BAB I
A. Latar
Belakang Masalah
Diabetes
melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Menurut
data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar
5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru
sekitar 30% yang datang berobat teratur.
Adapun
dampak dari diabetes mellitus adalah gangrene. Gangrene didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau
jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri
pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat
proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja
atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik
diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).
Menurut data yang diperoleh di RSUD R.
Syamsudin SH Kota Sukabumi, pada tahun 2010 pasien yang dirawat dengan diagnosa
gangrene dengan riwayat diabetes mellitus sebanyak 70 orang, dan pada tahun
2011 dari Januari hingga Juli terdapat 35 orang pasien gangrene dengan riwayat
diabetes mellitus.
Luka gangrene merupakan luka yang membutuhkan
waktu lama dalam proses penyembuhannya, Sehingga respon yang ditimbulkan oleh
masing – masing klien berbeda hal ini dipengaruhi oleh makanisme koping
individu terhadap konsep dirinya. Salah satu contoh berdampak
psikologis dari luka gangrene antara lain pasien merasa malu, rendah diri, dan
tidak dapat menerima keadaannya.
Konsep
diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan
orang lain (Stuart dan Sundeen 1991).
Pada
klien yang dirawat di rumah sakit umum perubahan konsep diri sangat mungkin
terjadi terutama pada klien yang mengalami penyakit diabetes melitus dengan
luka gangrene. Sebagaimana yang telah kita ketahui diabetes melitus merupakan
penyakit kronik yang komplek dan tidak dapat disembuhkan tetapi dengan
pengobatan, diet dan latihan yang teratur klien diabetes melitus dapat hidup
dengan normal.
Berdasarkan
hasil wawancara pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di ruang
teratai, 2 dari 3 pasien yang diwawancarai pasien merasa malu, rendah diri, dan
tidak dapat menerima keadaannya.
Persepsi
individu terhadap luka gangrene dan proses penyakit serta sistem pendukung yang
dimiliki individu, banyaknya kasus diabetes mellitus dengan luka gangrene dan
berbagai respon yang ditimbulkannya terutama gambaran konsep diri yang berhubungan
dengan luka gangrene.
B. Perumusan
dan Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar
belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut
“Bagaimana gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes
mellitus di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi?”
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di
RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
2. Tujuan
Khusus
a. Diketahuinya
Gambaran diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R
Syamsudin SH Kota Sukabumi.
b. Diketahuinya
Ideal diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R
Syamsudin SH Kota Sukabumi.
c. Diketahuinya
Harga diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R
Syamsudin SH Kota Sukabumi.
d. Diketahuinya
Peran pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R Syamsudin
SH Kota Sukabumi.
e. Diketahuinya
Identitas pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD R
Syamsudin SH Kota Sukabumi.
D. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat
bagi Klien
Lebih termotivasi untuk lebih menjaga pola
kebiasaan sehari-hari sehingga proses penyembuhan luka gangrene lebih efektif
dan klien lebih percaya diri dengan keadaannya.
b. Manfaat
bagi Perawat / Institusi
Data dari gangguan konsep diri pada klien
gangrene dengan riwayat diabetes mellitus dapat dijadikan informasi untuk
merancang perencanaan dan intervensi dalam asuhan keperawatan yang tepat, guna
menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan motivasi bagi klien
sehingga proses penyembuhan dapat berjalan efektif.
c. Manfaat
bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana
gambaran konsep diri pada pasien gangrene dengan riwayat diabetes mellitus serta
menambah pengalaman dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang didapat selama
mengikuti kuliah serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
diri
1. Definisi
1. Definisi
Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain.(Stuart & Sudeen:1998). Konsep diri adalah semua ide,
pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Suliswati : 2005). Konsep diri adalah penilaian
subjektif individu terhadap dirinya, perasaan sadar atau tidak sadar dan
persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh (Farida & Yudi:2010). Secara
umum, konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita memandang diri kita
secara utuh, meliputi: fisik, intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku,
emosi, spiritual, dan pendirian.
2. Komponen konsep diri
a. Gambaran Diri adalah sikap seseorang terhadap timbulnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
b. Ideal Diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi.
c. Harga Diri adalah penilain pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
d. Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
e. Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari tiga variable bebas dapat terjadi krisis yaitu menerima kondisnya, semua aspek kondisi diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
3. Faktor predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut: (Stuart & Sundeen:1998 )
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realisti.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah streotipik peran seks, tuntunan peran kerja, dan harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,dan perubahan dalam struktur sosial.
