·
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan
otot bantu nafas
·
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
·
Pantau masukan dan pengeluaran
·
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit
2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
·
Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi
lambung.
·
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan
atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil
:
·
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang
tepat
·
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya
Intervensi :
·
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
·
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi.
·
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
·
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini
sesuai dengan indikasi.
·
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
·
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
·
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
·
Kolaborasi dengan ahli diet.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan adanya luka ( trauma )
Tujuan : gangguan
integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria
Hasil :
Kondisi luka
menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
·
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema,
dan discharge, frekuensi ganti balut.
·
Kaji adanya nyeri
·
Lakukan perawatan luka
·
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
·
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4)
Resiko infeksi berhubungan dengan
penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya
tanda “inteksi,
Criteria
hasil :
a. Luka
sembuh
b. Tidak
ada edema sekitar luka.
c. Tidak
terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
·
Kaji keadaan kulit yangrusak
·
Kaji keadaan kulit yangrusak
·
Bersihkan
luka dengan teknik septic dan antiseptic
·
Kompres luka dengan larutan Nacl
·
Anjurkan pada klien agarmenjaga
predisposisi terjadinya lesi
·
Pemberian obat antibiotic.
5)
Resiko gangguan persepsi sensoris :
penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis akibat
ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien
akan mempertahankan fungsi penglihatan
Intervensi :
·
Kaji derajat dan tipe kerusakan
·
Latih klien untuk membaca.
·
Orientasi klien dengan lingkungan.
·
Gunakan alat bantu penglihatan.
·
Panggil klien dengan nama, orientasikan
kembali sesuai dengan kebutuhannya tempat, orang dan waktu.
·
Pelihara aktifitas rutin.
·
Lindungi klien dari cedera.
6)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan
menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
kriteria hasil :
a. mengungkapkan
peningkatan energi
b. mampu
melakukan aktivitas rutin biasanya
c. menunjukkan
aktivitas yang adekuat
d. melaporkan
aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi
:
·
Diskusikan dengan klien kebutuhan akan
aktivitas
·
Berikan aktivitas alternative
·
Pantau tanda tanda vital
·
Diskusikan cara menghemat kalori selama
mandi, berpindah tempat dan sebagainya
·
Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat ditoleransi
7)
Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus
(luka diabetes mellitus).
Tujuan
: Klien akan menunjukkan nyeri berkurang /
teratasi
kriteria hasil :
a. Klien
tidak mengeluh nyeri
b. Ekspresi
wajah ceria
Intervensi
:
·
Kaji tingkat nyeri
·
Observasi tanda-tanda vital
·
Ajarkan klien tekhnik relaksasi
·
Ajarkan klien tekhnik Gate Control
·
Pemberian analgetik
8)
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan penurunan
rawat diri
Criteria hasil :
a. Kuku
pendek dan bersih
b. Kebutuhan
dapat dioenuhi secara bertahap
c. Mandi
sendiri tanpa bantuan
Intervensi
:
· Kaji
kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
· Berikan
aktivitas secara bertahap
· Bantu
klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
· Bantu
klien (memotong kuku)
9)
Kurang
pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan
melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria : Mengungkapkan
pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
·
Pilih berbagai strategi belajar
·
Diskusikan tentang rencana diet
·
Diskusikan tentang faktor-faktor yang
memegang peranan dalam kontrol DM
D.
IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan
secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
E.
EVALUASI
Evaluasi
adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi
yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1.
Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital,
turgor kulit, normal.
2.
Berat badan dapat meningkat dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
3.
Infeksi tidak terjadi
4.
Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa
lelah
5.
Pasien mengutarakan pemahaman tentang
kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bare &
Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta
Carpenito,
1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J.
Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC,
Jakarta
Doenges, E.
Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana
Asuhan Keperawatan, (Edisi III),
EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John,
2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk
Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan
Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran,
(Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff,
1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A
dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Sobotta, 2003,
Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC,
Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui
tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2.
Jakarta : Salemba Medika
Soegondo S, Soewondo P,
Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Terimakasih atas informasinya, sangat berguna. izin copas gan, buat referensi pembelajaran :)
ReplyDelete
ReplyDeletesemoga bermanfaat
jangan lupa untuk KUNJUNGI dan SUBSCRIBE juga Channel YouTube "DUNIA KEPERAWATAN" untuk UPDATE VIDIO KESEHATAN, Klik: https://www.youtube.com/channel/UCWOkusdlKaop1F-3FLLMDBg