4. Rentang respons konsep diri
Menurut stuart & sundeen rentang respon konsep diri adalah sebagai berikut:
a. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
1) Mengeritik diri sendiri dan atau orang lain
2) Penurunan produktivitas
3) Perasaan tidak mampu
4) Gangguan dalam berhubungan
5) Rasa bersalah
6) Keluhan fisik
7) Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
8) Menarik diri secara sosial
9) Menarik diri dari realitas
10) Penolakan terhadap kemampuan personal
b. Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
1) Tidak ada kode moral
2) Sifat kepribadian yang bertentangan
3) Perasaan hampa
4) Kerancuan gender
5) Ketidakmampuan untuk empati kepada orang lain
6) Perasaan mengambang tentang diri sendiri
7) Tingkat ansietas yang tinggi
c. Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi
Afektif :
1) Mengalami kehilangan identitas
2) Perasaan terpisah dari diri sendiri
3) Perasaan tidak realistis
4) Kurang rasa kesinambungan dalam diri
5) Perasaan tidsak aman, rendah, takut, malu
6) Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu
Perseptual :
1) Halusinasi pendengaran dan penglihatan
2) Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
3) Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
4) Gangguan citra tubuh
Kognitif :
1) Bingung
2) Disorientasi waktu
3) Gangguan berfikir
4) Gangguan daya ingat
5) Gangguan penilaian
6) Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama
Perilaku :
1) Afek yang tumpul
2) Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon
3) Komunikasi yang tidak serasi
4) Kurang spontanitas dan animasi
5) Kehilangan kemampuan un tuk memulai dan membuat keputusan
6) Menarik diri secara sosial
5. Gangguan konsep diri
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif.
a. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah peubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sanngat mungkin terjadi. Stressor pada tiap perubahan adalah perubahan ukuran tubuh, berat badan yang turun akibat penyakit, perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus. Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai dengan pemasangan alat di dalam tubuh. Perubahan fungsi berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh ialah keterbatasan gerak, makan, kegiatan. Makna dan objek yang sering kontak, penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain).
Tanda dan gejala ganguan citra tubuh :
1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi / akan terjadi
3) Menolak penjelasan perubahan tubuh
4) Persepsi negatif pada tubuh
5) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6) Mengungkapkan keputusan
7) Mengungkapkan ketakutan
b. Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terdapat hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1) Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya
2) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
c. Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
a) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal).
b) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat / sakit / penyakit.
c) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2) Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diiri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit / dirawat klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri
5) Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan.
6) Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram mungkin kllien ingin mengakhiri kehidupan.
d. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah perubahan atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
1) Peran dalam keluarga
2) Peran dalam pekerjaan / sekolah
3) Peran dalam berbagai kelompok
4) Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2) Ketidakpuasan peran
3) Kegagalan menjalnkan peran yang baru
4) Ketegangan menjalankan peran yang baru
5) Kurang tanggung jawab
6) Apatis / bosan / jenuh dan putus asa
e. Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan / ketidakpastian memandang diri sendiri penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas dapat terganggu, karena :
1) Tubuh klien di kontrol oleh orang lain
2) Ketergantunagan pada orang lain
3) Perubahan peran dan fungsi
Tanda dan gejala yang dapat di kaji :
1) Tidak ada percaya diri
2) Sukar mengambil keputusan
3) Ketergantungan
4) Masalah dalam hubungan interpersonal
5) Ragu / tidak yakin terhadap keinginan
6) Projeksi (menyalahkan orang lain)
6. Faktor resiko penyimpangan konsep diri
a. Personal Identity Disturbance
1) Perubahan perkembangan
2) Trauma
3) Ketidaksesuaian gender
4) Ketidaksesuaian kebudayaan
b. Body Image Disturbance
1) Kehilangan salah satu fungsi tubuh
2) Kecacatan
3) Perubahan perkembangan
c. Self Esteem Disturbance
1) Hubungan interpersonal yang tidak sehat
2) Gagal mencapai perkembangan yang penting
3) Gagal mencapai tujuan hidup
4) Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
5) Perasaan tidak berdaya
6) Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
7) Perasaan tidak berdaya
d. Altered Role Perpormance
1) Kehilangan nilai peran
2) Dua harapan peran
3) Konflik peran
4) Ketidakmampuan menemukan peran yang diinginkan.
2. Komponen konsep diri
a. Gambaran Diri adalah sikap seseorang terhadap timbulnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
b. Ideal Diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi.
c. Harga Diri adalah penilain pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
d. Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
e. Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari tiga variable bebas dapat terjadi krisis yaitu menerima kondisnya, semua aspek kondisi diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
3. Faktor predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai berikut: (Stuart & Sundeen:1998 )
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realisti.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah streotipik peran seks, tuntunan peran kerja, dan harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,dan perubahan dalam struktur sosial.
4. Rentang respons konsep diri
Menurut stuart & sundeen rentang respon konsep diri adalah sebagai berikut:
a. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
1) Mengeritik diri sendiri dan atau orang lain
2) Penurunan produktivitas
3) Perasaan tidak mampu
4) Gangguan dalam berhubungan
5) Rasa bersalah
6) Keluhan fisik
7) Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
8) Menarik diri secara sosial
9) Menarik diri dari realitas
10) Penolakan terhadap kemampuan personal
b. Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
1) Tidak ada kode moral
2) Sifat kepribadian yang bertentangan
3) Perasaan hampa
4) Kerancuan gender
5) Ketidakmampuan untuk empati kepada orang lain
6) Perasaan mengambang tentang diri sendiri
7) Tingkat ansietas yang tinggi
c. Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi
Afektif :
1) Mengalami kehilangan identitas
2) Perasaan terpisah dari diri sendiri
3) Perasaan tidak realistis
4) Kurang rasa kesinambungan dalam diri
5) Perasaan tidsak aman, rendah, takut, malu
6) Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu
Perseptual :
1) Halusinasi pendengaran dan penglihatan
2) Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
3) Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
4) Gangguan citra tubuh
Kognitif :
1) Bingung
2) Disorientasi waktu
3) Gangguan berfikir
4) Gangguan daya ingat
5) Gangguan penilaian
6) Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama
Perilaku :
1) Afek yang tumpul
2) Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon
3) Komunikasi yang tidak serasi
4) Kurang spontanitas dan animasi
5) Kehilangan kemampuan un tuk memulai dan membuat keputusan
6) Menarik diri secara sosial
5. Gangguan konsep diri
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif.
a. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah peubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sanngat mungkin terjadi. Stressor pada tiap perubahan adalah perubahan ukuran tubuh, berat badan yang turun akibat penyakit, perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus. Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai dengan pemasangan alat di dalam tubuh. Perubahan fungsi berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh ialah keterbatasan gerak, makan, kegiatan. Makna dan objek yang sering kontak, penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain).
Tanda dan gejala ganguan citra tubuh :
1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi / akan terjadi
3) Menolak penjelasan perubahan tubuh
4) Persepsi negatif pada tubuh
5) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6) Mengungkapkan keputusan
7) Mengungkapkan ketakutan
b. Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terdapat hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1) Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya
2) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
c. Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
a) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal).
b) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat / sakit / penyakit.
c) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2) Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diiri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit / dirawat klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri
5) Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan.
6) Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram mungkin kllien ingin mengakhiri kehidupan.
d. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah perubahan atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
1) Peran dalam keluarga
2) Peran dalam pekerjaan / sekolah
3) Peran dalam berbagai kelompok
4) Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2) Ketidakpuasan peran
3) Kegagalan menjalnkan peran yang baru
4) Ketegangan menjalankan peran yang baru
5) Kurang tanggung jawab
6) Apatis / bosan / jenuh dan putus asa
e. Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan / ketidakpastian memandang diri sendiri penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas dapat terganggu, karena :
1) Tubuh klien di kontrol oleh orang lain
2) Ketergantunagan pada orang lain
3) Perubahan peran dan fungsi
Tanda dan gejala yang dapat di kaji :
1) Tidak ada percaya diri
2) Sukar mengambil keputusan
3) Ketergantungan
4) Masalah dalam hubungan interpersonal
5) Ragu / tidak yakin terhadap keinginan
6) Projeksi (menyalahkan orang lain)
6. Faktor resiko penyimpangan konsep diri
a. Personal Identity Disturbance
1) Perubahan perkembangan
2) Trauma
3) Ketidaksesuaian gender
4) Ketidaksesuaian kebudayaan
b. Body Image Disturbance
1) Kehilangan salah satu fungsi tubuh
2) Kecacatan
3) Perubahan perkembangan
c. Self Esteem Disturbance
1) Hubungan interpersonal yang tidak sehat
2) Gagal mencapai perkembangan yang penting
3) Gagal mencapai tujuan hidup
4) Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
5) Perasaan tidak berdaya
6) Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
7) Perasaan tidak berdaya
d. Altered Role Perpormance
1) Kehilangan nilai peran
2) Dua harapan peran
3) Konflik peran
4) Ketidakmampuan menemukan peran yang diinginkan.
B. Diabetes
Mellitus
1. Definisi
Diabetes
melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormon yang
diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya. (Brunner & Suddarth, 2001)
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit
metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
2. Etiologi
a. Dibetes
Mellitus tipe I
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh
penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi factor genetik, imunologi dan
mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta.
1)
Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak
mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik kea rah terjadinya dibetes tipe I. Kecendrungan genetik
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
2)
Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat
bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3)
Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang
dilakukan terhadap kemingkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu
destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang mengatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes
Mellitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe
II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
1) Usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat
keluarga
4) Kelompok
etnik (di Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika
tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe
II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)
3. Tipe Diabetes Mellitus
a. Tipe I
Yaitu Diabetes Melitus tergantung insulin atau insulin dependent Diabetes
Melitus (IDDM) pada Diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam
keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun sebagai
akibat penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.
Diabetes tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia
30 tahun.
b. Tipe II
yaitu Diabetes Melitus tidak tergantung insulin atau non insulin dependent Diabetes
Melitus (NIDDM), terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang
disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin
Diabetes tipe ini biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun,
pasien wanita lebih banyak dari pada pria.
c. Diabetes
melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya sebagai berikut :
1)
Penyakit pankreas
2)
Penyakit hormonal
3)
Kelainan reseptar insulin
4)
Sindrom genetik tertentu
5)
Sirosic hepatic
d.
Diabetes melitus gestasional ( gtestasional
diabetes melitus [GDM]) Diabetes tipe in terjadi pada wanita selama
kehamilannya yang sebelumnya tidak menderita diabetes, terjadi sekitar 2%-5%
dari seluruh kehamilan.
4. Patofisiologi
Insulin yang dikeluarkan oleh
sel β dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu massuknya
glukosa ke dalam sel glukosa di metabolismekan menjadi tenaga. Pada diabetes
jenis IDDM insulin tidak ada sumber pembuluh darah yang berarti kadar glukosa
dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan menjadi lemah
karena tidak ada sumber energi didalam sel. Pada keadaan lain yaitu NIDDM
jumlah insulin normal atau mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Keadaan
tersebut dapat menyebabkan tidak ada sumber energi didalam sel sehingga
berakibat sel-sel lapar, badan lemah, terjadinya pemecahan lemak protein dan
glikogen sehingga plasma meningkat dan glukonegenesis meningkat, selanjutnya
terjadi glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Osmolaritas meningkat
menyebabkan cairan intrasel ditarik ke pembuluh darah, sel menjadi dehidrasi
dengan adanya reflek automegulasi. Timbul rasa haus yang akhirnya timbul
polidipsi bila kadar glukosa urine (Glukosuria) reabsorpsi air dan elektrolit
menurun, sehingga terjadi diuresis (poliuri).
5. Komplikasi
Komplikasi
akut merupakan keadaan yang harus ditangani segera yang termasuk komplikasi
akut adalah hipoglikemi dan ketoasidosis hipoglikemi yaitu suatu keadaan klinik
gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Keadaan yang dapat
menyebabkan hipoglikemia akibat pengobatan diabetes insulin maupun anti
diabetes oral sesudah olahraga, sesudah melahirkan sembuh dari penyakit berat
badan menurun.
Ketoasidosis
merupakan keadaan gawat yang menyebabkan karena meningkatnya keasamaan tubuh
oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi insulin.
C. Luka
Gangrene
1. Definisi
Gangrene didefinisikan sebagai jaringan
nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi
sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga,
kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau
gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).
2. Tanda
dan gejala
Gejala Umum Penderita dengan gangrene diabetik,
sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram,
rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari
keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal
tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita
tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak
kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri,
sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan
menjalar dengan cepat.
Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan
yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah
yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.
3. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya
hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik
dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.
4. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik
dibutuhkan kerja sama antara doker, perawat dan penderita sehingga tindakan
pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan
harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan
serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara
penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling
menunjang.
Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada
beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik:
a. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang
bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan
b. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan
baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki
c. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat
kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki
d. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki
antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer
e. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol
diisi air panas
f. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :
1) Hindari kebiasaan merokok
2) Hindari bertumpang kaki duduk
3) Lindungi kaki dari kedinginan
4) Hindari merendam kaki dalam air dingin
g. Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak
menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu
h. Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila
terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera
dilakukan tindakan awal
i. Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau
cream
5. Pengobatan
Pengobatan dan perawatan Pengobatan dari
gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila
dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk
menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan.
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik
ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam
kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi,
kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Terapi
Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat
menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai
perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan
perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.
Selain
pengobatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu
sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam
penyembuhan luka. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat,
Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini
merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar
sembuh.
6. Dampak gangren terhadap fisik dan pisikis
a. Fisik
1) Adanya luka yang membusuk dan bau
2) Tubuh menjadi lemas
b. Psikis
1) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan medika-bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta : EGC.
Hidayat, A azis alimul. (2007).
Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Edisi kedua. Jakarta : Salemba Medika.
Kusumawati,
farida dan Hartono,yudi. (2010).
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo,
soekidjo. (2005).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nursalam.
(2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : salemba Medika.
Setiadi.
(2007). Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Stuart.GW.
and Sundeen.S,J. (1998).
Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi: 3.
Jakarta: EGC.
Suliswati.
(2005) . Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment